Chapter -27- LOST

535 31 2
                                    

Yuki pov

"Yuki, mendingan kamu masuk dulu!"

Aku menoleh kebelakangku, untuk kesekian kalinya Arani memintaku masuk. Aku menggeleng kembali menatap pemandangan dihadapanku. View Danau Beratan di malam hari begitu indah. Gelapnya malam memperjelas kemilau bulan yang memantul di danau.

"Sudah malam, di luar dingin!" katanya lagi. Aku bergeming masih menatap pemandangan dihadapanku. Sesungguhnya aku tidak memperhatikan pemandangan di hadapanku. Pikiranku kosong.

Bedugul merupakan salah satu dataran tinggi di Bali. Terkenal karena view-nya bagus. Dan udara disini terkenal dingin, bahkan disiang bolong masih menggunakan jaket. Apalagi di malam hari, suhunya sangat dingin. Sedingin air es di kulkas. Untuk mandipun tadi, aku menggunakan air hangat yang memang tersedia di villa ini. Aku hanya berlindung dibalik jaket Hoodie ku.

"Ada apa?" akhirnya Arani ikut duduk di sampingku, sama-sama memandang indahnya danau dihadapan kami.

Entah apa yang aku pikirkan, pertama meminta putus dari Mega, kemudian tidak menghiraukan kehadirannya dan akhirnya kabur. Kabur begitu saja hanya membawa dompet, smartphoneku dan beberapa barang penting.

Aku tidak menyangka jika acara kaburku begitu mudah. Keluar melalui jalur bebas di depan UGD. Beberapa orang yang merawatku dan mengenalku menyapa, tapi mereka tidak menghentikan kepergianku.

Sengaja aku menarik sejumlah uang di tabunganku melalui ATM yang tak jauh dari Rumah Sakit. Mengambil uang sebanyak mungkin. Aku tidak ingin mereka melacak keberadaanku, melalui jalur transaksiku. Aku tidak ingin ada orang lain yang tahu jika aku disini.

Arani? Bukankah aku pernah bilang jika dia meneruskan usaha keluarganya di luar kota? Disinilah aku menyewa salah satu villa milik keluarga Arani. Dan dia yang mengurus belasan villa di sekitar Danau Beratan, Bedugul. Membayarnya di muka untuk seminggu kedepan. Aku memintanya untuk mengantarku membeli beberapa potong pakaian dan ponsel baru yang berharga murah. Aku mematikan smartphone-ku.

"Makan gih! Aku sudah siapin!" Aku meminta Arani untuk melakukannya, menyiapkan makanku selama aku menginap. Tapi aku sedang tidak nafsu makan. Aku hanya makan sebungkus roti dari pagi.

Lapar? Ya aku sangat lapar. Tapi otakku tidak juga memerintahku untuk makan, padahal cacing diperutku sudah menjerit minta di beri makan.

"Dhini apa kabarnya?" tanyaku dengan suara serak, lemah karena seharian ini aku lebih banyak diam. Alih-alih menjawab ajakan makanannya, aku bertanya tentang sahabatku yang satu lagi. Dhini. Tetap memandang Danau.

"Sehat!" jawabnya, kaget saat akhirnya aku bersuara.

"Bayinya sudah lahir kan sekarang?" pertanyaanku, memicu kembali bibit kesedihannku.

Aku merasa Arani mengangguk, walaupun aku tidak memandangnya saat ini. "Iya, bulan lalu, katanya sih agak telat gitu. Tapi dia sama Beby-nya sehat kok. Kamu belum kesana?"

Aku menggeleng pelan.

"Mau liat fotonya? Inih aku bawa!" ujarnya, aku menoleh melihatnya merogoh kantong jaketnya, mengambil ponsel nya. Dia membuka fitur di ponselnya, memperlihatkan padaku foto bayi mungil yang menggemaskan. Bayi itu masih mungil dan rapuh. Kulitnya putih kemerahan. Belum bisa dikenali mirip ayahnya atau ibunya.

"Beby-nya cowok!" ujarnya menutup ponselnya, kembali memasukkannya ke kantong jaketnya.

Bagaimana bisa aku menjenguknya. Aku sudah mendapatkan kabar itu dari Dhini, hanya saja saat aku ingin mengajak Mega ketempat Dhini, selalu tertunda. Dan akhirnya aku collaps.

"Kamu kapan mau nyusul Dhini?" tanyaku, kembali menatap Danau Beratan. Bayangan bulan di permukaan danau sangat Indah.

"Masih nyari calon. Lagian aku sibuk sama bisnis Ayah semenjak dia mendadak stroke tahun lalu!" Disampingku, Arani menghela nafas. Dia sibuk mengurus bisnis ini sehingga tidak sempat untuk berpacaran.

I Love You DocterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang