Chapter -5- IT'S ABOUT HEART

832 43 2
                                    

Pukul 10 malam, tiba-tiba Mega menerima telpon darurat dari Rumah Sakit. Karena tidak ada yang bisa dihubungi, jadilah dia yang dipanggil. Tanpa bertanya macam-macam, Mega langsung berangkat menuju Rumah Sakit.

Setibanya di sana Mega langsung menuju ruang UGD, dan yang ditemuinya disana seketika membuat pikirannya kosong. Yuki menangis, panic. Melihat Mega datang, Yuki berlari memeluknya.

"Azka... Azka..." kata Yuki terbata bata "Tadi Azka mendadak kejang, bibirnya membiru, aku nggak tau harus gimana, Kakak ada acara Fasion Show, cuman ada aku dan Azka di rumah"

Mega bergerak mendekati tempat tidur Azka, perawat tadi sempat menjelaskan kondisi Azka. Kini Azka kembali harus dirawat inap. Kondisi Azka cukup menghawatirkan, kini dia harus menggunakan alat bantu pernafasan. Tiba-tiba aku mendengar keributan di luar, aku keluar dan mendapati Kakak Yuki marah-marah.

"Kamu gimana jaga Azka, kakak nitipin Azka ke kamu karena kakak yakin kamu bisa jaga Azka!!!" teriak Yuri marah besar, tangan terayun menampar Yuki, Yuki hanya bisa menunduk memegang pipi bekas tamparan yuri dan menangis.

"Kakak kan sudah pesen, Azka nggak boleh capek, Azka nggak boleh banyak gerak, Azka nggak boleh banyak main, Azka nggak boleh makan sembarangan. Tapi kamu malah ajak dia jalan-jalan sampe kelelahan, kamu ijinin dia makan es cream. Mana janji kamu yang akan jaga Azka!!!"

Jujur aku bingung dengan kata-kata Yuri, aku mendekati mereka, berusaha menghentikan keributan, saat ini sudah larut malam, malu dengan pasien lain yang ingin istirahat. Kusentuh bahu Yuki, tubuhnya bergetar karena menangis, saat ku sentuh dia langsung berbalik memelukku. Tangisnya semakin keras.

"Azka... Azka... Azka-nya Bunda...."

"Kalo kamu memang Bundanya Azka, harusnya kamu jaga dia, bukan teledor begitu. Kakak titip Azka karena kakak percaya kamu bisa ngerawat anak kakak dengan baik. Kakak diam aja ngeliat Azka lebih manja sama kamu, kakak diam aja ngeliat kamu yang nganggap Azka milik kamu, tapi hari ini kakak kecewa. Kenapa kamu...."

Yuri akhirnya pasrah, tidak melanjutkan kata-katanya tadi. Dia meninggalkan Yuki, masuk keruangan UGD tempat Azka dirawat.

Mungkin saat ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan ini, tapi kata-kata Yuri tadi seolah-olah Azka adalah anak Yuri, bukan Anak Yuki.

***

Author pov

"Azka.... Azka.... Hhmm .... Azka sebenarnya sakit apa?" Tanya Yuki tiba-tiba, berusaha memfokuskan pikirannya. Omelan kakaknya terasa lebih sakit dari pada tamparan yang diterimanya tadi. Jantung Yuki berdebar cukup kencang, memandang lekat-lekat manik hitam pria dari masalalunya, dia harus mendongak cukup tinggi, mengingat tingginya hanya sedada Megadhana. Ada yang tidak beres baginya.

Kini Yuki dan Mega saling memandang, waktu seakan terhenti sesaat. Tidak ada yang bersuara, tidak ada yang berusaha memutuskan kesunyian ini. Mega menatap Yuki, tenggelam dalam manik coklat tua Yuki, hal yang dulu pernah dia sia-siakan.

Yuki bisa saja bertanya pada kakaknya, tapi saat dulu Azka di rawat inap, kakaknya hanya menjawab sakit biasa. Tapi yang dilihatnya hari ini, bukanlah sakit biasa. Wajah pucat Azka, dan obat-obatan di laci nakas, itu bukan obat demam biasa. Kakaknya tidak ingin memberitahukannya.

"Azka sakit apa? Kenapa nggak ada yang mau ngasih tau dengan jelas kenapa Azka hanya karena makan es cream, hanya bermain seperti itu sampai tiba-tiba seperti ini?!" Yuki mulai nggak sabar.

Mega tetap bungkam, pemikiran bahwa keluarganya ingin merahasiakan keadaan Azka dari Yuki agar tidak khawatir menari-nari dikepalanya.

"Mega...!!!" Yuki mengguncang tubuh Mega sekarang, pria yang dihadapanya tidak bergeming. Yuki guru SD, mempelajari berbagai macam ekspresi anak, anak yang berbohong, jujur, anak yang bermasalah, yang aktif bahkan yang menyembunyikan sesuatu, seperti wajah Mega kali ini. "Mega!!!"

