Part 4 : Remember You

4.4K 286 0
                                    

Meskipun semuanya berjalan lancar termasuk operasi darurat itu, penerbangan dari Sydney nyatanya cukup menyita tenagaku. Buktinya aku langsung terkapar di sofa begitu sampai di rumah. 

Ngomong-ngomong soal operasi, aku jadi ingat perempuan itu. Siapa tadi namanya? Karina? Entahlah. Setelah kembali ke kokpit, aku sepenuhnya memfokuskan diri pada pekerjaanku dan untuk sementara menyingkirkan hal-hal lain yang tidak perlu termasuk nama perempuan itu.

Ketika memejamkan mata, sebuah kesadaran menghampiriku. Aku sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk menanyakan langsung kepadanya tentang kejadian tempo hari di restoran. Jujur aku sangat penasaran. 

Apa motivasi seorang dokter sampai ia rela mengaku-ngaku sebagai pacar simpanan? Bukankah dengan profesinya itu dia bisa mudah mendapatkan pacar? Dokter, kan, calon menantu idaman.

"Mas, baru pulang?"

Aku mendongak dan mendapati Mama berdiri di ujung sofa. Aku langsung bangkit berdiri dan mencium tangan beliau.

"Iya, Ma. Barusan nyampe," ujarku menjawab pertanyaan Mama tadi

"Tadi pacar kamu kesini. Dia nanyain kamu kenapa engga bisa dihubungi. Mama jawab aja kalo kamu mungkin belum landing"

Ucapan Mama membuatku ingat kalau aku belum menghidupkan ponselku. Sial. Tarisha pasti ngambek lagi gara-gara ia tidak bisa menghubungiku. Padahal kami baru saja berbaikan pasca kejadian tak terduga di restoran tempo hari.

"Mama engga suka sama sikap Tarisha," ujar Mama

Bukan Mama namanya kalau tidak blak-blakan. Beliau adalah orang paling to the point yang pernah aku kenal. Dan ini bukan pertama kalinya beliau menyuarakan ketidaksukaannya terhadap Tarisha secara gamblang.

"Tarisha pasti bisa berubah, Ma," aku berkilah

"Tahun lalu kamu juga bilang begitu. Tapi sampai sekarang engga ada perubahan tuh. Lagian kamu engga cape apa ngadepin perempuan kaya dia?" balas Mama sengit

Aku memikirkan ucapan Mama. Sikap Tarisha memang seringkali membuatku lelah, tapi entah kenapa aku tidak ingin kehilangan dia.

"Pikirin lagi baik-baik kalo kamu mau serius sama dia," ujar Mama seraya beranjak pergi

Dan benar saja, setelah ponselku berhasil nyala sepenuhnya, puluhan notifikasi panggilan tak terjawab serta pesan singkat dari Tarisha adalah yang pertama muncul. 

Kirana

Aku mendesah lega ketika punggungku akhirnya menyentuh empuknya tempat tidur. Berjam-jam duduk di pesawat ditambah 45 menit perjalanan dengan taxi membuat punggungku rasanya mau patah.

Kantuk yang tadi sempat datang kini kembali lagi, mataku perlahan terpejam.

Namun, tiba-tiba saja kilasan wajah kapten itu melintas di benakku membuat mataku seketika terbuka lebar.

Ken.

Sepulangnya dari restoran hari itu, seharian aku berselancar di internet demi mendapatkan informasi lebih tentang dia. Setiap website dan media sosial yang memuat nama Ken sudah aku buka tapi tak satupun informasi tentangnya berhasil ku dapatkan.

Justru perjalanan kembali ke Jakarta usai menghadiri pelatihan di Sydney-lah yang membuatku kembali bertemu dengannya untuk yang kedua kalinya.

Meskipun mengada-ada, tapi ku anggap ini adalah pertanda baik untukku.

Aku mengacak rambut pelan menyadari betapa hopeless diriku dalam hal romansa sehingga harus mengejar-ngejar seorang random man seperti ini.

My Perfect Random ManWhere stories live. Discover now