(3)

7K 547 30
                                    

"Tapi Bintang dan Bunga akan selalu terlihat indah jika dipandang dalam satu bingkai lukisan yang diberi nama cinta." Ck! Sayangnya bingkai yang Mas Bintang maksud baru aja pecah dan itu udah nggak bisa diperbaiki lagi kedepannya.

"Percuma Mas, semuanya udah rusak dan sulit untuk diperbaiki." Jawab gue dengan tatapan yang berkaca-kaca, udahlah, gue beneran udah capek, gue nggak mau berjuang seorang diri lagi.

"Maksudnya apa? Tunangan?" Tiba-tiba Bu Lia maju dan narik lengan Mas Bintang untuk berbalik dari hadapan gue.

"Bunga calon istri saya." Ulang Mas Bintang bahkan dalam posisi membelakangi gue.

"Kamu bohong, selama bertahun-tahun aku merhatiin kamu dan selama itu juga aku tahu pasti kalau kamu nggak deket sama perempuan manapun, apa aku salah?"

"Kamu benar, saya dan Bunga dijodohkan." Gue semakin miris mendengarkan jawaban Mas Bintang sekarang.

"Kalau memang karena dijodohkan, itu artinya kamu gak suka sama diakan? Aku masih punya kesempatankan?" Mulai ngedrama.

Karena nggak mau terus melihat drama yang ada dihadapan gue sekarang, gue berniat pergi dan beruntungnya, gue malah mendapati Mas Langit yang berjalan ke arah kita sekarang.

Karena nggak mau terus melihat drama yang ada dihadapan gue sekarang, gue berniat pergi dan beruntungnya, gue malah mendapati Mas Langit yang berjalan ke arah kita sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mas Langit bahkan menatap ke arah gue berdiri sekarang dengan gerak bibir seperti menyebutkan nama Mas Bintang dari jauh dan bener aja.

"Woi TangTang, gue_"

"Anterin aku pulang, please!" Tanpa ba bi bu, gue narik lengan Mas Langit supaya berbalik arah untuk nganterin gue pulang, di lain sisi, mendengar namanya disebut, Mas Bintang ikut berbalik dan menatap gue sama Mas Langit kaget, Bu Lia terlihat juga sama kagetnya.

"Woi apaan ni? Mas kesini mau ketemu Bintang bukan mau nganterin bocah kaya kamu pulang sambilan digiring paksa kaya gini curut." Protes Mas Langit menolak gue gandeng.

"Mas mau jalan secara damai apa mau aku teriakin maling lebih dulu? Pilih!" Gue kembali menggandeng lengan Mas Langit erat sembari melayangkan tatapan maut gue.

"Bocah sekarang pada ganas semua, udah naik." Mas Langit memakaikan helm gue tanpa gue sadar, kelamaan bengong kayanya.

Begitu kaca helm ditutup, detik itu juga tangis gue pecah, hati gue sakit banget, ancur seancur-ancurnya, remuk seremuk-remuknya, mau nangis seember tapi rasanya tetap percuma.

"Woi bocah kenapa nangis tetiba? Kesambet apa gimana?" Reflek gue mukulin kepala Mas Langit karena pertanyaannya.

"Temen Mas jahat banget, dia suka sama perempuan lagi kayanya." Dan didetik yang sama Mas Langit malah tertawa puas, gue yang lagi nangis aja sampai kaget denger ketawanya.

"Mas gila ya?" Tanya gue masih terisak.

"Nggak gila cuma mau ngakak aja, Si Bintang suka perempuan lain? Kamu nggak salah? Itu sama aja kaya nunggu kucing beranak ayam, mana mungkin?" Mas Langit masih bertahan dengan tawanya.

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang