BAGIAN II: USAHA WANDA

6.4K 209 4
                                    

BAGIAN II: USAHA WANDA

Pagi telah tiba... Jerry tidur belakangan, tapi bangun lebih dulu dari Wanda. Ia bahkan terbangun di saat jam masih pukul lima subuh. Ia tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau hatinya teramat sangat resah... membayangkan kekacauan apa yang akan di buat oleh istri tercintanya itu di hari pertamanya bekerja...

Usia Wanda sudah genap 28 tahun. Lebih muda tiga tahun saja dari Jerry. Jerry menikahi Wanda di usia Wanda yang sangat muda. Saat itu, Wanda baru berusia dua puluh tahun. Masih sangat muda dan labil. Dan Jerry baru saja mengenalnya hanya dalam waktu beberapa bulan saja,,, dan langsung saja merasa yakin bahwa perempuan ini adalah calon istri pilihannya... dengan fakta, sejak awal Wanda memang sudah terlihat liar. Awalnya, Jerry hanya ingin menolong Wanda yang hidupnya luntang-lantung tak jelas. Lama-lama, ia malah jadi jatuh cinta... Dan Jerry adalah tipe laki-laki yang selalu serius di dalam menjalin hubungan. Jadilah Wanda pacar pertama dan terakhir Jerry.

Lain dengan Wanda... Wanda sering berganti pacar di usianya yang bahkan masih remaja. Dan di usia yang kedua puluh tahun, Jerry sudah menjadi pacar Wanda yang kesebelas. Ternyata,,, dengan history menjadi pacar yang kesebelas, terkadang kurang menyenangkan. Karena pengenalan mereka yang terbilang singkat... setelah menikah, Wanda bahkan masih suka salah menyebutkan nama. Wanda terkadang memanggil Jerry dengan nama "Ricky", "Deny" atau "Marlon" dan beberapa nama lainnya.

Jerry menyadari, ia tak tahu betul hati Wanda sesungguhnya. Dan mengapa hatinya pun tetap saja ngotot tak mau melepaskan Wanda... meskipun ia menyadari keraguannya sendiri akan perasaan Wanda terhadapnya. Walhasil,,, Wanda begitu semena-mena bersikap semaunya terhadap Jerry,,, selama delapan tahun menikah... yang belum juga mendapat kehadiran si buah hati. Tapi hati Jerry tetap mencintai Wanda. Dan hasil siksaan batin dari Wanda ternyata menjadi latihan mental Jerry saat menghadapi penolakan di pekerjaan. Atau perlakuan tidak menyenangkan dari atasannya. Ataupun gunjingan tidak enak dari rekan kerjanya. Baginya,,, itu hanyalah selevel omelan atau polah tingkah Wanda...

Jerry mulai membuka matanya lebar-lebar saat sudah menyeruput kopinya. Ia sudah meletakkan baki berisi secangkir kopi lainnya untuk Wanda, ke atas buffet di samping kasurnya.

"Yank... bangun, dong... kamu jadi batalin kerja, kan?" Jerry mengguncang-guncang tubuh Wanda dengan lembut.

"Hah? Udah pagi, ya?!" Wanda terbangun dengan mata membelalak. Seolah ada yang teriak "kebakaran". Wanda menoleh pada Jerry yang sudah menenggak separuh kopinya. "Kopi kamu, tuh...", kata Jerry. "Biar melek mata kamu..."

"Kita harus langsung mandi dan berangkat, yank! Gak boleh telat! Ini kan hari pertama aku kerja!!!" Wanda langsung bergegas menyeruak keluar dari balik bed cover dan melompat turun dari kasurnya. Hal itu membuat Jerry sampai terheran-heran. Wanda tak pernah bersemangat sejauh ini menyambut pagi hari. Bahkan,,, biasanya ia baru benar-benar bangun kalau hari sudah siang bolong... Keseriusan Wanda menyambut pekerjaan barunya membuat Jerry benar-benar cemas...

"Sayang... kamu beneran serius?" Jerry tak bergeming meski Wanda sudah menggemuruhkan aksi siap-siap dengan gegap gempita. Wanda hanya menoleh bingung padanya dengan pandangan memicing. "Yank... kenapa, sih? Kamu gak percaya aku bisa?"

Jerry menggeleng cepat. Dengan kikuk, Dan hampir saja menumpahkan sisa kopinya. "Bukan... bukan itu... kita... kita suami-istri. Dan kalo kacab aku tau... duh, kamu tau resikonya, sih? Kamu sayang aku gak, sih?" Jerry mengejar-ngejar ke kedalaman mata Wanda. Berharap melihat jawabannya di situ. Wanda termenung. Lalu mendesah panjang... "Awalnya...", mulai Wanda, "Aku memang curiga sama kamu... tapi", Wanda mendesah lagi, "Ya, aku percaya sama kamu... tapi..." Wanda menerawangkan matanya, "Aku malah jadi serius mau berkarir seperti kamu. Yang aku tau, sepertinya kamu sangat berprestasi." Wanda mulai duduk di tepi kasur, di sisi kiri Jerry. "Yank..." Wanda menatap mata Jerry dalam-dalam. "Kamu... tau gak,,, rasanya gak berguna?"

"Loh,,," Jerry membelalakkan matanya, "Kamu kok, mikir gitu??? Aku kan gak pernah melakukan sesuatu yang mengarahkan pikiran kamu ke situ..."

