🌙
Naruto membuka matanya lebar-lebar kala dirinya merasakan cakra milik Chouji yang berada lumayan jauh dari jangkauannya. Dia melirik ke arah Sasuke dan Sai yang tengah duduk di depan api unggun, terdiam. Dia sontak berdiri, membuat asistensi untuk menarik perhatian Sasuke dan Sai.
"Naruto, kenapa kau berdiri? Ingin buang air lagi, hmm?" Perkataan polos nan datar milik Sai langsung mengena di hatinya. Ia langsung memasang wajah horor. Padahal, dia baru saja ingin memberi tahu hal penting.
Setelah adegan muka horornya selesai dilakukan. Dia segera berganti ekspresi menjadi serius dan berwibawa.
"Aku merasakan cakra Chouji disekitar sini. Jaraknya lumayan jauh." Perkataan Naruto berhasil membuat Sai dan Sasuke berdiri. Keduanya menatap Naruto dengan pandangan bertanya.
Naruto memang dalam mode Sennin, jadi wajah jika dia dapat merasakan cakra seseorang dengan jarak lumayan jauh. Apalagi melihat kondisi Sasuke dan Sai yang menonaktifkan cakra mereka. Membuat Naruto menjadi satu-satunya yang diandalkan saat ini.
"Katakan, Naruto." Sasuke berucap pelan.
"Kira-kira dua kilometer dari sini. Arah barat daya. Tapi aku tidak terlalu yakin dengan jaraknya."
"Kalau begitu, apa lagi yang kita tunggu?"
Setelah Sai mengakhiri kalimatnya, mereka bertiga lekas berlari dengan dipimpin Naruto di depan. Api unggun yang mereka buat telah dipadamkan oleh gulungan Sai yang berisi air.
Dengan penglihatan terbatas, mereka bertiga berlari di tengah hutan. Hari masih gelap, mungkin sekitar pukul satu malam. Namun hal ini tidak membuat mereka menunda misi. Ah, sebenarnya bukan misi karena mereka melakukannya secara ilegal. Tapi siapa peduli?
Mereka terus berlari, mengabaikan suara jangkrik dan burung hantu yang mereka dengar. Hingga suara Naruto menginterupsi langkah kaki mereka.
"Hampir sampai, beberapa puluh meter lagi. Pelankan langkah kalian."
Mereka bertiga memelankan langkah. Memutuskan melompat dari atas dahan pohon saja. Sebisa mungkin mengurangi suara.
Naruto berhenti di sebuah dahan pohon yang cukup tinggi. Keduanya lantas mengikuti Naruto, berhenti di dahan pohon yang sama. Menelisik apakah ada pergerakan atau tidak.
"Pondok itu? Apakah Chouji-san dan salah satu anggota Shitenshounin ada di sana?" Sai bertanya setelah beberapa menit mereka hanya diam sambil mengamati. Tidak melakukan apapun seperti merencanakan strategi atau berunding.
"Cakra Chouji hilang. Mereka sudah mengetahui keberadaan kita. Ck, sia--"
' Set '
' Duaarrr '
Perkataan Naruto terpotong lantaran sebuah kunai melesat ke arah mereka bertiga dengan untaian kertas peledak.
Sasuke langsung mengaktifkan Susano o miliknya. Menghalau serangan ledakan yang mungkin saja dapat melukai Sai, Naruto, dan dirinya sendiri. Seorang laki-laki muncul dari balik kepulan asap ledakan. Senyum miringnya terbit.
"Kalian sudah datang rupanya. Padahal kami berencana akan mendatangi sendiri Desa Konoha besok siang."
Naruto mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Aura cakra gelap sudah menguar dari tubuhnya. Dirinya mati-matian menahan emosi agar tidak bertindak gegabah.
"Dimana mereka?" Sasuke bertanya cukup singkat. Membuat seorang laki-laki tadi memasang wajah berpikir yang menurut Sasuke sangat menjengkelkan.
"Ah, apakah gadis manis itu maksudmu? Sayangnya dia tidak ikut bersamaku." Suiko, laki-laki tadi hanya menjawab seadanya sambil mengendikkan bahu acuh. Membuat Sasuke harus menutup mata dan mengatur napas perlahan.
YOU ARE READING
Red String [End]
FanfictionWalaupun benang merah telah mengikat mereka berdua, kenapa kata 'terpisah' selalu mengintai hidup keduanya. Berawal dari perjodohan yang mengikat keduanya. Takdir mempermainkan hati dan perasaan mereka hingga perpisahan menjadi ujung perjuangan cint...
![Red String [End]](https://img.wattpad.com/cover/195722217-64-k82083.jpg)