|30| Inilah Jalan Kita

236 27 25
                                    

(Petunjuk: Baca pelan-pelan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Petunjuk: Baca pelan-pelan. Banyak informasi penting ada di chapter ini.)

*

Buton, Sulawesi Tenggara, Juni 2019.

Semarak perayaan hari besar agama Islam menggema di seluruh desa. Jalan-jalan padat oleh rombongan keluarga yang saling mengunjungi guna menyambung silaturahim. Rumah kami tak kalah meriah. Silih berganti tamu berdatangan. Kebanyakan dari mereka adalah rekan atau siswa Bapak.

Aku sibuk membantu Mama di dapur. Beliau tengah memasak gulai daging, akulah yang bertugas menyuguhkan minuman kepada tamu.

Fauzan entah pergi ke mana. Mungkin dia tengah keluyuran bersama kawan-kawannya.

Aku mengantarkan nampan dengan hati-hati. Gelas berisi es buah berjejer di atasnya. Aku berdehem singkat untuk membunuh rasa kikuk. Terasa aneh ketika kulihat Rafid mengisi salah satu kursi.

Kurasakan semua mata tertuju padaku. Ada empat orang termasuk bapak. Mereka mantan siswa beliau.

Aku meletakkan nampan hati-hati. Dari sudut mata, kulihat Rafid tengah menunduk. Benar kata Fauzan, penampilan Rafid berubah drastis.

"Maaf, ya. Ini si Rafid sejak kamu datang kerjaannya menunduk. Takut hafalannya buyar," cetus salah seorang kawan Rafid.

Mukaku sontak memerah, derai gelak ringan memenuhi ruang tamu. Aku buru-buru undur diri.
Aduh, lelucon semacam itu sangat rentan bagi hati yang lemah.

Aku merasa agak canggung berjumpa lagi dengan pemuda itu. Kemungkinan dia pun begitu. Senyumnya tampak kikuk saat kami tak sengaja berpapasan di jalan, tipis dan bola matanya bergerak ke sembarang arah. Aku tahu karena pernah sekali memperhatikannya.

"Siapa yang datang?" Mama bertanya begitu aku tiba di dapur.

"Rafid sama teman-temannya."

"Lho, kenapa dia sudah datang?"

Aku mengernyit samar. "Maksud Mama?"

"Ah, bukan apa-apa. Es buahnya masih banyak?"

Aku mengedikkan bahu. "Tinggal sedikit."

"Aduh, kita kehabisan stock sirup. Coba kamu cek warung di depan, sudah bukan atau belum."

"Mana ada warung yang buka lebaran begini, Mama?"

"Cek saja. Siapa tahu tamu si pemilik warung disuruh ke sana, kan?" perintah Mama. Kuembuskan napas pelan.  "Oi, lewat situ, jangan ke ruang tamu." Mama menunjuk pintu dapur menggunakan dagu.

Aku bergegas tanpa berkata-kata lagi.

Hah! Aku juga pengen main ke rumah teman-temanku sewaktu sekolah. Hari raya, dan aku malah terjebak di dapur.

This Is Our Way | ✔Where stories live. Discover now