BAGIAN XIV: DUA PILIHAN

3.3K 115 6
                                    

BAGIAN XIV: DUA PILIHAN

Wanda kembali memandangi suaminya dari balik jendela kamarnya. Lagi-lagi, Jerry melamun. Wanda pun menghampiri Jerry di gazebo taman depan, tempat Jerry biasa merenung.

"Sayang...", panggil Wanda dengan suara berat. "Apa keadaan kantor lebih berat dari keadaan berat yang biasanya?"

Jerry menoleh pada istri tercintanya itu, sambil melepaskan senyuman untuk menenangkan Wanda. "Kenapa kamu mikir gitu?", tanya Jerry.

Wanda angkat bahu. Dan mulai ikutan duduk di sisi kanan Jerry. Jerry menggeser sedikit agar Wanda lebih leluasa. Sahut Wanda kemudian, "Aku gak bisa jelasin, secara teknis ato sistem ato bla blaaah... intinya, kamu itu suami aku selama delapan taon... Masa iya, aku gak tau kamu lagi kenapa???"

"Hebat...", sahut Jerry sambil senyum-senyum. "Tapi aku bukan mikir berat... hal berat itu justru jadi ringan kalo gak dipikirin. Aku cuma lagi merenung... pertama, aku koreksi diri... kedua aku koreksi setiap tingkah anak buah aku belakangan ini... ketiga, aku menganalisa problem mereka di lapangan... karna aku kan gak tau problem mereka secara pribadi di kehidupan pribadi mereka... paling, sedikitnya ada yang mencuat keluar dari hasil konseling mereka secara pribadi dengan aku... tapi itu rahasia dan kamu gak bole tau. Aku juga analisa interaksi dan komunikasi satu sama lain sebagai kesatuan team di hari-hari belakangan ini. Juga analisa cara kerja aku sendiri maupun jalannya kerjasama dengan pimpinan aku... maupun anak buah aku di akhir-akhir ini... Dan sampai ke hasil... angka."

"T'rus... hasilnya?" Wanda menatap Jerry lekat-lekat sambil menggigiti kuku-kukunya...

"Atmosfernya gak enak. Hawanya lesu, panas... dan terjadi perpecahan... Kacau... ada pemecah belah sedang berkeliaran di tempat itu... mengacaukan semuanya..." Jerry menarik nafas sebelum melanjutkan. "Ada masalah trust di antara satu dengan yang lainnya. Ini jadi dilema buat aku."

"Maksutnya? Siapa yang kamu gak percaya?"

"Saat ini?"

"Iya..." Wanda mengangguk.

"Hampir semuanya..."

Wanda mulai terhenyak dengan mata bertanya-tanya. Meragu. "Termasuk... aku?"

Jerry merunduk. "Aku percaya kamu sebagai pribadi istri yang aku cintai. Tapi jujur, aku gak percaya cara kerja kamu. Berhubung, kamu gak berpengalaman, belum menguasai bidang ini, emosi gak stabil, mudah di pancing, mudah terhasut... kamu juga suka gegabah... cepat mengambil tindakan atau mengeluarkan perkataan tanpa berpikir panjang... kamu pemberani. Sayangnya, kamu berani berantem... yang sebetulnya, lebih banyak ruginya daripada mengharap menang. Gak ada yang menang dengan berantem."

"Jadi..." suara Wanda mulai mencicit, hampir tak terdengar. Hampir menangis. "Aku... seburuk itu?!!!"

Jerry menatap istrinya lekat-lekat dengan mata tak tahan melihat mata Wanda yang mulai berkaca-kaca. "Aduh, sayang... jangan dipahami dari sudut pandang negatif..." Jerry langsung merangkul bahu Wanda dan menariknya ke dalam dekapannya. "Aku paling gak tahan liat kamu nangis. Dan sebetulnya,,, itulah yang membuat aku ngerasa gagal untuk bisa memimpin kamu..."

"Kenapa begitu?"

"Jadi seorang pemimpin... kadang kita gak boleh berpatokan sama perasaan. Kita harus lebih terfokus pada hasil analisa, pengamatan dan fokus pada solusi secara sistematis. Kadang-kadang, perasaan itu malah jadi celah untuk kita bertindak atau mengambil keputusan gak logis. Dan membuat mata kita jadi buram untuk liat solusi..."

"Yaaank..." Wanda menarik wajah Jerry agar bertatapan lurus dengannya. "Aku... gak ngerti bahasa kamu... ada bahasa kampung yang sederhana supaya aku ngerti?"

Jerry pun kontan tertawa terpingkal-pingkal... setelah tawanya itu surut,,, Jerry mulai mendesah beberapa kali. Terkesan begitu berat untuk melanjutkan perkataannya.

"Sayang... kalo aku boleh jujur... kita udah salah..."

"Salah apa???", nada Wanda langsung meninggi. "Aku gak korupsi uang kantor! Kamu juga enggak kan???"

Jerry dengan cepat menggeleng. "Bukan itu... Kita salah... telah membohongi perusahaan. Kamu itu... istri aku... mungkin kamu gak mikir panjang. Sejak awal aku gak berhasil membuat kamu nurut sama aku, untuk gak masuk ke kantor aku,,, aku... sedikitnya udah ada bayangan,,, jauh ke depannya, resiko terburuk apa yang mungkin akan hinggap ke aku... tapi yang lebih aku khawatirkan... adalah kamu. Kamu cuma berpikir kata jahat itu sebatas... jahat di standard kamu. Kamu gak tau,,, di bidang ini, peluang untuk sukses sangat luas. Tapi... peluang untuk jahat yang bisa menghancurkan hidup seseorang juga luas... dan kalo pun aku hancur, aku gak mau kamu ikut hancur. Tapi gak mungkin kan, kamu gak ikut hancur, kalo aku hancur?"

'Iya lah! Kalo ada apa-apa sama kamu, aku bawa tank... aku bom semuanya yang jahatin kamu..."

"Wandaaa,,, Wandaaaa..." Jerry geleng-geleng kepala sambil terkekeh setengah miris. "Aku cuma bisa bilang... aku gak berhak melarang kamu menapaki apa yang jadi impian atau minat kamu. Tapi aku, sebagai suami yang mengasihi kamu, sebagai seseorang yang ingin melindungi kamu,,, aku BERHAK... melarang kamu melakukan sesuatu, atau mencapai sesuatu dengan cara yang salah. Saat ini, aku BERHAK menyuruh kamu mundur dari pekerjaan kamu, karena bisa berakibat fatal, bila ada seseorang yang melakukan penggelapan uang dan mengkambinghitamkan aku,,, kamu dan aku akan di anggap sekongkol, berkonspirasi,,, dengan tujuan itu. Mereka akan menilai dari salah satu faktor,,, mengapa aku sembunyi-sembunyi memasukkan istri aku kerja di satu cabang yang sama, padahal aku orang lama dan senior, yang sudah tau peraturan perusahaan tentang tidak diijinkannya,,, yang memiliki hubungan darah atau pernikahan, untuk bekerja di satu cabang. Bahkan ada yang tidak memperbolehkannya di satu perusahaan, meski di cabang yang berbeda. Lain halnya dengan perusahaan ownership. Biasanya, penerus tertinggi adalah keturunan si pemilik. Wajarlah... Bapaknya yang udah kerja keras, anak yang meneruskan..."

"Intinya..." Wanda mulai mendengus kecil. "Aku harus ngundurin diri?"

Jerry tampak menyesal harus jujur pada istrinya itu. "Maafin aku... tapi aku udah punya feeling kuat... situasi udah panas dan bahaya... dan sedikit kegegabahan,,, akan fatal akibatnya. Dan kelemahan karakter kamu,,, salah satunya... kamu gegabah dan gak berpengalaman... tapi itu bukan kesalahan... itu hanya soal... pencapaian level kamu dalam pembentukan karakter, masih panjang. Butuh proses. Semua orang juga gitu. Tapi berhubung kamu istri aku, dan aku bukan superman... aku... sering terusik rasa khawatir tentang kamu... dan gak bisa fokus sepenuhnya sama pekerjaan. Yang aku takutin, sebagai manusia biasa, bisa aja, suatu saat aku jadi berlaku gak adil. Atau menutupi kesalahan kamu karna terlalu mencintai kamu. Jadi... aku mulai berpikir... pilihannya cuma dua..."

Wanda tampak menunggu, masih dengan pikiran berkecamuknya...

Jerry meneruskan,,, "Kamu yang resign... atau... aku yang resign... salah satu dari kita harus keluar..."

MENIKAH DENGAN INTEGRITASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang