(16)

4.7K 466 22
                                    

"Kamu mau Mas ngelakuin sesuatu? Apa kaya gini?" Mas Langit maju memeluk gue.

Gue mendorong tubuh Mas Langit menjauh begitu sadar dengan apa yang dilakuin Mas Langit sekarang, Mas Langit bener-bener ya, gue maunya di hibur itu dari semalam, pas di rumah bukannya sekarang dan disekolah kaya gini, dan nutup gitu aja bibir gue, memang laki-laki itu dimana-mana sama, kebanyakan modus, nggak bisa dipercaya.

"Mas udah nggak beres ya? Ini sekolah." Gue memperingati, walaupun gue sedang memberikan peringatan tapi rasa gugup gue beneran ada, ngomong gue aja mulai ikut gelagapan sekarang.

"Apa kamu mau ngelanjutinnya dirumah?" Hah?

"Dasar orang tua mesum!" Kesal gue nggak yakin, ya nggak yakin antara gue kesal atau malu? Tanpa menatap Mas Langit lagi gue berniat meraih gagang pintu sebelum lebih dulu dihalangi Mas Langit lagi, orang tua mau apalagi coba?

"Mau apa lagi?" Tanya gue gugup bahkan nggak natap Mas Langit sama sekali, padahal dipeluk doang tapi efeknya bisa sampai kaya gini.

"Muka kamu kenapa merah?" Yailah malah di godain, gue malu banget udah, mau kabur.

"Mas mau apa buruan?" Dan tiba-tiba Mas Langit mengeluarkan selembar uang dua puluh ribu dari kantong kemejanya.

"Apaan ni maksudnya?" Tanya gue mulai balik natap Mas Langit nggak santai, jangan bilang ini konpensasi untuk yang barusan itu? Murah banget.

"Uang jajan kamu!" Hah! Uang jajan? Gue kehabisan kata lagi ngadepin Mas Langit, tanpa sadar gue menyunggingkan senyuman gue dan Mas Langit melakukan hal yang sama.

"Bener-bener ya." Gumam gue nggak habis pikir.

"Mas, kebetulan Mas disini, boleh Bunga tanya sesuatu?" Mas Langit mengangguk pelan.

"Mas, Bunga tahu sekarang itu perasaan Mas masih untuk siapa tapi Bunga tetap mau nanya, perasaan Mas untuk Dinda gimana sih?" Tanya gue to the point, bukannya kaget tapi Mas Langit malah melototin gue setelahnya.

"Jawab Mas, perasaan Mas gimana? Suka atau enggak?" Ulang gue sedikit mendesak, gue bahkan nanya dengan lebih jelas sekarang.

"Perasaan? Kenapa tiba-tiba kamu jadi nanya kaya gini? Mas nggak punya perasaan apapun tapi kalau kamu tanya suka atau enggak, jawaban Mas ya suka." Gue tersenyum sekilas, suka ternyata, wajar aja sih, Mas Langit nggak mungkin milih gue yang pecicilan begini ketimbang Dinda yang cantik dan lebih manis kemana-mana.

"Yaudah_

"Suka sebagai adik, jangan salah paham lagi." Mas Langit nyentil kening gue sekali dan balik menyunggingkan senyumannya.

"Otak kamu isinya apa sih Nga? Baru kamu istri yang berani nanya suaminya suka sama perempuan lain atau enggak!" Ya dari pada gue nahan rasa penasaran guekan?

"Kan nanya Mas, katanya kalau ada yang jadi mengganjal boleh langsung ditanyain, Mas gimana coba? Orang tua kenapa plin-plan banget?"

"Memang Mas setua itu?" Menurut gue iya.

"Dasar bocah." Mas Langit udah menggelengkan kepalanya menatap gue.

"Kalau memang Mas cuma menganggap Dinda seorang adik, kayanya Mas harus ngasih tahu Dinda hal ini secara langsung, Dinda suka sama Mas jadi jelasin perasaan Mas untuk Dinda itu gimana, Bunga malas ribut-ribut kalau cuma untuk urusan begini." Ini yang gue pikirkan.

"Dinda suka sama Mas? Kamu lagi becanda? Nggak lucu Nga." Lah malah gue yang dituduh lagi becanda, siapa yang ngajak becanda sebenernya?

"Apa muka Bunga keliatan lagi ngajak becanda Mas sekarang? Bunga nanya serius Mas." Gue nggak lagi ngajak Mas Langit becanda sekarang.

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Where stories live. Discover now