57

3K 156 7
                                    

***

Liyan berdiri membeku menatap punggung Raffi yang semakin menjauh meninggalkannya. Katakanlah dia jahat, karena kenyataannya memang begitu. Benar apa kata Raffi, dia memang tidak bisa memaksa seseorang untuk mencintainya. Gadis itu tersenyum kecut. Lahir sebagai anak tunggal sudah membuatnya menjadi anak manja. Dia sempat berfikir bahwa apapun yang dia inginkan bisa terpenuhi, padahal tidak. Mungkin bisa dalam bentuk materi, tapi untuk masalah hati kau harus mundur, Liyan. This is not your love dan not your day. Believe me.

'Gue harus minta maaf sama, Bunga.' Ucapnya dalam hati.

Dulu Liyan adalah gadis pertama yang menjadi teman Raffi. Liyan sangat mengenal Raffi karena mereka sudah tumbuh besar bersama sejak kecil. Liyan terkekeh mengenang masa kecilnya dulu, ia ingat betapa playboy-nya Raffi bahkan saat masih di sekolah dasar. Dia memang brengsek sejak dini.

Liyan memegang kepalanya sambil tertawa, mencoba mengingat semuanya. Our memories, our day, and our years, bersama Raffi. Dia memang gadis bodoh karena datang setelah sekian tahun dan tiba-tiba mejadi pengrusak hubungan orang lain, bahkan ia sudah mencelakai Bunga.

"Woy kimak! Gue tunggu lo balik lagi!" Teriak Raffi pada Liyan saat mengantar gadis itu ke bandara. Liyan mengacungkan kedua jari tengahnya. "Iya, tapi lo harus stop jadi playboy brengsek yang ngejar semua cewek!" Balas Liyan.

"Semua cewek bodoh itu kali yang ngejar gue." Balas Raffi. "Pokoknya pas gue balik lo harus gak jadi playboy lagi. Janji?"

"Ya, Janji."

But it's over, Liyan.

Raffi sudah menepati janjinya. Dia bisa melihat itu saat ini dari pancaran matanya. Dia sangat mencintai Bunga. Gadis baik itu lebih cocok bersama Raffi ketimbang dirinya. Ck, rasanya masih gak ikhlas sih, tapi mau gimana lagi?

Liyan masih ingat rasanya menghabiskan waktu bersama Raffi saat kecil. Mereka akan bermain PS saat malam minggu sampai menjelang pagi, lalu siangnya mereka akan pergi ke taman belakang rumah Liyan untuk bermain kuda. Andai saja dulu Liyan tidak mengikuti papanya ke Kalimantan, andai saja orangtuanya tidak bercerai, dan andai saja Liyan menyadari perasaannya sebelum ia meninggalkan Raffi, pasti semuanya tidak akan seperti ini.

Ini kehidpuan. Semuanya berjalan tidak selalu sesuai dengan yang kau inginkan. Manusia hanya bisa merencanakan.

***

Liyan sampai di kamar inap Bunga untuk kedua kalinya. Ia menatap sesaat pintu itu sebelum akhirnya menghela nafas dan memutuskan masuk.

"Jadi ini cewek yang udah bikin temen gue masuk rumah sakit?" Tanya Nissa garang saat Liyan masuk ke dalam kamar inap Bunga.

Gadis pirang itu menunduk. Kalau dipikir dia memang pantas diperlakukan seperti ini. Ingat kan rumus hidup, berperilaku lah sebagaimana kau ingin di perlakukan.

"Udah ah, Niss. Gue udah maafin Liyan." Ujar Bunga sambil memegang pundak gadis berambut hitam sebahu itu. Nissa menatap Liyan dengan tetapan mengintimidasi yang kelewat kentara, membuat gadis berambut pirang itu menciut.

"Kalo udah tau nyali gak sesuai sama sikap, gausah aneh-aneh kau pantek." Ucap Nissa datar. "Lo mau gue pukul hah?" Tanya Nissa sambil melayangkan tangannya. Namun tiba-tiba Nissa berhenti.

"Gue beneran gak sengaja, gue minta maaf banget." Ucap Liyan, wajahnya terlihat ketakutan. Sudah tahu kan? Aura seorang Zhara Anissa Diradinata memang mengerikan.

"Liyan, lebih baik lo pergi. Kita semua disini gabisa jamin lo gak bakal kenapa-kenapa kalau lebih lama disini." Ucap Riska, ia menatap iba gadis pirang itu.

Liyan mengangguk. "Gue minta maaf, Bung. Gue pamit dulu." Ucapnya. Ia menatap manik coklat tua Bunga dalam

"Udah sana lo, dasar setan!" Umpat Nissa dengan penuh emosi. Sementara Bunga? Ia hanya bisa memandang Liyan dengan tatapan sendu. Gadis pirang itu sepertinya sudah sangat menyesali semua perbuatannya.

"Udah ah, Niss. Liyan itu sebenarnya baik. Cuma ya-" Ucap Bunga terpotong kala lagi-lagi Nissa membuka suaranya.

"Gak ada perempuan baik yang tega ngerebut kebahagian perempuan lain. Gue tau dia suka sama Raffi dan dia mau ngerebut Raffi dari lo." Ucap Nissa tegas membuat Bunga menghela nafas.

"Lo juga jangan terlalu baik kali, Bung. Kita perlu egois sesekali." Riska berujar sambil meminum es Boba yang diam-diam ia bawa masuk ke rumah sakit. "Buat cewek cantik kayak gitu, kecantikannya gada gunanya kalo masih ngerebut punya orang. Ciuh" Liya berdecih.

"Masih mending dong gue jelek, yang penting gak ngerusak kebahagiaan orang lain." Ucap Nissa. Bunga menggeleng sambil tertawa.

***

Bunga memandang rintik hujan yang membasahi kaca mobil Raffi. Gadis itu akhirnya diizinkan pulang setelah menginap dua hari di rumah sakit.

"Mikirin apa?" Tanya Raffi, tatapan manik hitam jelaganya masih menandang lurus ke jalanan depan. "Liyan. Gimana keadaan dia?" Tanya Bunga, gadis itu kemudian menatap Raffi.

Raffi mengangkat bahunya. "Mungkin dia di rumah." Balas Raffi. Lelaki itu lalu menatap Bunga sambil tersenyum. "Aku hari ini nginap di rumah kamu." Lanjutnya sambil mendekatkan wajahnya pada Bunga. Pipi Bunga nampak memerah.

"Fokus nyetir ah!" Sentak Bunga. Ah, semua cewek jadi keliatan manis kalo salting.

Bunga kembali menatap kaca jendela di sampingnya. Raffi akan menginap di rumahnya? Ah ya, pantas saja ia melihat tas di kursi belakang mobil ini. Lalu bagaimana dengan mommy-nya? Apakah mommy-nya itu akan mengijinkan?

"Gimana kalo mommy gak kasih ijin?" Tanya Bunga, Raffi menggenggam tangan Bunga dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menyetir. Lelaki itu menatap Bunga hangat. "Aku udah bilang sama mommy, dikasih izin kok."

Bunga balas menggenggam tangan Raffi, tangan itu terasa hangat di tangannya. Bunga tersenyum, ia rasanya tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Raffi dan semua tingkah romantisnya selalu bisa membuat Bunga merasa melayang.

'Semuanya pasti menjadi lebih baik pada saat yang tepat.' Gumam Bunga.

***

Bunga menatap Raffi heran saat melihat cowok itu menyelimuti dirinya sendiri dengan selimut tebal. Saat ini kedua sejoli itu nampak ada di ruang keluarga rumah Bunga sambil menonton film horror.

Dreadout.

Salah satu film horror karya anak bangsa yang diadaptasi dari sebuah game yang juga karya developer asal Indonesia. Bunga sangat menyukai film ini karena salah satu pemerannya adalah Jefri Nichol, aktor tampan favoritnya.

"Ini gak terlalu ngeri lo, masa kamu sampai sembunyi gitu?" Tanya Bunga sambil mengunyah popcorn. Raffi mengintip sedikit dari balik selimut, "Gak ngeri apa? Coba aja kamu liat gigi yang pake kebaya merah itu. Ish kayak dinosaurus." Tunjuk Raffi pada layar televisi Bunga. Bunga ikut menatap layar televisi itu, rasanya biasa saja. Tidak menyeramkan.Cuih Raffi, badan doang gede nyali kayak kerupuk.

Bunga menghela nafas. "Yaudah kalo kamu gak berani, aku aja yang nonton." Ucap Bunga.

Raffi dengan segera meyibak selimut tebal yang menyelimutinya. Bisa hancur image-nya kalo Bunga tahu ia sebenarnya takut pada film ini.

"Gak ngeri, aku tadi cuma akting kok."

'TEK!'

"ALLAAHUMMAHDINII FIIMAN HADAIIT, YA ALLAH TOLONG LINDUNGI RAFFI YA ALLAH!" Teriak Raffi sambil memeluk Bunga ketakutan.

Bunga menatapnya datar. Cuma akting katanya? Cuih nyatanya badannya doang gede tapi nyali kayak remahan rengginang!

B e r s a m b u n g . . . .

Bisa tebak apa yang terjadi pada dua sejoli kita?

Impressive Love [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang