Bagian 17

29 2 0
                                    

Ada yang kangen sama Ririn and The Gang?

Omong-omong, selamat membaca!

**

Semenjak kejadian bertemunya Ririn, Diva, Hofifah dengan Abi dan juga Dea, kini satu kelas malah memberikan selamat yang tidak dimengerti gadis itu.

Memangnya selamat untuk apa?

Sudah hampir satu bulan, sepanjang hari Ririn selalu menjadi bahan ejekkan teman sekelasnya. Apalagi Diva yang sering mengejeknya.

Posisi meja yang tidak lagi membentuk letter U dan duduk berkelompok, harusnya mampu membuat ejekkan itu berhenti. Apalagi meja Abi dan Ririn yang berjauhan. Kedua manusia itu pun sudah jarang bertegur sapa secara sengaja. Kecuali mereka diharuskan satu kelompok dan melakukan diskusi.

"Lo pernah berpikir bakalan kaya gini nggak, Rin?" tanya Vina seraya melukis seruling bambu sebagai pengisi mata pelajaran SBK hari ini.

"Maksud lo?"

"Lo jadi jauh sama Abi. Gara-gara semua orang ngejek kalian. Ya ... walaupun bukan sebuah ejekan yang gimana gitu, lebih ke ngejek karena kalian disangka ada hubungan. Sayang banget, gue jadi jarang liat interaksi kalian berdua lagi. Biasanya, 'kan, ada cek-cok antara Tom and Jerry."

Ririn terdiam saat mendengar perkataan Vina. Benar juga. Karena ejekkan itu, Abi tidak lagi menganggunya setiap saat. Cowok itu malah akan pergi ke kantin bersama Dea atau yang lain tanpa menghampirinya terlebih dulu. Jantung Ririn pun tidak lagi harus berdegup kencang karena dihampiri Abi.

"Apapun yang udah kejadian, gue nggak mempermasalahkan semuanya. Nanti juga mereka capek sendiri, Vin."

Vina mengangguk tanda mengerti. "Tapi, coba deh lo jujur sama gue, lo sebenernya suka sama Abi, nggak sih?"

Terdiam sejenak, itu yang dilakukan Ririn ketika ada yang bertanya demikian. Ia harus menjawab apa? Lagipula, walaupun jantungnya selalu berdegup lebih kencang jika berdekatan dengan Abi, bukan berarti dirinya suka pada cowok itu, kan? Bisa saja itu hanyalah kamuflase atas dirinya yang merasa takut diganggu saat Abi ada di radarnya.

"Hah? G-gue suka sama Abi?" Ririn tertawa garing. "Yakali Vin! Dia tuh cowok nyebelin. Kerjaannya gangguin ketenangan orang terus. Nggak mungkin gue suka dia."

Vina mengangguk-anggukkan kepalanya, dan itu membuat Ririn bernapas lega. Bagaimana jika ada yang tau selain dirinya sendiri?

"Vin, gue ke toilet dulu, ya," pamit Ririn. Dirinya ingin mencuci tangan yang yang kotor akibat cat air untuk melukis seruling bambu.

"Mau gue temenin?" Vina menawarkan diri.

Ririn berpikir sejenak, lalu kepalanya tergeleng, "Nggak perlu deh. Lagian di lorong kelas sebelah kayaknya nggak ada siapa-siapa. Gue berani kok."

Terdengar gelak tawa milik Vina, "Rin, lo tuh aneh, tau nggak? Orang lain takut ke toilet itu karena sepi, makanya minta temenin. Nah, lo malah nggak takut sama sekali."

Ririn hanya tersenyum. Jelas ia takut jika di lorong ramai. Bukan hantu yang gadis itu takutkan, melainkan gerombolan anak cowok yang sering duduk di sana saat jam pelajaran dan tidak ada guru. Seperti Abi dan Dea yang sekarang ini tidak ada di kelas, meninggalkan lukisannya, karena memang guru yang mengajar hanya memberikan tugas saja. Jika ada guru lewat? Barulah mereka akan berlari masuk ke kelasnya masing-masing.

"Yah, malah bengong. Udah sana! Nanti lo malah kebelet lagi."

"Yeee, orang gue cuma mau cuci tangan!"

About Him, AbiWhere stories live. Discover now