"Ikut keruanganku saja, tidak enak dilihat orang" ujar Mega dingin tanpa ekspresi. Tindakan Yuki barusan, mengingatka kejadian dulu saat Mega bergeming, tidak mau mendengarkan penjelasan Yuki. Ingatan itu spontan membuatnya membeku, ditambah Yuki yang hampir menangis. Dadanya terasa sesak.

***

Mega pov

Aku memandang lekat-lekat wajah sedih dihadapanku. Yuki yang walaupun berusaha untuk tegar, tapi aku cukup mengenalnya, air matanya tidak akan pernah bekerjasama dengannya. Air mata itu mengalir terus walaupun berusaha ditahannya.

"Mengenai kondisi Azka, bukankah sebaiknya kamu tanya pada keluargamu? Kami sudah menjelaskan kondisi Azka secara rinci...."

"Mereka nggak ada yang mau jujur, setiap ditanya cuman bilang Azka baik-baik aja, Azka cuman sakit biasa, cuman drop karena cuaca yang kurang bersahabat, tapi hari ini... hari ini tiba-tiba dia kejang... dan kakak tiba-tiba semarah itu..."

Dengan wajah bingung bercampur panik Yuki berjalan kearah jendela ruangan praktekku di Rumah sakit ini. Jendela yang memperlihatkan langit malam. Ini sudah tengah malam, Rumah sakit tampak mencekam di malam hari. Mau tak mau aku mengikutinya. Berdiri disampingnya, mempertimbangkan apakah aku harus menjelaskannya atau tidak, pilihan untuk merahasiakan keaadan Azka dari Yuki, tentu saja ada alasannya. Tapi melihat Yuki yang begitu rapuh disisiku, aku merasa dia berhak tau keadaan Azka, Azka-nya Yuki.

"Azka ditangani 2 dokter sekaligus" kataku akhirnya menjelaskan, setelah hampir 10 menit berdiri memandang langit malam. "Saya dan Dokter Atmaja"

Gadis disampingku tiba-tiba membeku mendengar identitas dokter yang merawat Azka. Mata bulat Yuki menatapku tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Dokter Atmaja...Dokter spe..si..alis...jan...tung" katanya gemetar, berusaha memastikan jika nama yang aku sebut tadi adalah orang yang di kenal. Aku mengangguk membenarkan.

Aku kembali ke meja kerjaku, meninggalkan Yuki yang masih berdiri di samping jendela, aku membuka file-file pasienku, menatap kosong file-file ini.

"Kami menemukan ada lubang sebesar jarum di jantung Azka, kami masih melakukan observasi, apakah perlu dilakukan operasi atau tidak. Mengingat umur Azka masih kecil, dan tubuhnya yang cukup lemah!"

Tanpa aku sadari, Yuki luruh, badannya ambruk mendengar penjelasanku. Aku yang mendengar bunyi benda jatuh, menoleh mendapati Yuki pingsan di lantai ruang kerjaku.

***

Yuki Pov

Rumah Sakit. Aku paling benci jika harus berhubungan dengan Rumah Sakit. Semua aku hindari jika berhubungan dengan Rumah Sakit. Siswaku yang sakit dan harus rawat inap-pun tidak kujenguk, memilih begitu dia keluar dari Rumah Sakit baru aku menjenguk.

Aku benci Rumah Sakit karena masa kecilku yang harus kuhabiskan dengan keluar masuk Rumah Sakit, semua karena penyakitku, bahkan di usiaku yang ke 12, aku harus menjalani operasi, karena tubuhku tidak mampu menanggulangi penyakitku lagi.

Dan disanalah aku mengenal Dokter Atmaja, Dokter yang setiap hari melakukan berbagai macam tes kesehatan jantungku. Dulu aku tidak mengerti, kenapa aku harus minum berbagai macam obat? Kenapa aku tidak boleh ikut pelajaran olah raga? Kenapa aku begitu mudah sakit? Kenapa aku diperlakukan berbeda dengan teman-temanku? Seiring waktu aku mengerti, bahwa aku sakit. Ada kerusakan pada klep jantungku, menyebabkan darah bersih bercampur dengan darah kotor, sehingga aku harus dioperasi dengan memasang klep pengganti.

Dan setelah itu aku menjadi sehat kembali. Bahkan tidak ada keluhan tentang jantungku lagi, dan aku mulai lupa kalau aku pernah sakit. Dokter Atmaja adalah dokter tampan yang ramah, tapi bukan dia yang menjadi alasanku ingin menjadi istri seorang dokter.

***

Ok cukup untuk hari ini. terima kasih

8/4/2020. Semangat #diemdirumahaja#

I Love You DocterWhere stories live. Discover now