Part 20: Illusion

Start from the beginning
                                        

"Kau cukup lurus saja anak muda. Disebelah kanan ada pemandian air panas dan di sebelahnya ada kedai dango."

"Ah ne, arigatou gozaimasu Baa-san."

Wanita paruh baya tersebut mengangguk sambil tersenyum. Kemudian berlalu meninggalkan Sai. Naruto dan Sasuke akhirnya mendekat ke arah Sai. Bertanya apakah dia mendapat informasi atau tidak.

"Kalau begitu ayo. Tubuhku sudah lengket sekali, dattebayo." Naruto berucap semangat lalu berjalan mendahului Sasuke dan Sai.

Sasuke berdecak, merasa jengkel dengan sikap Naruto yang membuat beberapa orang menatap tanya ke arah mereka.

Sasuke melirik beberapa orang yang terang-terangan berbisik. Namun kedua netranya malah menangkap seorang gadis berambut ungu tua dengan setelan kimono putih ungu pendek tengah berlari menuju arah berlawanan.

Detak jantung Sasuke berpacu. Netranya terus mengikuti sang gadis selama kurang lebih empat detik, lalu setelahnya dia kehilangan jejak karena gadis itu menghilang dibalik kerumunan.

"Hinata." Bisik Sasuke pelan nyaris tak terdengar. Kepalanya ia gelengkan, berusaha menghalau sosok istrinya yang tiba-tiba muncul di pikirannya.

"Sasuke! Kau itu dipanggil dari tadi tahu!" Naruto bersungut-sungut, wajahnya tertekuk kesal karena Sasuke tidak meresponnya. Padahal ia sudah berteriak dengan cukup keras tadi.

"Hinata." Jawab Sasuke singkat dengan pandangan masih ke arah kerumunan tempat istrinya menghilang tadi.

"Ha? Apa?"

"Aku melihat Hinata."

Naruto melongo tak percaya. Dia akhirnya mengikuti arah pandangan Sasuke. Alisnya menyatu, menandakan dirinya tengah kebingungan. Kedua indra penglihatannya tidak dapat menemukan sosok yang Sasuke maksud. Akhirnya ia kembali menatap Sasuke dengan pandangan aneh.

"Itu hanya ilusi, Teme. Jika benar itu Hinata, sudah pasti kita bisa merasakan cakranya. Lagipula, apakah Shitenshounin akan membiarkan tawanan mereka pergi begitu saja?" Naruto berucap cukup logis. Dan hal itu tentu saja diterima oleh akal sehat Sasuke.

Hinata itu sekarang adalah seorang tawanan yang dijadikan alat boomerang untuk Desa Konoha. Tentu saja Shitenshounin tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Dan parahnya lagi, Naruto sama sekali tidak merasakan cakra Hinata sedari tadi. Mungkin Sasuke hanya kelelahan dan berhalusinasi.

"Kurasa kau benar."

Akhirnya Sasuke dan Naruto kembali berjalan, menyusul Sai yang mungkin saja sudah sampai ke pemandian air panas.

"Jika itu kau, Sasuke-kun, aku berharap kau tidak menemukanku. Aku akan menikam perasaan ini hingga mati dan tak tumbuh kembali."

Gadis itu, Hinata, berlari ke arah hutan dengan cepat. Rambutnya bergerak seiring irama langkahnya. Sampai akhirnya ia tiba di sebuah bangunan tua yang terletak di tengah hutan, perbatasan Desa Takumi.

"Hinata, kenapa kau menangis? Apakah terjadi sesuatu yang buruk?" Shino bertanya khawatir. Pasalnya Hinata baru saja tiba dengan keadaan memprihatinkan.

"Yang dikatakan Shino memang benar. Dia khawatir padamu. Kita disini adalah tawanan, alat perang Desa Konoha. Aku tidak ingin salah satu diantara kita terluka karena segel ini dapat membuat korbannya merasa panas di tubuh. Jaga diri kalian sebelum shinobi Konoha datang menyelamatkan kita." Chouji berucap panjang lebar. Dia tidak ingin jika Hinata atau Shino harus merasakan rantai segel api milik Ryuugan.

Red String [End]Where stories live. Discover now