BAGIAN LVI: BELAHAN JIWA

Börja om från början
                                    

"Sayang...", kata Jerry. "Kita perbaharui ikrar kita waktu merit. Gak ada rahasia lagi di antara kita..."

Wanda mengangguk kecil. "Iya, sayang..."

"Apa... gak ada yang mau kamu cerita'in?", tanya Jerry pelan.

Wanda mengerenyitkan dahinya. "ng... apa? Kalo soal Rudy... aku dah gak pernah ketemu atau komunikasi sama dia lagi sampe akhir bulan ini..."

"Tapi... gak ada yang mau kamu cerita'in lagi?", tanya Jerry sekali lagi dengan hati-hati.

"Kamu gak percaya sama aku?"

"ng..." Jerry menarik nafasnya dalam-dalam lalu mulai memainkan bibirnya untuk mengerucut, lalu bergerak ke kiri dan ke kanan. "Satu hal yang mesti kamu ngerti'in... ng, boleh gak,,, aku minta pengertian dan kebesaran hati kamu?" Jerry menatap Wanda tepat di kedua matanya. Dahi Wanda masih berkerenyit. "Boleeeh... tapi apa?"

"Bagaimanapun... aku kan laki-laki biasa... rasa khawatir, cemburu atau takut... ng... takut kamu begitu lagi..."

Sampai kalimat Jerry di situ, Wanda mulai menurunkan kelopak matanya untuk meredup. Jerry pun cepat-cepat meletakkan jemarinya di ujung dagu Wanda yang runcing. Dan mengangkat dagu itu sedikit... agar Jerry tetap bisa menatap mata Wanda. Jerry selalu memilih untuk menatap langsung ke mata, bila berbicara dengan siapapun. "Sayang...", kata Jerry, "Coba,,, tolong anggap kata-kata aku yang sepertinya mengarah ke masalah kamu dan Rudy itu... hal yang wajar. Bukannya... hal yang ingin menyudutkan kamu. Aku gak pernah ada niat hati untuk membuat kamu ngerasa gak nyaman atau ngerasa di hakimi... bisa?" Mata Jerry terus saja menatap mata Wanda. Menunggu jawaban. Wandapun mengangguk kecil.

"Oke...", lanjut Jerry. "Keterbukaan... seputar masalah kamu... apapun dengan yang namanya lawan jenis,,, sebaiknya cerita. Itu membantu aku untuk lebih tenang kalo akulah yang paling tau tentang kamu. Jadi gak bakal ada salah paham. Jadi... gak ada konflik atau kecurigaan yang gak perlu..."

Wanda semakin berkerenyit dahinya. "Sayang... kadang aku gak ngerti kamu mau ngomong apa,,, dan arahnya kemana??? Aku gak sepinter kamu... bisa gak? Dengan bahasa sederhana atau langsung?"

Jerry mulai terkekeh. "Iya... sori, aku terbiasa ngomong gitu kalo di kerjaan... kadang-kadang harus memancing orang untuk bisa berpikir... berharap anak-anak buah aku terlatih untuk menangkap dan mengerti arah pembicaraan seseorang. Supaya mereka piawai di dalam berkomunikasi dengan customer mereka... dan cepat menangkap ujungnya dari pembicaraan si customer. Jadi punya waktu untuk berpikir lebih cepat kalo-kalo bakal dapet pertanyaan yang rada sulit..."

"Okeeee... tapi aku masih gak ngerti, sekarang kamu mau ngomong apa'an...", sahut Wanda sambil senyam-senyum.

Jerry terkekeh lagi. "Oke... hhhhh..." Jerry mendesah, seolah mempersiapkan dirinya sendiri terlebih dulu. "Waktu di pantai... aku tau Rudy ngikutin kamu... aku liat mobilnya di belakang mobil kamu persis. Apa kamu gak sadar diikutin?"

Wanda langsung terhenyak. "A... aku gak ngapa-ngapa'in... dia... ng... aku... aku pikir,,, dia itu kamu. Aku peluk dia... gak sengaja!" Wanda langsung berceloteh panjang lebar tanpa jeda, dengan wajah panik. Jerry terenyuh melihat Wanda jadi ketakutan seperti itu. Ia mulai membelai-belai lengan Wanda dengan lembut. "Sayang,,, tenang... aku gak liat kamu lakukan apa sama Rudy setelah aku pergi dari situ... tapi apapun yang kamu bilang sekarang,,, aku akan percaya sama kamu. Entah kamu jujur atau bohong,,, aku percaya... kamu mengasihi aku. Kamu gak mau menyakiti aku. Aku tau kelemahan kamu yang gampang kebujuk atau..."

"Aku gak kebujuk, sayang!", sahut Wanda cepat. "Aku cuma salah peluk!!! Aku pikir,,, kamu balik lagi!!!" Suara Wanda sudah meninggi nadanya.

Jerry tersenyum sambil memandang lurus ke kedalaman mata Wanda. Ia tahu istrinya tidak berbohong. "Aku percaya", sahut Jerry cepat.

Wanda tampak melengos lega... dengan mata yang mengerjap-ngerjap. Seolah perih, di tatap Jerry terus-menerus. "Dia... bilang apa?", tanya Jerry hati-hati, tanpa berkedip memandangi Wanda.

"Dia..." Wanda terlihat sedih. "Kasih tau aku... kalo dia bakal jauhin aku. Bahkan,,, dia bakal resign setelah kompetisi selesai di Bulan January nanti... apa kamu udah tau?", tanya Wanda juga dengan hati-hati.

Jerry mengangguk. "Ya... yang pertama tau... dia udah bilang juga ke aku... ya udahlah, aku percaya, Rudy belajar sesuatu dari kejadian ini. Aku gak ragu, di mana pun ia bekerja nanti,,, dia pasti... jadi orang yang luar biasa..."

Mendengar itu, wanda memandangi Jerry dengan takjub. "Sayang...", mulai Wanda. "Dari dulu,,, aku tau hati kamu baik... tapi gak pernah tau sejauh ini... kalo aja aku gak kenal dunia luar... aku gak akan tau perbandingannya, kalo kamu itu... bener-bener beda... kamu itu... apa, ya... mengagumkan..." Wanda masih memandangi Jerry dengan takjubnya. Jerry pun mendekatkan wajahnya ke Wanda. Memberi kecupan kecil di kening istrinya itu. Lalu meresponi perkataan Wanda dengan kata-kata yang membuat dada Wanda sesak sekaligus bahagia...

"Dan kamu itu yang terindah buat hidup aku. Aku gak pernah nyesel dengan keputusan aku membawa kamu naik ke atas altar untuk jadi istri aku... untuk selamanya... terserah, orang mau bilang apa... aku tau dari awal ketemu kamu, kamu itu belahan jiwa aku..."

MENIKAH DENGAN INTEGRITASDär berättelser lever. Upptäck nu