Chapter -28- LOVING U

578 32 2
                                    

Mega pov

"Bapak, di luar masih ada pasien yang menunggu. Katanya sih, orang tuanya, temen bapak SMA. Dia mau periksa, bapak bisa terima?" ujar asisten perawatku. Prihatin melihatku saat ini.

Tentu saja, semua orang tahu tentang keadaanku. Karena banyak saksi yang melihat kejadian saat Yuki meminta putus. Semenjak menjadi pacarku, banyak perawat dan dokter juga mengenal Yuki. Karena hampir tiap hari dia datang hanya untuk sekedar makan siang atau bertemu denganku di sela jam les-nya.

Ditambah lagi Yuki yang sakit, dan hampir sebulan lebih di rawat disini. Mereka mengenal Yuki sebagai pacarku yang sakit. Hampir setiap mata yang bertemu denganku selalu dengan pandangan kasihan. Ditambah lagi kini Yuki menghilang.

"Siapa?" tanyaku akhirnya, setelah berhasil melenyapkan amarahku, walaupun belum sepenuhnya. Paling tidak aku ingin bersikap professional dalam pekerjaanku.

"Namanya ibu Dhini, pasiennya namanya Gilang Putra.!" Jawab Asistenku. Aku mengangguk menyetujuinya. Sepertinya aku pernah dengar nama Dhini?

Asistenku keluar, tak lama dia kembali dengan pasienku. Seorang ibu muda yang terlihat sedikit berisi, gemuk pasca melahirkan, masuk dengan bayi mungil dalam gendongannya.

"Hai!" sapanya, mataku mengerjap. Bagaimana aku bisa lupa. Ibu itu adalah Dhini, sahabat Yuki. Aku mempersilahkannya untuk duduk. Bersikap seprofesional mungkin.

Tapi hati kecilku berteriak mengumpat otakku yang lambat. Kenapa tidak pernah terpikir olehku untuk menghubungi kedua sahabat Yuki saat SMA ini. Dan bukannya mereka berhubungan lagi setelah Reuni. Dan bukannya dulu Yuki pernah mengajak dia menemui sahabatnya yang melahirkan. Dhini kah dia?

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku resmi.

"Ih Mega, nggak usah resmi gitu, kayak sama siapa aja!" ujarnya blak-blakan. Aku tersenyum, badanku merileks walaupun sejujurnya aku ingin segera bertanya. Tapi keberadaan asistenku yang mendampingi menuntutku untuk bersikap professional.

"Iya deh, apa kabarnya nih! Itu anakkmu?" tanyaku basa-basi.

"Baik, kamu sendiri?"

"Baik! Ngomong-ngomong, ada yang bisa aku bantu nih. Lama nggak ketemu sudah jadi ibu ternyata!" ujarku. Dhini menimang-nimang lembut bayinya.

"Mau cek kesehatannya si kecil. Sekalian ganti dokter anak. Dokter yang biasanya pindah tugas ke Bandung. Sekalian deh kesini, dapet refrensi dari Yuki.!" Dhini nyengir. Tubuhku menegang saat mendengar dia menyebut nama Yuki.

"Memangnya ada masalah apa?"

"Ini nih. Si kecil agak rewel dari semalam. Padahal nggak demam. Aku jadi khawatir!" ujarnya, menatap bayinya dengan sayang.

"Sini biar aku periksa dulu!" aku bangun, menghampirinya. Di bantu asistenku, aku menerima bayi yang diulurkan kepadaku. Sangat mungil dan menggemaskan, tubuhnya mulai terlihat gempal. Biasanya pasien bayi, asistenku yang mengurus, dari menimbang badan dan meletakkanya di ranjang periksa. Tapi kali ini semua aku yang lakukan. Entah kenapa, senang rasanya melakukan hal ini. Seandainya yang aku gendong adalah bayiku?

Bayiku? Pantaskah aku memikirkannya? Jika hal inilah yang menjadi alasan Yuki pergi dariku. Apakah aku harus memilih antara masa depan yang cerah bersama keluarga yang utuh yang suatu saat akan aku miliki atau dengan Yuki, yang mungkin saja tidak memiliki masa depan yang indah bersamany?

Seperti kata Sundari?

Tidak! Bersama Yuki, masa depanku selalu indah. Ada atau dengan tidak adanya tawa anak-anak yang mengiasi rumah kami. Aku akan bahagia bersamanya, dengan cara kami.

I Love You DocterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang