Part 6 : Toxic

4K 287 2
                                    

Keenan

Keheningan menyelimuti kami sejak aku menjemputnya satu jam yang lalu di rumahnya. Sebenarnya sejak kemarin aku ingin mengajaknya bertemu dan menyelesaikan masalah ini tapi dia mengabaikanku. 

Begitu tahu dia tidak mengabaikan pesanku hari ini, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menemuinya. Tapi, sepertinya Tarisha masih belum sepenuhnya mau diajak berkompromi.

Aku tidak habis pikir kenapa dia bisa sangat marah hanya gara-gara tidak bisa menghubungiku, mungkin aku akan maklum kalau dia marah karena dia khawatir tapi aku sangat tahu kalau bukan itu yang membuatnya marah. Pekerjaan kami memiliki resiko yang sama dan dia tidak pernah mengkhawatirkan hal itu.

Aku memijit pelipisku pelan, tidak tahu lagi bagaimana caranya agar dia mau bicara denganku karena tak sepatah katapun keluar dari bibirnya, tak peduli berapa ratus kali pun aku mengajaknya bicara.

"Sha, kamu kan pramugari, harusnya kamu tahu dong kalau aku bisa aja telat landing. Kenapa harus marah sampai kaya gini?" ujarku

Tarisha memicingkan mata, "Kok kamu marah sama aku, sih?"

"Aku engga marah," sergahku

"Terus apa? Udah aku mau pulang, cape aku sama kamu," ujarnya dan langsung pergi

Aku memilih untuk tidak mengejarnya dan membiarkan dia pulang sendiri karena kepalaku rasanya mau pecah. Setidaknya aku harus menenangkan diri disini untuk beberapa saat sebelum pulang.

Tarisha pernah berkata bahwa dia ingin aku menjadi pacar yang selalu berorientasi kepadanya. Sayangnya, aku tidak bisa memenuhi keinginannya itu meskipun aku mencintainya.

Lagi, aku memikirkan ucapan Mama kemarin. Dengan sikap Tarisha yang seperti itu, apa aku bisa mengajaknya untuk membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius?

"Hi, capt! Engga nyangka ketemu lagi disini"

Aku mendongak dan mendapati si perempuan sinting berdiri di seberang meja.

"Kamu ngikutin saya?" selidikku

"Jangan ge-er ya, tadinya saya belanja di mall ini. Karena lapar makanya saya mampir kesini buat makan," ujarnya sambil menunjukkan beberapa paper bag di tangannya

"Saya duduk sini, ya?"

"Kamu cari tempat lain saja, saya sedang ingin sendiri," cegahku

Perempuan itu mendengus, "Look around. Semuanya penuh dan hanya tempat ini yang tersisa, jadi mau tidak mau kamu harus mau satu meja dengan saya"

Aku mendecak sebal karena memang tidak ada hal lain yang bisa ku lakukan selain membiarkannya duduk di depanku.

"Kapten kenapa? Diputusin pacarnya, ya?" tanyanya setelah membuat pesanan

Aku mendelik, "Enak saja, saya engga diputusin!"

"Pacar kapten yang di restoran tempo hari, kan?" tanyanya lagi

Aku mengangguk, "Kenapa? Mau bikin masalah lagi?"

"I just think that she's toxic"

"Sok tahu"

Dia menggeleng, "Saya sempat mendengar pertengkaran kalian dan dari situ saya tahu kalau pacar kapten itu toxic. Kapten engga nyadar?"

"Sebenarnya mau kamu apa? Motivasi kamu ngaku jadi pacar simpanan saya apa?"

"Dua tahun lalu saya pernah bersumpah kalau di usia 30 saya belum menikah, saya akan menikah sama random man. Saat di restoran tempo hari itu, saya bilang bahwa laki-laki pertama yang masuk ke restoran sepuluh menit setelah saya ngomong adalah si random man yang akan saya nikahi. Eh, taunya kapten yang datang. Jadi, saya mau kapten menikah dengan saya"

Aku terbatuk mendengarkan ucapannya barusan. Dia benar-benar sinting.

"Sekarang saya yang tanya. Motivasi kapten bertahan sama perempuan toxic apa?"

"Karena saya cinta sama dia"

Perempuan itu tertawa, "Cinta? Cinta doang kalau engga bahagia ya percuma"

"Saya bahagia," tegasku

Perempuan itu kembali tertawa, "Jangan bohong. Saya berani taruhan kalau kapten habis bertengkar sama pacarnya. Udahlah kapten, daripada terus-terusan tersiksa punya pacar toxic mending sama saya saja"

Aku mendengus. Bukannya tenang, kepalaku justru makin berdenyut karena berdiam diri disini sambil mendengarkan ucapannya. Jalan pikirannya itu benar-benar tak bisa ku pahami.

My Perfect Random ManWhere stories live. Discover now