Part 5

77 3 0
                                    

Sepulang dari kampus, gue dan Ara ga langsung balik ke kos. Kami berniat mampir ke toko buku, sekedar refreshing. Menurut Ara ini lebih baik daripada ngemall, karena baru gue sadari kalo Ara adalah seorang kutu buku. Dia menyukai buku apa aja, terutama novel-novel fiksi. Gue kebetulan juga menyukai buku, meskipun ga sebesar Ara. Gue mengikutinya selama di toko buku itu.

“lo suka buku ya?” tanya gue.

Ara menoleh ke gue, tersenyum dan mengangguk. “iya, boleh dibilang gue dibesarkan diantara buku-buku. Bokap nyokap juga suka buku.” jawabnya.

“buku kaya apa yang lo suka?”

“apa aja kok. Kecuali buku-buku pelajaran mungkin.” Ara terkikih.

“kalo buku pelajaran mah gue juga ga suka kali, Ra.” gue juga tertawa.

“gue jarang ke toko buku…” sambung gue.

“asik tau di toko buku. Gue ngerasa kaya ada di dunia yang lain gitu…” ujar Ara sambil mendongak, mengamati deretan buku yang terpajang di rak.

“serem dong?”

“bukan serem yang gue maksud” Ara menonjok lengan gue pelan, “tapi gue ngerasa kaya masuk ke dunia-dunia pemikiran orang gitu deh. Apalagi baca-baca buku tentang sejarah gitu, kaya kita dibawa ke zaman yang sama.” jelasnya dengan semangat.

Gue mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya sambil memandangi deretan buku novel fiksi di hadapan kami. Gue mengambil sebuah buku dengan sampul yang menarik perhatian gue. Sebuah novel berjudul Norwegian Wood, karya Haruki Murakami. Gue membolak-balik halaman-halaman pertama dari novel itu, dan Ara memandangi gue sambil tersenyum.

“bagus tuh” celetuknya.

“lo udah pernah baca?” gue memandangi sampul novel itu.

“belom” Ara menggeleng sambil menjulurkan lidah.

“kok lo tau kalo ini bagus?”

“itu lumayan terkenal kok, gue pernah baca reviewnya”

Gue mengangguk-angguk. “lo suka Harry Potter?” tanya gue.

“suka sih, cuma gue belum selesai bacanya. Order of The Phoenix aja gue belom kelar” sahutnya sambil tertawa.

“itu yang mana ya?” gue cengengesan.

“yang itu tuh” Ara menunjuk ke salah satu buku Harry Potter yang tebal di
bagian bawah rak. Gue mengambil buku itu, dan merasakan beratnya.

“buset berat bener, Ra” gue mengamati sampul depan-belakangnya.

Ara tertawa. “iya emang. Kadang-kadang kalo udah baca buku, gue bisa lupa sama dunia sekitar. Ga keluar kamar, ga makan gitu lah. Rasa penasaran gue terlalu besar buat dibunuh.”

“gue malah ga betah baca buku lama-lama” sahut gue.

“hobi lo apa emang?”

“apa ya? Rasanya gue ga punya hobi.”

“orang kok ga punya hobi” cibirnya.

“merokok mungkin” sahut gue sambil tertawa.

“merokok mah kebiasaan jelek, bukan hobi” sungutnya sambil menjitak kepala gue pelan. Gue cuma tersenyum kecut, sedikit meratapi diri gue sendiri yang ga berhobi.

“kenapa lo ga coba baca buku aja?” sambungnya.

Gue berpikir sejenak. Benar juga saran Ara ini, ga ada salahnya mencoba satu kegiatan baru. Selama ini gue membaca buku hanya untuk selingan aja, bukan karena gue menyukai buku. Kali ini gue akan mencoba menyukainya.


Dunia Yang SempurnaWhere stories live. Discover now