|29| Obat Dua Hati

166 20 23
                                    

"Jadi pulkam lusa, Sha?"

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Jadi pulkam lusa, Sha?"

"Iya, aku udah beli tiket." Kutanggapi pertanyaan Adiba tanpa menoleh ke arahnya.

Sore ini kami sedang membuat es buah guna persiapan takjil. LDK mengadakan buka puasa bersama bagi seluruh organisasi mahasiswa di kampus ini. Salah satu agenda besar selama bulan Ramadan.

"Enak banget yang bisa pulkam." Adiba mendesah pelan.

Aku mendongak, memandangnya sekilas. "Emang kamu nggak pulkam?"

Adiba menggeleng. "Kalau aku pulkam, siapa yang ngurusin agenda selama Ramadan?"

"Ada PJ-nya, kan?"

"Iya, tapi jalur koordinasi Ketum-Kabid Kemuslimahan tetap diperlukan sampai akhir acara. Di kampungku susah jaringan, Sha."

Aku menyengir. Risiko jadi Kabid Kemuslimahan. Rela berlama-lama di kampus, bahkan beberapa mantan Kabid bersedia lebaran di kampung orang demi menjalankan amanah dakwah. Aduh, mana mampu aku seperti itu?

"Melonnya dipotong kotak-kotak, Arisha. Bentuknya dadu, bukan persegi panjang." Aurel menyeletuk tiba-tiba. Aku cemberut ke arahnya.

"Syukurnya keluargaku di kampung mau lebaran di Malang tahun ini."

"Serius?"

"Yap. Kakaku nikah sama orang Malang. Ah, paling kami lebaran di rumah mertuanya."

Aku mengangguk-angguk. "Oh, kakakmu udah nikah? Kok kamu nggak ngundang-ngundang, sih?"

"Kenapa Adiba harus ngundang kita-kita? Yang nikah kakaknya, bukan dia." Aurel lagi-lagi menyahut.

Aku mendelik. Manusia satu ini tidak bisa diajak basa-basi. Tidak mungkin kami bekerja dalam situasi hening, bukan? Apa dia tidak bisa memahami usahaku untuk menghidupkan suasana?

Urusan kepanitiaan proker satu ini memang agak repot. Pasalnya, banyak anggota yang sudah pulang kampung. Sedikit sekali mahasiswa yang mau merayakan lebaran di tanah rantau.

"Kak, barusan aku udah ngecek gelas di lemari. Kurang dari seratus." Salah seorang junior menghampiri kami. Angkatan 2017. Dialah si PJ yang sempat kusinggung tadi.

"Beli lagi, Dek." Adiba menjawab cepat.

Gadis itu menyengir. "Ada yang bisa nemanin, Kak? Aku nggak berani bawa motor sendirian di tempat ramai."

"Rel, kamu bawa motor, kan?" Adiba beralih kepada Aurel. "Tolong kamu yang anter, ya?"

Aurel mengangguk tanpa banyak protes. Dia segera melepaskan pisaunya. Gadis itu bangkit menghampiri si PJ. "Ayo."

"Eh?" PJ mengerjap cepat. "Bareng Kakak?"

"Maumu aku sendiri yang pergi?" sahut Aurel sadis.

Aku geleng-geleng kepala. Tidak bisa membayangkan betapa kikuknya junior kami itu. "Kamu gantiin tugasku, Dek. Biar aku bareng Aurel."

This Is Our Way | ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora