25 | Hampa

346 87 5
                                    

Aku baru sadar kalau kamu benar-benar menjadi candu bagiku.

***

Timothy menyesap rokoknya. Angin yang berhembus di pagi hari ini menggerak-gerakkan beberapa helai rambut coklatnya. Di rooftop tempatnya berdiam diri setiap kali ada masalah, Timothy menatap lurus gedung-gedung pencakar langit.

Asap tipis mengepul tatkala lelaki itu membuang nafas panjang. Bau dari nikotin yang terbakar sangat menganggu sistem pernafasan si gadis yang sudah berdiri sejak tiga menit yang lalu. Tapi Timothy tak sedikit pun menyadari kehadirannya.

Kini gadis itu sudah berdiri tepat di samping Timothy. Ia mengikuti arah pandangannya yang mengarah ke beberapa titik fokus. Tapi tunggu! Sebenarnya dari sekian banyak gedung, gedung mana yang menjadi pusat perhatian Timothy?

"Seru ya, abis lari dari masalah?" celetuk gadis itu sarkastis. Timothy hanya melirik sekilas lalu menopang dagunya menggunakan kedua tangan.

"Tuh, ada nyokap lo. Kasihan Tante Em udah jauh-jauh kesini kalau gak ketemu sama lo. Cepat turun! Selesaikan masalahnya baik-baik." Ficka menepuk pelan bahu Timothy.

"Sekalipun juga gue gak pernah lari dari masalah. Lo tau, gue cuma butuh waktu buat nerima semuanya dengan lapang dada." Timothy mengulas senyuman simpul. Laki-laki itu menatap birunya langit pagi yang dihiasi gumpalan awan putih layaknya gula-gula.

"Menurut lo ... Dia bakal balik lagi, kan? Dia bakal bantu gue nebus semua kesalahan yang gue perbuat. Iya, kan?" Timothy menolehkan kepala meminta persetujuan. Ficka hanya mengangguk mengiyakan.

"Turun sana! Nanti kalau Melody lihat pasti dia cemburu haha," tawa Timothy hambar. Ficka tersenyum getir, sejujurnya ia tidak tega pada kedua insan ini. Yang satu koma tak berdaya, yang satunya lagi frustrasi sambil tetap keukeuh bahwa ini semua datang dari kebodohannya.

"Kalau mau nangis, nangis aja gapapa. Gak akan gue ledek kok," ucap Ficka. Terlihat Timothy menarik nafasnya dalam-dalam lalu tanpa aba-aba laki-laki itu berteriak.

"AARRGGHHH!! LO BEGO TIMOTHY!!" deru nafas Timothy memburu karena emosi. Sungguh, ia kesal sekali pada dirinya sendiri. Secara tiba-tiba Timothy berpikir bahwa ia satu-satunya lelaki brengsek yang pernah ada di bumi.

"Hiks ... Mel ... Please, kasih gue kesempatan sekali lagi supaya gue bisa jadi abang yang baik buat lo ... Gue mohon bertahan sekuat tenaga, ya? Hiks ... Hiks ... Gue ... Gue sayang sama lo, Mel ... Jangan nyerah ya, sayang ..." sendu Timothy menularkan virus haru pada Ficka. Pelan tapi pasti, gadis itu membawa tubuh kekar Timothy ke dalam pelukan hangatnya. Ia mengelus belakang kepala Timothy dengan lembut.

"Kalau lo kuat, Melody juga pasti bakal bisa buat bertahan. Kalian sama-sama berjuang, ya? Lo bilang tadi jangan nyerah, kan?" Timothy mengangguk dalam pelukan hangat Ficka. "Mulai dari diri sendiri, oke? Kasih semangat supaya Melody cepat bangun terus bisa gabung lagi sama kita-kita. Lo gak boleh sampai sakit apalagi hancur kayak sekarang. Kasihan Melody nanti jadi beban buat dia."

Timothy hanya terisak. Ia bahkan tidak tahu harus bertindak seperti apalagi. Jiwa nakalnya pun muncul secara tiba-tiba. Timothy kesusahan untuk mengontrol dirinya.

Ia frustrasi. Ini lebih dalam menyayat hatinya ketimbang saat diputuskan oleh Ficka. Timothy tidak ingin apa yang dahulu terjadi kini kembali terulang pada gadis mungilnya.

"Sekarang kita turun. Ada masalah yang harus lo urus. Adik kelas itu bonyok sampai harus dibawa ke klinik," beritahu Ficka. Timothy mendengus lalu melepaskan pelukan Ficka sembari mencebikkan bibirnya gemas.

"Suruh siapa tubruk gue segala? Udah tau gue ini emosian ditambah jago berantem lagi. Itu sih konsekuensinya," sinis Timothy. Gadis itu menatap malas sang mantan kekasih yang kini menjadi temannya.

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang