Overwhelm

831 152 27
                                    

"Kami tidak punya bangunan untuk tamu menginap karena memang tidak pernah ada tamu. Jadi aku hanya bisa memberikanmu ini."

Seokjin melihat sekeliling. Ia berada di sebuah klinik di desa itu yang kebetulan memiliki tempat menginap untuk dokter yang bertugas. Tapi klinik itu kosong. Mungkin karena tidak ada dokter dan tak pernah ada yang sakit. Ranjang-ranjang pasien pun berderet rapi seolah tak pernah ada yang menempati, dan mungkin itu benar.

"Ini sudah cukup. Terima kasih." Seokjin melempar senyum pada Jimin. Dibukanya jaket tempur dari tubuhnya. "Dan mungkin aku juga bisa membantu mengobati yang sakit di sini. Berhubung aku juga ahli di bidang itu."

Jimin membalas senyumnya. "Boleh, walau kami memang tidak pernah ada yang sakit."

"Itu juga tidak apa-apa." Seokjin kembali melihat sekeliling, mulai membayangkan ingin mengatur tempat tinggal barunya akan menjadi seperti apa. "Mungkin nanti aku bisa membangun rumahku sendiri, jika bisa."

"Akan kusampaikan pada Namjoon. Tapi menurutku bisa-bisa saja. Sudah kubilang, kau disambut dengan hangat di sini. Namjoon dan Hoseok tak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman. Mereka hanya tidak terbiasa dengan pendatang." Jimin mengusap lengan atasnya. Pandangan penuh maaf tertuju pada Seokjin yang bersandar di tepi salah satu ranjang klinik.

"Aku paham. Wabah ini memang membuat semua orang sensitif. Seperti aku yang tidak mau bergabung dengan pack kalian."

Jimin menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. "Tidak sedang wabah pun pasti tidak akan ada yang mau. Pack memang persoalan yang sensitif."

Taehyung sudah berlari-lari di dalam sana sejak mereka sampai. Ketika ia menggesekkan tubuhnya ke kaki Jimin, sang omega hanya mengusap lembut kepalanya.

"Ayo, Tae. Mari kita beri waktu untuk Seokjin beres-beres. Setelah itu kita akan makan malam bersama."

Tepat setelah Jimin katakan itu, Taehyung langsung melompat menghindar agar Jimin tidak menggendongnya pergi. Ia melingkari dua kaki Seokjin sembari memberi tatapan serius pada Jimin, pertanda menolak pergi.

Jimin tertawa tak percaya. "Kau ingin di sini? Tae, kau bisa mengganggunya jika terus-terusan di sini."

Tersinggung, Taehyung langsung menggonggong dan menggeram. Hal itu membuat Jimin mengerutkan kening tidak suka. "Hei, kau tidak boleh menggeram di depanku!" Jimin menunjuk dengan marah.

"Tidak apa-apa, Jimin." Seokjin meredakan amarah Taehyung dalam sekejap ketika Seokjin menggendong serigala itu tanpa beban. "Mungkin aku memang sedang butuh teman."

Jimin menatap bagaimana serigala yang didekap berusaha mengendus dan mengoleskan leher pria yang menggendongnya oleh baunya sendiri, walau Seokjin tahu yang lebih baik dan menahan kepala serigala itu agar tidak berlaku kelewatan. Scenting bukan hal sepele. Tapi Taehyung terang-terangan menunjukkan bahwa ia ingin melakukan hal itu walau ia adalah seekor serigala.

"Oke, baiklah. Selama kau baik-baik saja." sekali lagi Jimin menatap ke dalam wajah Taehyung dan serigala itu menggeram lagi. Jimin pun memutar bola matanya malas.

"Aku akan menjemputmu untuk makan malam nanti. Dah." Jimin melambai pergi. Ia tinggalkan Seokjin di sana bersama Taehyung yang bahagia.

Seokjin habiskan hari itu untuk membereskan semua keperluan hidup dan penelitiannya. Ia membuat laboratorium mini di belakang klinik. Taehyung dengan senang hati membantu sesuai dengan kemampuannya walau Seokjin kebingungan bagaimana bisa seekor serigala bisa mengerti ketika diminta ambilkan palu atau bor.

Tapi Seokjin memutuskan untuk tidak begitu penasaran. Pekerjaannya selesai dengan cepat, tepat saat matahari turun.

Jimin kembali sesuai dengan yang ia janjikan. Setelah Seokjin bersih-bersih dan mengganti pakaiannya ke dalam baju yang lebih layak, ia dibawa menuju alun-alun.

[taejin] ZOMBIE.ZIPWhere stories live. Discover now