(21)

4.6K 480 69
                                    

"Atau ini!" Dan ngecup kening gue cukup lama.

Sontak gue mendorong tubuh Langit menjauh dan mengusap kening gue yang di kecup barusan, Mas Langit kenapa makin berani sama gue? Wah kudu antisipasi ekstra ini mah.

"Mas ngapain?" Tanya gue gugup.

"Ngajarin kamu cara membangunkan suami yang baik dan benar." Hah? Mas Langit malah tersenyum sekilas dan bangkit dari ranjang gitu aja, Mas Langit berjalan masuk ke kamar mandi santai tanpa rasa bersalah sedikitpun, oksigen mana oksigen, gue sesek nafas.

Selesai Mas Langit berberes, gue masih duduk diem menunggu di sisi ranjang, mau berjamaah biar pahalanya nambah nggak ada salahnyakan? Kalau bisa double kenapa enggak?

"Mau jama'ah sama Maskan?" Gue mengangguk pelan.

"Yaudah ayo." Gue tersenyum sumringah dan berlari cepat masuk ke kamar mandi untuk ngambil wudu lagi, kan ngebangunin Mas Langit pakai sentuhan dulu tadi walaupun bukan sentuhan dalam bentuk halus.

Dari semua perdebatan, ucapan, bahkan sikap Mas Langit ke gue selama ini, saat ini adalah saat ternyaman yang gue dapatkan bareng lelaki yang menyandang status seorang suami, duduk dengan tangan menengadah ikut mengamini setiap doa yang Mas Langit panjatkan.

Setiap doa yang terucap bukan hanya menyangkut tentang dirinya atau tentang gue tapi tentang kita, menjalani rumahtangga yang terjadi secara tiba-tiba bahkan tanpa persiapan apapun, kita berdua berharap akan ada akhir yang baik untuk kami berdua.

"Nggak mau nyalim?" Gue bengong ditempat menatap uluran tangan Mas Langit yang belum gue sambut.

Selama ini gue nyalim ya cuma ke Bunda sama Bang Jian, harus gitu nambah Mas Langit satu lagi? Canggungnya itu beneran ngusik gue, nggak pernah kebayang kalau Mas Langit yang bakalan ngisi hari-hari gue kaya sekarang.

"Bunga? Kenapa diem?" Gue mendongak menatap Mas Langit yang tersenyum manis.

"Kalau kamu keberatan mencium tangan Mas sebagai seorang suami, kamu bisa mengecup tangan Mas sebagai seorang saudara atau menganggap Mas seseorang yang lebih tua dari kamu." Gue masih setia menatap Mas Langit setelah ucapannya.

Berselang beberapa detik, gue membalas senyuman Mas Langit dan mengecup tangannya pelan, nyuruh nyalim aja muternya kemana-mana, dasar orang tua.

"Mas bukan saudara atau hanya sekedar seseorang yang umurnya lebih tua dari Bunga tapi Mas suami Bunga, Bunga nggak akan lupa itu." Gue bangkit melipat sajadah gue dan narik paksa sajadah Mas Langit juga.

"Gak bisa alusan dikit?" Cicit Mas Langit mengusap pantatnya.

"Kalau sama Mas itu udah cara paling halus!" Gue tertawa puas.

"Oya Mas, kalau kita berdua pergi, Nenek gimana?" Tanya gue berbalik arah, ya kalau pagi sampai siang kita masih berani ninggalin Nenek sendirian tapi kalau malem agak gimana gitu.

"Jian dibawah, dia akan ngejagain Nenek sampai kita pulang." Hah! Bang Jian dibawah? Sontak gue beberes kilat dan langsung nemuin Bang Jian sambilan nungguin Mas Langit selesai beberes.

"Abang!" Ucap gue langsung memeluk Abang gue.

"Bunga minta maaf soal kemarin ya, Bunga yang salah." Cicit gue dalam dekapan Bang Jian, ya mau salah siapa aja nggak ada alasan yang membenarkan sikap gue kamarin.

"Abang juga salah, Abang minta maaf." Jawab Bang Jian membalas dekapan gue.

"Nanti kita ngomong lagi, Langit udah nungguin tu." Gue melepaskan dekapan gue ditubuh Bang Jian dan berbalik kebelakang mendapati Mas Langit yang ternyata udah selesai beberesnya, cepet banget perasaan.

"Orang tua beberesnya cepet banget ya." Cicit gue yang dihadiahi sentilan dari Bang Jian.

