Chapter -23- KEHILANGAN

629 31 2
                                    

Mega pov

Walaupun terasa berat meninggalkan Yuki di rumah sakit. Tapi akhirnya aku pulang. Aku mengikuti semua keinginan Yuki, aku mengganti pakaian kerjaku, mandi dengan bersih, bukan berarti selama Yuki dirawat aku tidak pernah mandi, aku mandi di kamar mandi ruang VVIP Yuki dengan fasilitas seadanya.

Aku mencukur rambut-rambut tipis yang mulai tumbuh di sekitar wajahku. Jenggot yang mulai tumbuh karena seminggu ini aku tidak pernah mencukunya. Teringat Yuki yang menyebutku monyet. Bukannya aku tidak suka Yuki menyebutku begitu, tapi aku tahu jika itu adalah ungkapan protes atas penampilanku selama dia sakit. Aku memandang wajah di cermin dihadapanku, wajahku. Terlihat lelah dan menyedihkan. Aku mengenali pancaran mataku di bayangan cermin itu, aku ketakutan.

Tidur. Berbaring diranjangku yang empuk dan nyaman. Bukan di ranjang untuk penunggu pasien di ruang inap Yuki, yang lumayan keras. Sebisa mungkin aku merasa nyaman dan tenang. Berusaha istirahat, melupakan semua hal semalam saja. Seperti kata Yuki, aku bisa menemuinya besok. Tapi, bahkan ranjang empuk ini tidak membuatku nyaman. Aku berguling-guling mencari posisi tenang. Posisi senyaman mungkin. Posisi yang membuatku segera terlelap.

Tidak. Mana mungkin aku bisa tenang. Meninggakan Yuki sebentar saja, aku tidak akan bisa tenang. Aku terlalu ketakutan. Takut akan kehilangan Yuki. Memang seminggu ini Yuki tidak sekalipun mengalami serangan. Tapi Om Atmaja belum mengijinkannya pulang, artinya keadaannya belum baik-baik saja.

Berkali-kali aku melirik kunci mobil di atas nakas, menahan godaan untuk kembali kerumah sakit. Kutahan niatku untuk kembali kerumah sakit. Aku tahu jika hal itu aku lakukan, maka Yuki akan terluka. Aku mengenal Yuki untuk tahu jika dia tidak ingin menjadi beban untukku, tapi berada jauh darinya di saat-saat seperti ini, membuatku takut, waktu terus berjalan, dan pikiran-pikiran itu selalui menghantuiku. Aku takut kehilangan Yuki kembali.

Sebaiknya aku tidur, jika tidak ingin mendengar Yuki mengomel karena kantung matakau yang semakin terlihat jelas. Dan semakin membuatnya khawatir.

***

Baru saja.

Baru saja aku terlelap, tiba-tiba ponselku berdering kencang, mataku terasa berat untuk dibuka. Ya tubuhku tidak bisa berbohong, aku kelelahan. Dan tubuh ini membutuhkan istrahat.

Dengan mata yang berat, aku berusaha focus dengan identitas si penelpon. 'Rumah Sakit' itu yang terbaca oleh mata ngantukku. Kantukku lenyap. Penasaran dan takut menyergap. Dulu, jika ada telpon dari Rumah Sakit di malam hari, dipikiranku adalah salah satu pasienku dalam kondisi darurat atau kritis. Sekarang, ada kemungkinan lain, Yuki. Aku memasukan nomor telponku sebagai nomor yang harus dihubungi rumah sakit jika terjadi sesuatu pada Yuki.

Walaupun lama kupandangi, ponselku terus bordering. Kudekatkan ponselku ketelinga. Mendengarkan suara operator rumah sakit di sana. Kata-katanya membuatku jantungku seolah berhenti. Secepat kilat aku bangkit dari ranjang, mengganti bajuku, mengamil kunci mobil, dan pergi menuju rumah sakit.

Terjadi sesuatu pada Yuki. Yuki-ku. Mereka mengatakan jika jantungnya...

***

Jantung Yuki sempat berhenti berdetak dua kali, saat mereka berusaha membawa Yuki kembali.

Inilah yang aku takutkan. Kehilangan Yuki. Baru beberapa jam aku pulang, baru beberapa jam aku meninggalkannya. Dan inilah yang aku dapat, kabar jika Yuki kembali mengalami serangan. Mereka hampir terlambat menolongnya, untung saja Yuki sempat menekan tombol darurat, jika tidak, Yuki akan...., Yuki akan....

Seharusnya aku tidak pulang, seharusnya aku menungguinya semalam, sama seperti malam-malam biasanya. Jika saat ada aku dia mengalami serangan, ada aku yang akan membantu. Dia tidak akan seperti ini. Sendirian menahan sakit.

I Love You DocterWhere stories live. Discover now