Part 1 : Nightmare

6K 335 0
                                    

Kirana

Aku mengerang pelan sembari menggapai ponsel untuk mematikan alarm sialan itu dan kembali menggulung diri dalam selimut. Rasanya begitu nyaman membuat mataku makin terasa berat.

Namun, baru saja akan kembali terlelap, ponsel sialan itu kembali berbunyi. Kali ini adalah telepon dari salah satu dokter magang di rumah sakit tempatku bekerja.

"Dokter, Anda dimana?" 

"Rumah," jawabku malas

"Bisa Anda ke rumah sakit sekarang? Profesor minta Anda menggantikan salah satu operasi beliau pagi ini"

Aku hanya mendengung singkat lalu mematikan telepon itu.

Dengan berat hati aku menyibakkan selimut dan bangkit duduk. Kepalaku terasa berat, dorongan untuk kembali tidur begitu besar mengingat sebenarnya hari ini adalah hari liburku. 

Namun, inilah resiko pekerjaanku. Meskipun ingin rasanya menikmati waktu libur, aku harus selalu siap kapan saja jika meja operasi membutuhkanku.

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Sepasang lingkaran hitam terlihat jelas di sekeliling mata membuatku harus kembali mengoleskan concealer untuk menutupi mereka. 

Ketika meletakkan concealer itu kembali ke tempatnya, tanpa sengaja mataku bersibobrok dengan kalender kecil di atas meja. 

Hari ini hari ulang tahunku yang ke-30. Dan aku masih belum juga menikah.

Jangankan menikah, pacar saja tidak ada. 

Itu juga yang membuatku terjaga hampir sepanjang malam. 

Tepat tengah malam tadi, ketiga sahabatku menghubungiku untuk mengucapkan selamat ulang tahun sekaligus mengingatkanku pada sumpah serapah bodoh yang aku buat dua tahun silam.

"Engga baik mengingkari sumpah, Rana. Lo bisa kena karma"

Ucapan Lyra semalam masih terngiang di kepalaku. 

Aku menghela napas berat sambil mengutuk mulutku sendiri yang suka sembarangan bicara. Aku menggigit bibirku ragu, haruskah aku benar-benar menikah dengan seorang random man?

***

Mati-matian menghindari ketiga sahabatku itu, aku justru harus bekerja dengan Miranda yang menjadi ahli anestesi pada operasi ini. Tentu saja ia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali mengusiliku.


"Jangan lupa traktirannya and the most important thing is go get a gorgeous random man!" kata Miranda disertai tawa di akhir ucapannya

Aku memutar bola mataku jengah, dari sebelum operasi sampai selesai operasi dia terus saja membahas hal ini. Beruntung ia masih tahu diri untuk tidak membahasnya selama operasi berlangsung.

"Rana"

Mendengar namaku dipanggil, aku menoleh dan mendapati Rico berdiri beberapa meter di belakangku. Dia berjalan mendekat dan berhenti tepat di depanku.

"Selamat ulang tahun, semoga kamu selalu bahagia," ucapnya sambil mengulurkan tangan

Aku tertegun selama beberapa saat hingga tak menghiraukan uluran tangannya sampai Miranda menyikut lenganku. Dengan gugup aku menyambut uluran tangannya.

"Thanks," ucapku pelan

Dia melepaskan jabatan tangannya dan pamit pergi sementara mataku masih tetap mengikuti langkahnya. 

"Wow, Rico masih ingat ulang tahun lo," ujar Miranda

"Boleh engga sih kalo random man-nya Rico aja," cicitku yang langsung mendapat cubitan keras dari Miranda

My Perfect Random ManWhere stories live. Discover now