55•-Bullshit.

1.4K 46 0
                                    

________

Kadang melihat masa lalu itu perlu, namun tujuannya bukan hanya untuk diungkit melainkan mengambil pelajaran yang ada.

_____________

Mereka berada ditempat makan favorite Revan.

Revan menatap Atha kesal, apa yang katakan Atha tadi? Atha benci padanya?

"Jadi, semua omongan lo dulu bullshit ya?" Revan menatap dengan sinis.

Seperti bukan layaknya seorang kekasih bukan? hanya beberapa hari awal saja terlihat sangat manis. Sungguh aneh kisah mereka.

"Maksud kamu? jadi selama ini aku perjuangin kamu dan sementang gue udah dapetin lo dan gue ngelakuin kesalahan langsung lo bilang gue bullshit?" tanyanya tak habis pikir.

"Gue males sama lo, ternyata dari dulu gak ada berubah-ubahnya! banyak cewek yang mau sama gue tapi lo yang gue pilih ,tapi kenapa lo selalu buat gue mumet gini sih?!" jelas Revan berbelit-belit ia benar-benar kesal. Ia setengah percaya mengatakan ini pada Atha.

Atha terdiam sesaat lalu ia membiarkan Revan menjelaskan, baru sekali dalam hidupnya melihat cowok dingin ini berbicara.

"Lo tau? gue ngaterin Stella karna dia ndelosor tuh dihalaman sekolah, terus gue salah nganterin dia?"

"Sekarang lo bilang segala macem ini itu, lo tau? saat lo sama Dimas mesra-mesraan, gue bawain lo makanan, maaf terpaksa gue buang karna lo selalu buat gue makin benci sama lo, tapi gue sadar, lo itu emang sukanya mesraan sama laki-laki, gue tau itu!" ucapnya dengan lantang.

Hatinya semakin memanas, Atha tiba-tiba tak tahan dan ia mengeluarkan semua unek uneknya, mungkin tadi dia diam tapi sekarang ia benar-benar kesal.

"Lo bilang gue sukanya mesra mesraan? lo kira gue apaan, lo jadiin pacar gue cuma buat ngerendahin gue? selama ini lo gak tau apa yang gue rasain, dasar gak punya hati!" Atha meninggalkan tempat makan itu dengan berlari.

Dulu Revan meninggalkan nya saat hujan-hujan, namun kini Atha tak segan meninggalkannya dengan kesal yang menyelimuti.

Ia tak tau harus kemana? ke rumah Stella? seperti nya tidak.

Revan terdiam atas semuanya, ia bahkan masih diam dan mencerna semua dengan baik? apakah dia sudah kelewatan, mengingat semua pengorbanan Atha untuk memilikinya sudah ia penuhi, tapi sekarang semua tak seindah yang ia pikirkan.

Revan mengacak rambutnya frustasi, "Maafin gue.." Lirihnya.

Ia ingat semua kejadian yang mengharuskannya menyakiti hati kekasihnya itu.

Gue sadar semuanya, gue salah buat lo, gue tau ketulusan lo, tapi kayaknya gue emang gak pantes buat lo. batinnya sambil berlari kearah mobilnya.

Atha menelfon Nata, namun tak kunjung diangkat, lalu ia mengetikkan ponselnya untuk Vanno, mengirimkan sebuah alamat dimana sekarang ia berada.

Ia mengelus bahunya sendiri, menikmati semilir angin malam, lalu duduk didepan kursi dekat taman itu.

"Gue sayang lo Van, tapi kenapa semua kayak gini?" Atha menutupi wajahnya ia menagis sejadi jadinya, penerangan itu cukup terang namun mana mungkin orang akan melihat mata sembab ini?

Ia memutar kenangan pahitnya, dari mana ia mulai melihat cowok itu saat bermain basket dan ia selalu mendapatkan perilaku sepahit kopi.

"Gue gak tau harus gimana lagi, rasanya pengen gue buang semua rasa ini tapi gue masih cinta sama lo" Ia meraung raung, sesak sekali mendengar semua ucapan yang telah masuk kedalam hati dan pikirannya.

"Revan.." lirihnya mengusap air matanya dengan mengingat semua kejadian itu.

Menyakitkan sekali, harapannya benar benar hancur, ia kira menjadi pacarnya dan pengungkapan rasa itu justru membuatnya lebih bahagia menikmati hidup, nyatanya ini hanya sebuah permainan belaka.

Revan memang sangat membenci dirinya -pikir Atha.

Revan menancapkan gas nya dengan keras, ia berulang kali mengumpat dan segera ia ambil ponselnya tanpa memperhatikan jalanan yang ramai ini.

Revan: Gue rasa lo emang gak pantes lagi buat gue, lo udah ngerusak semua rasa ini. Makasih buat semuanya.

Dengan berat hati ia mengirmkan pesan itu, ponselnya ia hempas dengan kerasnya. ia terus mengacak rambutnya frustasi.

Brengsek!! batinnya dengan segala kemarahannya.

• • •

Tin tin.. klakson itu berbunyi keras, Atha sudah mengelap semua air matanya dengan tissue .

"Lah bocah lo ngapain kesini, ayok masuk" ucap Vanno dari kaca mobil itu.

Atha mengiyakan lalu duduk disamping Vanno yang masih memandangnya dengan wajah recehnya.

"Paan sih lo" Atha memukul lengan Vanno.

"Lo ngapain? pasti berantem ya, mata lu sembab gitu" Vanno menyipitkan matanya.

"Tau ah, gue gak tau mau pulang kemana, sekarang gue tinggal dirumah manusia ternyebelin sedunia dan gue gak mau kesana!" ucapnya.

"Siapa? kenapa gak mau kesana, emang lo
mau nginep dirumah gue?"

"Masalah lama, gue gak mau tinggal dirumah seseorang yang udah ngerusak keuarga gue dan gue gak mungkin juga tinggal dirumah
lo"

"Lo udah nyusahin banyak mau lagi, yaudah kerumah Nata aja gimana?" tawarmya.

Lagi lagi dengan masalah ini ia lupa akan kedua sahabatnya itu.

"Astaga, gue kan punya rumah bego!" Atha menepuk jidatnya.

"Yaudah anterin gue, capek gue mau bobok cantik" Atha tersenyum pedih lalu menyenderkan kepalanya dikaca mobil itu sambil menatap gemerlap lampu malam.

"Kangen papa sama mama" Lirihnya terdengar oleh Vanno yang fokus menyetir.

"Sabar ya, maaf bulan bulan ini gue gak bisa selalu ada buat lo,"

Hah? Vanno denger... "Elah lo nguping aja, gue capek mau tidur bye".

"Eh gue nginep dirumah lo boleh kan?" tanya Atha mendongakkan wajahnya.

"Katanya kerumah lo?"

"Gue takut sendirian heehe.."

Vanno mengangguk paham.

Kenapa semua mesti lo tutupin sih Tha? gue janji bakal bikin lo bahagia. batin Vanno melirik kewajah gadis yang sudah memejamkan matanya itu.

Bahagia dalam persahabatan.

TBC

Heart disclosure [completed]Where stories live. Discover now