"Kamu juga dandannya lama tapi tetep cantiknya nggak nambah, pas-pasan!" Ishh, yang adiknya siapa sih?

.

"Mas, yakin mau ngajak Bunga masuk ke dalam?" Tanya gue mulai narik-narik lengan kemeja Mas Langit.

"Kamu mau Mas tinggalin disini sendirian? Terus manfaat Mas ngajak kamu itu apa?" Ish.

Ya bukannya apa-apa, itu didalem ramenya ya subhanallah, malah gue gak kenal siapapun, mana bisa anak SMA kaya gue gabung sama orang tua sepantaran Mas Langit? Pasti gak bakalan nyambung.

"Kenapa Bunga?" Tanya Mas Langit mulai natap lekat gue.

"Nanti di dalem Bunga nggak kenal siapapun Mas." Cicit gue lagi.

"Ya kalau kamu kenal sama orang didalem itu artinya yang nikahan temen kamu bukan temen Mas!" Gue gebukin juga ni laki, astagfirullah.

"Mas bisa serius dikitkan? Bunga beneran nggak nyaman ini." Gue kalau ke kondangan mana pernah pakai jabatan istri orang, palingan juga ngintilin Bunda dateng ke kawinan anak temennya.

"Jadi kita harus pulang?" Gue langsung menggeleng, ya nggak gitu juga maksudnya.

"Gini aja, kita masuk dan temuin pengantiannya, makan dan langsung pulang!"

"Ya memang gitukan? Selesai makan ya pulang, memang Mas mau reunian sekalian? Inget Nenek dirumah."

Mengeratkan gandengan gue di lengan Mas Langit, kita berdua melangkah masuk dan aslian mata gue langsung berbinar, jiwa bocah gue meronta, acaranya mewah banget, yang nikah pasti anak orang kaya ni.

"Mas, memang yang nikahan temen Mas yang mana sih?" Tanya gue masih melirik ke sekitar, walaupun nggak banyak tapi gue juga kenal beberapa temen Mas Langit.

"Lia, mantan Mas." Gue hampir kepleset denger jawaban Mas Langit.

"Kamu nggak papa? Hati-hati." Ucap Mas Langit mengusap lengan gue.

"Lia? Buk Lia maksud Mas? Guru Bunga?" Dan Mas Langit mengangguki, abis gue, kalau tar Bu Lia tahu gue dateng sama siapa gimana? Ah Mas Langitpun aneh-aneh aja.

Tapi bentar deh, memang mantannya Mas Langit itu Buk Lia? Kenapa gue baru sadar? Selama ini gue kemana aja? Nasib Mas Langit tragis juga ternyata, alasan pacarnya mutusin Mas Langit pasti karena ini.

"Mas! Bukannya setelah putus dari Mas, Bu Lia sama Mas Bintang? Kenapa sekarang malah nikah sama orang lain?" Tanya gue mulai muter otak, gue masih belum lupa gimana pengakuan Bu Lia ke Mas Bintang didepan mata gue.

"Maksud kamu? Lia sama Bintang pacaran?" Kali ini malah raut wajah Mas Langit yang berubah.

"Pacaran atau enggak Bunga juga nggak tahu tapi apa Mas masih inget hari dimana Bunga narik paksa Mas pulang nganterin Bunga waktu itu?" Mas Langit mengangguki.

"Bunga minta Mas nganterin Bunga karena Bunga nggak mau ngeliat Bu Lia nyatain perasaannya sama Mas Bintang, aku kira Mas udah tahu." Ya gue pikir Mas Langit nggak mungkin nggak tahu alasan pacarnya minta putus, kacau parah.

"Jadi itu alasan Lia minta putus?" Mas Langit menatap lurus ke arah depan dengan tatapan terlukanya, gue juga mengikuti arah pandang Mas Langit dan tatapan itu tertuju untuk sang pengantin wanita.

Pasti sulit untuk Mas Langit sekarang, dia harus ngeliat perempuan yang dia cintai menikah dengan laki-laki lain, gue yang memang mengikuti arah pandang Mas Langit awalnya hanya fokus menatap Bu Lia tapi seketika begitu pandangan gue teralih untuk pengantin laki-laki, detik itu juga gue berpikir kalau gue sama Mas Langit sukses di permainkan.

"Mas, pengantin laki-lakinya__"

"Itu Bintang!" Potong Mas Langit berbalik menatap gue.

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora