|15| Pilihan Bagi Kita

172 26 26
                                    

Dani berubah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dani berubah. Aku tak lagi mengenalnya. Terlalu asing. Dia mulai jarang menghubungi. Ketika kutanya apa alasannya, dia selalu mengatakan sibuk. Saat kuminta untuk bertemu, dia menolak.

Aku benar-benar bingung. Kurasa tak ada pertengkaran yang berarti. Satu-satunya perdebatan sengit kami terjadi ketika ia mulai membahas tentang dosa pacaran. Tidak mungkin dia sungguh berubah karena hal itu, bukan?

Dani berbeda. Isi pesannya bukan lagi kata-kata romantis. Hilang berganti dengan nasihat religius dan kutipan dalil. Segala yang terucap darinya kini terkesan menggurui. Aku benci itu.

Tidak tahan kebingungan sendirian, aku mencoba bertanya kepada Bang Faras. Informasi yang kudapat semakin membuatku khawatir. Dani menjalani diskusi intensif dengan kakak kelasnya. Mereka sering membahas persoalan masyarakat dan berusaha memberi solusi. Bahkan, dalam tahap yang lebih ekstrem, Bang Faras menyampaikan kalau mereka mengajak hampir seluruh penghuni kost untuk hijrah. Ini menakutkan.

Kuputuskan untuk berbagi keresahan ini kepada Kak Leni. Kuharap sepupunya itu dapat membantu. Kami janjian bertemu di depan koridor kelasku. Begitu bel istrahat berbunyi, aku langsung menghambur ke luar ruangan. Saat ini aku sedang menunggunya.

"Hai, Sha. Udah lama?"

Aku menoleh ke kiri. Kak Leni duduk di sampingku. "Belum kok."

"Waktu kita terbatas. Langsung aja, ya?" tukasnya diiringi senyuman.

"Iya, Kak. Seperti yang kuceritakan lewat SMS, ini tentang Dani."

"Kenapa emang si Dani? Aku udah lama nggak kontakan sama dia."

Aku membenahi posisi. Menghadap sempurna ke arah Kak Leni. "Dani terkena paham ekstrem!"

Kak Leni mengerutkan dahi. "Huh?"

Kuceritakan semua keanehan Dani lengkap dengan informasi tambahan dari Bang Faras. Kak Leni mendengarkan tanpa menyela. Aku begitu berapi-api membeberkan persoalan Dani.

Kak Leni mengangguk-angguk. "Jadi, intinya, si Dani punya kakak kelas penganut Islam garis keras, gitu?"

"Iya! Kak, kita harus berbuat sesuatu sebelum dia jadi sesat!"

Kulihat Kak Leni menarik napas berat. "Gini aja, coba kamu hubungi lagi. Pastikan dia itu maunya gimana. Dani milih kamu atau ajaran ekstremnya."

Aku mengerjap. Ini sulit. "Eh, serius, Kak?"

"Kenapa enggak? Kalau emang cinta, dia pasti bakalan lebih milih kamu daripada hal-hal ekstrem gitu. Iya, kan?"

Aku termenung. Berpikir sejenak. Butuh pertimbangan matang-matang untuk memutuskan hal ini. Tetapi, kalau dipikir-pikir, apa yang disampaikan Kak Leni benar adanya. Bukankah cinta selalu memberikan pengorbanan tertentu?

"Oi, jangan melamun aja! Gimana saranku?" Kak Leni menepuk pundakku cukup keras.

"Aku coba, Kak. Pulang dari sekolah ini langsung kutelepon."

This Is Our Way | ✔Where stories live. Discover now