Chapter -15- REUNI

654 29 0
                                    

Yuki pov

Hari ini jadwal periksa yang seperti aku dan Dokter Atmaja atur. Seharian ini aku tidak membalas satupun SMS yang masuk. Pada Mega aku beralasan jika hari ini sekolahku sibuk mempersiapkan penerimaan Siswa baru dan pengurusan siswa kelas VI yang akan memilih SMP favorit mereka.

Aku menjalani berbagai tes yang diminta dokter Atmaja, aku mengikutinya tanpa membantah sedikitpun. Beberapa tes itu sangat menyakitkan, terkadang aku menangis dan berharap Mega menemaniku.

Tidak! Mega tidak boleh tahu soal ini.

Aku keluar dari ruangan Dokter Atmaja, setelah dokter itu berjanji akan menghubungiku jika hasil tesku sudah keluar. Hasilnya akan keluar dalam beberapa jam, menurutnya.

Saat keluar, tidak sengaja ku berpapasan dengan orang yang paling aku rindukan sekaligus paling tidak ingin aku temui saat ini.

"Yuki!!!" sapa Mega kaget melihatku yang keluar dari ruangan dokter Atmaja. Aku membeku, tidak tahu harus bicara apa.

"Hai" balasku berusaha tersenyum.

"Kok disini? Katanya kerja?" Selidik Mega, melirik palang nama di atasku. Palang yang bertuliskan nama dokter Atmaja sebagai spesialis jantung.

"Sudah beres tadi, aku di suruh kak Yuri kesini, menemui dokter Atmaja. Belakangan ini Kak Yuri mulai sibuk dengan persiapan pindah ke Singapura, dia pengen ketemu Dokter Atmaja. Karena Dokter Atmaja juga sibuk, jadinya mereka nggak sempet ketamu. Jadi Kak Yuri nyuru aku." Dengan lugas aku berbohong.

Kuharap dia percaya dan tidak masuk kedalam untuk bertanya.

"Kamu mau kemana?" aku berusaha mengalihkan perhatian Mega dari ruangan Dokter Atmaja, mengaitkan tanganku di lengannya, dan berglayut manja. Dia tersenyum.

"Nggak, aku baru dari UGD, membawa beberapa data." Kami berjalan beriringan menuju ruang kerja Mega.

Ini pertama kalinya aku masuk ke ruangan ini, dengan menyandang status tunangan Mega. Aku suka pemandangan dari ruangan ini. View terbaik dari gedung ini menurutku. Dari sini aku bisa melihat kota Denpasar, di kejauhan terlihat atap-atap rumah yang tergolong rendah, terlihat seperti ribuan bukit Merah. Pohon-pohon tinggi yang masih hijau berdaun lebat.

Aku berkeliling, memperhatikan isi ruang kerja Mega. Membiarkan Mega bekerja dengan beberapa data-datanya. Di ruangan ini terdapat sofa dan meja tamu. Mungkin di khususkan bagi atasannya jika berkunjung. Aku meneliti pajangan yang menempel di tembok ruangan Mega. Banyak penghargaan yang di dapat Mega, foto-foto masa kuliahnya, dan bebrapa foto bersama pasiennya.

Tapi sebuah pajangan yang menarik hatiku. Selembar kertas bergambar barby, lengkap dengan bermacam-macam pakaian dan aksesorisnya. Di bungkus dalam bingkai kaca. Aku mengenalinya sebagai mainan baju-bajuan saat kecil dulu.

"Ini punya kamu?" tanyaku penasaran, Mega menoleh, sesaat aku menangkap raut sedih saat aku menunjuk pajangan ini. Mega bangkit, berjalan ke arahku. Memelukku dari belakang, menenggelamkan wajahnya di antara rambutku. Darahku berdesir merasakan sentuhannya, apalagi saat dia menciumi leherku, "Mega geli!"

"Kamu bau obat." Seketika aku membeku, aku berbalik. Tatapannya menyelidik. Aku menjalani beberapa tes tadi, jelas aja kini bau obat memenuhi badanku.

"Ini Rumah sakit Mega, apa yang kamu harapkan dariku, bau obat memenuhi gedung ini!" sekali lagi aku berbohong. Berharap dia percaya.

Mega mengedikan bahu, kembali melingkarkan kedua tangannya ke pinggangku, dia tersenyum nakal. Wajahnya terlihat mendekat, dadaku berdebar tapi bukan karena sakit.

Ciuman Mega menghapus jarak kami. Dia menciumku perlahan dan lembut. Mengecupku berulang ulang, kemudian melumat bibirku. Tubuhku terasa melayang kerena ulahnya.

I Love You DocterWhere stories live. Discover now