Wanda menggeleng cepat. "Enggak... maksutnya gak gituh, say... kamu tuh, baik... baik banget... meski aku tau,,, kamu tuh macan di luaran... tapi sama aku... kamu tuh, lembuuuut banget... itu bener-bener bikin aku ngerasa spesial... kecurigaan aku sebetulnya cuma karna jenuh. Aku jenuh, semuanya,,, kamu yang lakukan. aku cuma kayak... boneka..."

"Ya, ampuuuun..." Jerry mendesah panjang. "Aku bingung sama kamu... di mana-mana, perempuan maunya di manja... kamu kok, di manja malah bosen?"

"Aku ngrasa hampa. Bosen. Jenuh. Gak berguna. Pajangan."

"Setoppppp..." Jerry melekatkan jari telunjuknya di bibir Wanda. "Tapi... tolong kamu ngerti... kamu bisa cari kerjaan lain yang sesuai dengan minat, bidang dan bakat kamu. Dunia pekerjaan aku tuh, keras... kejam... aku gak mau liat kamu terluka..."

Wanda mendadak mengibas dengan gusar. "Aaaaaaah!!! Buktinya,,, temen-temen kamu banyak yang perempuan juga di situ! Mereka bisa! Kenapa aku gak bisa?!!!"

"Tapi..." Kalimat Jerry menggantung dan tak terselesaikan. Karena Wanda langsung saja bangkit berdiri dengan raut lebih gusar lagi sambil berteriak lantang, "Aku akan tetep kerja di situ!!! Dengan,,, atau tanpa dukungan kamu!!! Pegel! Titik!"

***

Wanda menggigit roti selainya sekali caplok, sebelum ia berniat membuka pintu mobil. Jerry sudah bertengger di balik setir. Diam seribu bahasa. Wanda masih diam beberapa saat sambil terus mengunyah roti yang menyumpal penuh mulutnya. "Ayo... jalan...", kata Wanda pada Jerry. Jerry mendesah panjang sambil menatap mata Wanda dengan prihatin. "Sayang,,, kamu lupa? Kita gak boleh ketahuan kalau kita ini adalah suami istri?" Jerry terus memaku matanya ke sepasang mata bulat Wanda. Dan tak menggesernya sedikit pun.

GLEK... Wanda tercekat kunyahan roti terakhirnya. "T'rus... aku ngantor naik apa, donk?", tanya Wanda. "Masa aku ngangkot atau naik taksi? Mahal... Ojek? Ih... enggak banget! Bau apek!"

Jerry hanya tersenyum. Ini kesempatan, batinnya. "Terserah, sih", kata Jerry, "Kalo mau ikut aku... dan semuanya jadi tau, deh... kamu istri aku... harusnya aku ngenalin kamu ke mereka dari dulu... aku bangga, kok... punya istri seperti kamu..."

Wanda kembali tercekat di tenggorokannya. "Mana aqua?" Teriaknya, mengalihkan topik sejenak. Karena kunyahan roti terakhirnya tidak mau turun-turun juga dari kerongkongannya. Dengan tenang, Jerry mengoper sebuah botol berisi air minum yang biasa ia bawa ke kantor. Dengan gusar, Wanda meneguknya cepat-cepat. "Ya, udah!", seru Wanda tandas, berbarengan dengan botol yang di hempas kembali ke pangkuan Jerry. "Kamu pikir, aku gak bisa? Usahaku terbatas di masalah angkot?" Wanda melotot, sekeluarnya dari mobil. Saat Mang urip yang biasanya bekerja wara wiri di komplek perumahannya itu lewat, tangan Wanda langsung saja melambai-lambai sambil berteriak, "Maaaaang! Siniiiiii..."

Jerry tak kuat menahan tawanya. Ia mulai mengikik kecil. Meskipun ia merundukkan wajah agar Wanda tidak tersinggung melihatnya, Tapi mata Wanda lebih tajam dari kutilang. "Tertawalah sepuas kamu. Suatu saat aku bisa jadi saingan kamu di posisi kamu sekarang... Sombong banget, kamu!!!", damprat Wanda sambil menutup pintu mobil dengan membantingnya. Dengan tergopoh-gopoh, Wanda menghampiri jok motor Mang Urip yang sudah nangkring tak jauh dari mobil Jerry. Jerry membuka jendela buru-buru di saat motor Mang Urip hendak melaju dengan membawa Wanda yang bahkan tak mau menoleh lagi pada Jerry, sedikiiiiit saja.

"Sayang! Sayang!" Jerry masih harus memanggil beberapa kali lagi sebelum Wanda menoleh padanya. "Sayang... kamu duduknya terbalik! Biasanya, tante-tante, kalo duduk, ngadepnya ke kiri,,, bukan ke kanan..." Jerry sudah mulai terpingkal-pingkal dengan gelak tawanya sambil memukul-mukul setir mobilnya, saking gelinya.

Dengan wajah malu, Wanda cepat melorot turun dan membenarkan posisi duduknya. Dengan wajah marah, ia membuang muka dari Jerry.

"Sayang!" Jerry memanggil lagi. Sementara Mang Urip baru saja sudah mau melajukan motornya. Malah Mang Urip yang jadi menoleh,,, berhubung Wanda tak mau juga menoleh. "Bu! Di panggil, tuh,,, sama si Bapaaa...", kata Mang Urip. Dengan kesal, akhirnya Wanda mau menoleh juga.

"I luv u...", kata Jerry sambil melambai kecil.

Wanda tak menyahut. Ia langsung membuang muka lagi dan langsung menyuruh Mang Urip untuk cepat melaju...

Semoga,,, kamu cuma tahan di satu hari ini, batin Jerry.

MENIKAH DENGAN INTEGRITASWhere stories live. Discover now