BAGIAN XXXXVII: STRATEGI JERRY

3K 105 1
                                    

BAGIAN XXXXVII: STRATEGI JERRY

Anwar sudah berhadap-hadapan dengan Jerry di saat jam makan siang tiba. Mereka sedang menunggu ayam bakar pesanan mereka datang. Dan Anwar dengan antusiasnya menceritakan kepada Jerry mengenai hasil diskusi kemarin malam dengan Gerard.

"Ini bakal seru, Jer... kompetisi harusnya tetep panas... kalo saya perhatikan, di titik nyaman, justru itu adalah titik terlemah... lama-lama mereka santai. Merasa di atas angin. Lalu mulai kurang kerjaan. Kalo udah kurang kerjaan, biasanya fokus orang jadi gampang berpaling ke dua hal, Jer... bobo siang... atau yang negatif..."

"Bisa juga ke hobi, Pak..." Jerry terkekeh. "Menyulam, misalnya..." jerry terkekeh lagi.

"Iya... lama-lama terbiasa santai. Saat di push, mentalnya udah lembek kayak tempe mentah...", sahut Anwar lagi, yang berkulit kecoklatan dan rambutnya sudah menipis hingga bagian dahinya terlihat lebih lebar. Ia masih meneruskan, "Kata Igor, kalo di Pluit kan,,, egonya yang pada gede. Baru kebakar kalo urusan ego di tantangin. Cabang kita rada susah, nih... denger-denger, egonya melempem. Gak ada jiwa kompetisinya. Yang penting duit... ngedrivenya rada susah, nih... gimana bikin panasnya ya, Jer?"

Jerry hanya tersenyum. "Denger darimana, Pak? Mereka memang seneng gaya, Pak. Kalo di publikasi'in di bulletin dan majalah kantor,,, mereka mungkin... bakalan suka..."

"Itu blom kena hot buttonnya... apalagi, Jer?"

"Ya... duit, Pak... hehehe..." Jerry terkekeh. "Mereka tuh,,, ibarat mobil mewah. Bensin dulu, baru jalan. Pluit,,, ibarat pasukan banteng. Kasih bendera merah, gerak semua..."

"Duit? Kasih hadiah? Manajemen gak mau yang kayak gitu, Jer. Kebiasaan. Kan udah ada gaji. Ada bonus keluar negeri. Udah banyak lah, fasilitasnya. Tapi tanding antar cabang gini, seru juga, Jer..." Anwar terkekeh. "Tapi... apa beneran, nih? Kalo kita kalah, kita pake rok? Termasuk saya?"

Jerry terkekeh. "Ya,,, kita mesti sportif dong, Pak..."

"Apa?" Wajah Anwar berubah panik. "Wah, Jer.! Atur strategi dari sekarang..."

Jerry angguk-angguk. "Saya tau anak Pluit biasanya pake tenaga. Pake emosi. Mereka tahan banting. Kuat ngoyo. Tapi grasak-grusuk, Pak. Discount ancur-ancuran. Yah, gak bisa di pungkiri, Pak... customer di sana memang beda..."

"Gampang, dong... kalahin mereka..." Anwar mulai tenang kembali. Ia melengos lega, bersandar ke belakang.

"Wah,,, Bapak gak tau Igor..." Jerry melirik baki pesanannya dan Anwar, yang sudah bergerak ke atas meja mereka. Tersaji lengkap dengan lalap, sambal terasi, tahu dan tempe. Jerry dan Anwar pun membuka sendok-garpu yang terbungkus tissue.

"Igor kayak gimana?", tanya Anwar sambil mulai menyantap.

"Dia gak bakal nyerah, Pak. Hal yang kayaknya mustahil pun, bisa dia kejar sampe dapet." Jerry juga ikut menyantap hidangannya. "Bukan banteng biasa... hehehe..." Jerry mengekeh lagi. Ia kenal Igor dengan cukup baik.

Anwar menerawang sejenak. "Persisnya, Pak Jer... dia bakal pakai cara apa?"

"Tipe gerilya. Agak ketinggalan jaman. Prediksi saya, sih... Igor bakal bikin showroom event. Dia rada gaptek. Gak terlalu ngerti manfaat internet. Hanya ngerti sebatas pasang iklan tok. Dia gak suka yang neko-neko yang terlalu banyak keluar modal. Tapi berani keluar tenaga. Dan anak buahnya bisa seritme sama dia. Sama-sama tahan banting. Mungkin, kanvasing rutin... event di tempat-tempat strategis... sebar brosur... ya... cara lama, lah..."

"T'rus,,, kamu punya usul apa buat cabang kita?"

"Kalo Bapak setuju,,, kita ketemu langsung aja sama Richard, Firman dan Rudy. Ibaratnya, mereka tuh panglima perangnya cabang kita. Mereka tau lapangan. Mereka kenal kelebihan dan kekurangan team masing-masing. Dan keunggulan kita secara keseluruhan,,, adalah man power kita banyak. Tapi kelemahannya,,, lembek-lembek dan sulit di drive..."

MENIKAH DENGAN INTEGRITASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang