Chapter -25- KARENA AKU MENCINTAINYA

607 30 6
                                    

Yuki pov

"Kak Yuki mau Operasi!"

Akhirnya aku mengatakannya. Aku sudah memikirkan semuanya. Tentang 50:50 itu. Tentang aku akan hidup atau aku akan mati. Paling tidak aku sudah berusaha. Tuhan yang memutuskan aku hidup atau mati. Aku tidak ingin mengecewakan semua orang karena egoku. Aku tidak ingin membuat Mega-ku sedih. Walaupun aku tahu, hati kecilku masih takut dengan kemungkinan 50% itu.

"Kamu yakin, Ki?" Kak Yuri meninggalkan pekerjaannya di sofa tamu. Bergegas mendekatiku. Aku mengangguk pelan. Jujur aku nggak yakin dengan keputusanku.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba? Apa kamu merasa sakit? Dadamu sakit?" tanya kak Yuri bertubi-tubi.

Aku meraih tangannya, menggenggamnya. Menatap matanya, manik matanya sewarna mataku, mencari kekuatan disana. Kekuatan untukku bertahan. "Kak, Yuki baik-baik saja. Nggak ada yang sakit. Bukannya kalian ingin Yuki operasi? Yuki mau kak. Yuki mau dioperasi."

Air mata Kak Yuri menetes, terisak kecil. Dia memelukku. Itu air mata bahagianya. Semoga saja itu air mata bahagianya. Akhirnya aku memutuskan sesuatu yang mereka harapkan paling tidak, keputusan ini menyenangkan mereka.

"Sebentar ya. Kakak akan ketempat Dokter Atmaja dulu. Kakak mau bilang kalo kamu mau dioperasi. Dia bilang, sebelum kamu dioperasi, kondisimu harus di cek dulu. Ya?"

Aku mengangguk. Setelah kak Yuri merapikan semua berkas-berkasnya, dia pergi menemui Dokter Atmaja. Tampak antusias dan lebih bersemangat.

Kembali aku merebahkan badan. Hari ini, aku merasa sangat sehat. Bugar seperti dulu. Mungkin itu adalah keputusanku yang tepat. Bebanku hilang, dan aku merasa sehat.

Paling tidak, itu keputusanku yang terbaik!

***

Tidurku lelap. Kak Yuri pergi sejam yang lalu, setelah datang dari ruang Dokter Atmaja. Tersenyum karena keputusanku. Aku memintanya untuk tidak menghubungi Mega. Aku ingin dia focus pada pekerjaanya dulu. Dan penyakitku ini sudah menyita terlalu banyak waktunya. Aku sendirian di kamar ini.

Benarkah?

Tapi kenapa aku tidak merasa sendirian? Aku merasa ada orang lain disini. Memperhatikanku. Aku membuka mata.

Senyum angkuh Sundari menyambutku. Sundari duduk di kursi samping ranjangku. Kakinya disilang, begitu anggun dan penuh percaya diri. Ditambah kini dia mengenakan jas putih dokter, seperti Mega. Secuil rasa iri muncul didadaku.

"Akhirnya lo bangun juga!" cibir Sundari, bangkit dan berjalan mendekatiku dengan anggun sekaligus angkuh. Kenapa dia tidak jadi model saja? Apa yang ada pada dirinya, menunjang semua itu.

"Mau apa?" tanyaku, bangun, mengubah posisiku menjadi duduk. Mega sudah menjelaskan kejadian beberapa minggu yang lalu. Kejadian dimana akhirnya aku collaps dan Mega mengetahui semuanya, penyakitku.

Mega mengatakan alasan Sundari melakukan hal itu padaku, memisahkan kami berdua. Mega terlihat merasa bersalah, menurutnya Sundari hanya salah paham, salah mengartikan sikap Mega padaku. Dan sikap Sundari hanyalah demi melindungi sahabatnya. Mega ingin aku memaafkannya.

Tapi Mega tidak menyadarinya, karena perasaan pria tidak sesensitif wanita. Bagiku itu bukan alasan yang tepat. Aku merasa jika Sundari menyukainya. Sundari jatuh cinta pada Mega.

Aku tidak akan marah pada Mega. Hanya saja gadis itu Sundari. Mimpi burukku. Orang yang menyebabkan kami berpisah karena salah paham itu. Orang yang tega membohongiku.

Aku tahu Mega mencintaiku. Tidak perlu dipertanyakan lagi. Hanya saja, melihatnya memeluk Sundari, aku tidak suka. Aku benci. Karena yang dia peluk adalah Sundari. Bukan berarti aku suka jika Mega memeluk wanita lain. Tentu saja aku tidak suka. Aku cemburu. Terlebih lagi, jika dia, Sundari.

I Love You DocterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang