Bagian 8 (B)

91 6 0
                                    

Selamat membaca!

**

Harusnya aku nggak perlu terlena sama perlakuan manis kamu. Harusnya aku jangan ngerasa kalo aku satu-satunya orang yang dikasih perhatian lebih sama kamu. Karena pada nyatanya, semua kebaikan itu kamu berikan pada semua orang. Aku yang salah mengartikan semuanya.

**

Saat memasuki kelas, Ririn melihat Abi yang sedang menulis. Ya ... perlu kalian tau, hari ini ada PR matematika. Mungkin saja cowok itu sedang sibuk menyalin catatan seseorang. Ya, hanya menyalin.

Ririn mendekat ke arah Abi untuk memberikan air mineral yang cowok itu inginkan. Kening gadis itu mengernyit, buku yang sedang dijadikan patokan menyalinnya ... sepertinya ia tau.

"Bi, lo ngapain nyalin catatan gue sih?!" teriak Ririn tidak terima. Kala ia sadar bahwa buku itu adalah miliknya. Ia kemudian meletakkan air mineral titipan Abi di atas meja cowok itu dengan kasar. Membuat Abi terjengkit kaget. "Dari mana lo dapat buku ini?!"

Yang ditatap sengit hanya menunjukkan cengirannya, "Gue ambil dari tas lo, sori ya. Abisnya yang lain nggak mau ngasih tau gue jawabannya." Tatapannya beralih pada air mineral yang dibawa Ririn tadi, "BTW, thanks ya! Nanti istirahat ke dua gue ganti uangnya. Atau ... lo mau gue traktir aja?"

Napas Ririn memburu. Ia marah. Ia paling tidak suka jika ada seseorang yang berbuat seenaknya, seperti Abi sekarang. Ia tidak peduli dengan perasaannya pada cowok itu. Toh belum tentu juga jika dirinya benar-benar suka pada Abi.

"Nggak sopan banget sih, lo!" ujar Ririn. Suaranya mengundang rasa heran dari anak yang lainnya. Ada yang sekedar berbisik atas apa yang terjadi. Ada pula yang menggoda Ririn karena ia selalu saja ribut dengan Abi.

"Rin, jangan gitu lah! Lo nanti malah jadi cinta sama si Abi!" ujar Rofi. Ririn yang mendengarnya hanya mendengus. Ia menatap sengit ke arah Abi sebelum akhirnya duduk di bangkunya.

"Jang, tukeran tempat duduk ya, lo di tempat gue nih, ujung!" bukan permintaan namun terdengar seperti perintah bagi Jajang. Karena Ririn yang berkata seraya menunjukkan wajah yang tidak bersahabat. Ia terlihat marah. Akhirnya Jajang hanya menurut saja dan segera beralih tempat duduk.

Abi yang melihat kemarahan Ririn, ia merasa tidak enak hati. Tadi itu ia sedang kepepet karena guru yang mengajar matematika sangat garang. Belum lagi jika ada PR, maka satu per satu siswa harus maju sesuai gilirannya. Sialnya lagi hari ini giliran Abi. Makanya ia blingsatan mencari jawaban yang tepat. Ia melihat kemarahan di wajah gadis itu. Sampai-sampai bertukar tempat duduk dengan Jajang. Abi hanya menghela napas, dengan segera ia menulis agar buku Ririn dapat cepat dikembalikan. Ia tau salah karena mengambil tanpa izin, tapi jiwa santainya berkata, jika Ririn, pasti gadis itu akan memakluminya walaupun ia menunjukkan sedang dalam mode marah.

"Kenapa lo, Bi?" tanya Winda yang baru saja kembali dari toilet. Cewek itu kemudian duduk di tempatnya yang kebetulan di samping Abi.

Abi menghela nafas, "Rindi marah sama gue."

Winda mengerutkan keningnya. Namun enggan bertanya lebih lanjut. Akhirnya ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Menurut lo, gue kelewatan nggak sih, kalau pinjem barang orang lain tanpa izin?" tanya Abi. Sekarang ia merasa gelisah karena telah membuat anak orang marah. Oke, Ririn berhasil membuat Abi jadi merasa bersalah. Sebelumnya ia tidak pernah melihat cewek itu terlihat marah seperti tadi.

Winda terlihat berpikir. Lalu tatapannya diarahkan pada Ririn yang sedang menunduk, fokus pada novel yang gadis itu baca dan terlihat wajahnya yang menampilkan aura kesal. "Itu namanya kelewatan banget, Bi," jawab Winda. "Coba lo bayangin, ada temen lo yang ngambil HP di saat lo lagi di kamar mandi. Terus temen lo malah buka-buka privasi di HP lo. Nah gimana tuh kira-kira?"

About Him, AbiWhere stories live. Discover now