Bagian 9

94 7 1
                                    

Selamat membaca!

**

Untuk Abi,

Aku pengen minta sama kamu buat yakinin perasaan ini bukan perasan berarti buat kamu. Tapi susah, karena kamu selalu ada dipikiran aku.

**

Gila! Abi sudah gila! Kemarin ia mengatakan hal yang sangat ambigu. Membuat Raka, Winda dan Rifka malah berpikiran bahwa Abi menyukainya. Harusnya Abi tidak begitu. Harusnya ia tetap bersikap seperti biasanya. Harusnya kemarin saat latihan PRAMUKA Ririn tidak memaafkan cowok itu. Jika sudah begitu membuat ia kesal sendiri. Menyesali perbuatannya sendiri.

Sore ini Ririn pergi ke supermarket yang ada di ujung jalan dekat rumahnya. Ia hendak membeli beberapa keperluan yang dibutuhkan ART untuk membuat kue kering di rumah. Weekend seperti ini mereka---Ririn dan ART-nya---selalu fulltime berada di rumah untuk mencoba membuat kue-kuean.

"Kemana, Neng?" ujar seseorang memberhentikan motornya di samping Ririn. Membuat gadis itu ikut memberhentikan langkah dan melihat ke arah sumber suara.

Ririn memelototkan matanya karena terkejut.

"Kenapa?" tanya Abi. Ya ... yang menyapa Ririn di jalan besar merupakan Abi. Cowok itu tengah mengendarai motornya dan melihat gadis yang dikenali dirinya sedang berjalan. Abi menaikkan kedua alisnya kala mendapati respon Ririn yang terlihat kesal.

Gadis itu selalu saja merasa kesal jika di dekat dirinya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Ririn, galak.

"Apaan? Kebetulan gue mau ke rumah Gani. Eh liat lo di sini. Mau kemana lo?" tanya Abi.

Dengan malas Ririn menunjuk ke arah supermarket yang ada di seberang jalan. Abi yang mengikuti arah yang ditunjukkan Ririn mengerti dan menganggukkan kepala.

"Mau gue anter nggak?" tawar Abi. "Lumayan diboncengin cowok ganteng."

Wah, percaya diri sekali dia!

"Nggak usah! Sana lo pergi!" usir Ririn. Lagi pula supermarket sudah di seberang jalan sana, masa iya dirinya harus diantar oleh Abi.

"Lo dulu sana nyebrang. Nanti ketabrak malah berabe lagi urusannya." Jawab Abi dengan nada frontal.

"Lo nyumpahin gue biar ketabrak?" tanya Ririn dengan nada nyolotnya. Sial! Kurang ajar sekali Abi ini. Jika dia tidak suka padanya, yasudah. Tidak perlu berkata seperti tadi seolah-olah Ririn diinginkan mati saat itu juga. Ririn menggelengkan kepalanya, menatap Abi tidak percaya. Perkataan cowok tadi menyinggungnya. "Jahat lo, Bi!"

"Ya nggak gitu juga, Rindi ... kalau lo ketabrak, siapa yang mau gue jahilin nantinya," ujar Abi pelan dan mampu didengar oleh Ririn.

Tidak mau menghiraukan Abi, gadis itu segera menyebrangi jalan yang lengang. Meninggalkan Abi yang terus melihat ke arahnya. Cowok itu tersenyum, ada perasaan lega menyelimuti hatinya.

"Lo nggak ngerti atau gimana sih, Rindi? Gue itu khawatir sama lo." Ujarnya masih menatap Ririn yang kini sudah masuk ke dalam supermarket. Setelah itu Abi melanjutkan perjalanannya hendak ke rumah Gani.

**

Pagi ini Ririn sedang sibuk mengerjakan tugas kimia. Bu Bety---guru kimia di sekolahnya---tidak kira-kira memberikan banyak tugas dengan alasan yang begitu klasik.

"Hari kamisnya kalian 'kan bakalan kemah. Jadi saya kasih tugas sebagai penggantinya. Kalian paham? Jadi nggak usah ngeluh," begitu ujarnya. Mungkin bagi murid yang seperti Ririn itu tidak menjadi masalah karena selalu menerima pahit, manisnya kegiatan sekolah. Namun lain halnya dengan murid yang lain. Mereka selalu melontarkan protesannya. Bahkan di saat Bu Bety menghiraukannya dan tidak akan pernah mengubah keputusannya.

About Him, AbiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora