Part 18: Behind the Story

Start from the beginning
                                        

Aku punya seorang kakak, kode namanya adalah Shin. Dia adalah satu-satunya Anbu Roots yang bisa tersenyum tulus. Namun, dia meninggal karena penyakit yang tidak aku tahu. Saat itu aku bingung ingin berekspresi seperti apa. Rasanya kehilangan, tapi bagaimana aku mengekspresikannya? Aku tidak tahu."

Sai menggantungkan ceritanya dengan nada datar. Selama ia berbicara, tak ada perubahan ekspresi apapun. Sedih, menyesal, atau kecewa sama sekali tidak tergambar dalam mimik wajahnya. Ekspresinya benar-benar datar. Tak heran dia terpilih menjadi anggota Anbu Roots.

"Aku juga sama. Kehilangan guru Petapa Genit adalah hal paling menyakitkan selama masa kecilku. Aku menangis, mengurung diri, bahkan berhenti makan ramen selama tiga hari penuh. Dia adalah sosok kakek yang selalu melindungiku.

Dan kehilangannya adalah sebuah petaka bagiku. Dia, sudah menganggapku seperti cucunya sendiri."

Sasuke terdiam. Yang sering dipanggil guru Petapa Genit oleh Naruto hanya satu, yaitu Jiraiya. Dia mengetahuinya karena melihat satu figura foto milik Orochimaru yang berisi Hokage ketiga, Tsunade Senju, Orochimaru, dan yang terakhir pasti Jiraiya.

Menurut Sasuke dan Sai, sosok Jiraiya adalah pahlawan yang sebenarnya. Dia mencari informasi tentang Akatsuki dan melindungi Konoha dalam diam. Bahkan, semua anak didik Jiraiya adalah sosok shinobi yang sukses. Sebut saja Minato, Nagato, Yahiko, Naruto, dan Konan. Mereka semua adalah para shinobi hebat.

Tentu saja kehilangan sosok pahlawan seperti Jiraiya adalah pukulan telak. Apalagi setelah tahu jika beliau dibunuh oleh muridnya sendiri.

"Sasuke-san, tidak ingin bercerita?" Sai bertanya pada Sasuke karena sedari tadi orang yang ia tanyai hanya diam tanpa merespon cerita Naruto.

"Kisahku panjang. Lagipula aku malas bicara terlalu banyak."

"Tak apa, kita sama dalam hal ini." Naruto berusaha membujuk Sasuke menceritakan kisahnya. Sebenarnya Naruto tahu, ucapan Sasuke tadi hanyalah kedok untuk menyembunyikan luka hatinya. Namun menurut Naruto, bukankah akan semakin sakit jika dipendam sendirian?

"Kalian tahu, tragedi berdarah Uchiha adalah pembunuhan massal paling mengerikan. Itu yang membuatku berambisi untuk menuntut balas. Orang yang tersisa dari klan ini hanya aku, dan kakakku. Hingga aku membunuhnya, menyisakan satu Uchiha, aku sendiri.

Hingga saat perang Dunia Ninja Keempat, aku bertemu Obito. Seorang Uchiha yang ternyata masih ada, dan hidup. Tapi akhirnya, dia tewas. Dan lagi-lagi menyisakan diriku sebagai seorang Uchiha. Sekarang, gadis itu adalah seorang Uchiha. Bagaimana mungkin aku harus kehilangan satu lagi anggota Klan Uchiha?  Tak kan ku biarkan Uchiha kehilangan anggota klan lagi."

Sasuke bercerita dengan pelan. Terdengar seperti dirinya bermonolog. Sementara Naruto terpaku mendengar ucapan Sasuke. Apakah ini artinya Sasuke sudah mulai memiliki rasa kepada Hinata?

Ugh, bagaimana mungkin mereka berdua tidak ada rasa? Pepatah mengatakan cinta ada karena terbiasa. Dan setelah tinggal bersama cukup lama, mana mungkin mereka berdua tidak ada rasa? Itu terdengar mustahil.

Jika diingat-ingat, Hinata dulu pernah beberapa kali menyatakan cinta kepada Naruto. Dan hal itu sukses membuatnya menghela napas sangat panjang. Dimana otak dan matanya kala itu? Kenapa bisa ia tidak melihat Hinata sedikitpun?

Betapa beruntungnya Sasuke mendapatkan Hinata sebagai istrinya. Setidaknya meskipun Hinata dikenal lemah, dia adalah seorang putri ningrat yang cantik dan memiliki banyak bakat.

Tutur katanya juga halus dan sopan. Perilakunya juga anggun, jadi siapapun tidak akan malu untuk membawa Hinata sebagai gadis pasangannya di acara formal atau non-formal.

"Mengingat Hinata-chan, aku jadi memikirkan gadis asal Tanah Iblis, negara Miroku, yang waktu itu kita tolong. Kau masih ingat eh, Sasuke?"

Alis Sasuke berkedut, gadis mana yang Naruto maksud? Lagipula, memangnya ada negara Iblis? Lalu, apa hubungannya dengan 'mengingat Hinata' dengan gadis yang Naruto maksud?

Melihat Sasuke yang tak kunjung menjawab, membuat Naruto menyimpulkan bahwa sahabatnya memang benar-benar lupa. Misi itu sudah berlalu bertahun-tahun yang lalu. Jadi wajar jika Sasuke lupa.

"Shion, ya? Kau pernah berkata jika suatu hari nanti aku akan bertemu denganmu. Kau sendiri yang meramalnya." Bisik Naruto terbawa angin. Bahkan telinga tajam Sasuke tidak dapat mendengarnya karena terlalu lirih.

Setelah itu, semuanya kembali normal. Sasuke yang mengalirkan cakra untuk Sai, dan Naruto yang sibuk mengumpulkan energi alam. Dia berencana akan masuk dalam mode Sennin.

Jadi untuk sementara waktu, Naruto meminta agar dirinya tidak diganggu. Dia butuh konsentrasi penuh untuk mengumpulkan energi alam.

"Sepertinya kau mulai menyukai Hinata-san, Sasuke-san." Sai berucap polos dan datar saat Sasuke berlutut di belakangnya sambil mengalirkan cakra.

Sasuke sendiri terdiam, mencerna dan memikirkan perkataan Sai. Sejurus kemudian, dia hanya tersenyum tipis.

Mungkin perkataan Sai tidak terlalu buruk.

"Urus saja agar burung ini tetap terbang. Aku akan mengalirkan cakraku jika kau butuh. Burung sebesar ini membutuhkan banyak cakra."

"Baiklah, Sasuke-san." Sai menjawab dengan senyum palsu dan mimik wajah yang menurut Sasuke menjengkelkan.

"Arigatou gozaimasu, Sai." Dan Sasuke bergerak berdiri setelah berlutut di belakang Sai.

"Kuharap, keadaan mu baik." Batin Sasuke sambil mencium aroma apple mint yang menguar dari jubah hitamnya dengan mata tertutup.

TBC
Maaf kalau jelek
Kritik dan saran dibutuhkan
Komen yang banyak supaya cepat update

Chapter ngebut. Dan maaf kalo jadinya jelek. Saya cuma mau ijin kalo bulan February mungkin saya akan  slow update. Kegiatan di real life sungguh menyita waktu.

Red String [End]Where stories live. Discover now