Part 2

97 2 0
                                    


“di sebelah kamar gue? Hahaha. Kok bisa sih?” Ara tertawa terheran-heran, gue yakin dia juga sama herannya seperti gue.

“waktu gue dateng kemaren siang, kosan ini masih sisa dua kamar, ya kamar gue sama kamar lo itu. Berhubung gue ogah di pojokan, makanya gue milih yang satunya.” jawab gue sambil menaiki tangga.

“berarti gue dapet di pojokan gara-gara lo dong ish!” sahutnya kesel sambil menonjok bahu gue pelan.

“ya kayanya sih gitu, Ra. Untung gue dateng sedikit lebih cepet dari lo…” gue meringis sambil mengelus-elus bahu yang ditonjok Ara barusan.

Kami berdua sampai di depan kamar masing-masing, dan gue masuk ke kamar, begitu juga dengan Ara. Setelah melepas kemeja putih buluk yang sepertinya harus gue pake lagi keesokan hari, gue keluar dari kamar dan bersandar di balkon depan kamar sambil mengenakan kaos dalam dan celana panjang yang gue kenakan seharian ini. Gue menyalakan sebatang rokok, dan menghisapnya dengan santai sambil menikmati udara malam.

Baru sebentar gue merokok, terdengar suara Ara dari kamarnya.

“Eh, Gil, gue kok ga liat lo ya kemaren?”

Gue tertawa, “iya lah lo ga liat gue, orang gue tidur ini. Tuh tas-tas gue aja belom gue bongkar.” Gue menunjuk ke dua tas besar yang masih teronggok di sudut kamar.

“kemaren gue sampe sini, bersih-bersih kamar bentar, langsung tidur.” sambung gue lagi.

“pantesan aja sih…” Ara tertawa.

Ga berapa lama kemudian Ara keluar dari kamarnya sambil membawa setumpuk baju.

“mau kemana lo?” tanya gue bloon.

“mandi lah, lo pikir mau kemana?” balas Ara.

Gue tertawa dan melambaikan tangan gue, dengan gesture mengusir seperti seseorang mengenyahkan lalat. Ara mencibir dan mendengus, kemudian dia berlalu ke kamar mandi di bagian tengah selasar.

“Ra…” panggil gue.

Ara yang udah didepan kamar mandi menoleh ke gue. “Apa?”

“jangan lama-lama, gue juga mau mandi. Hehehe…”

“gue lama-lamain aah…” sahutnya sambil mengunci pintu kamar mandi.

Gue memutarkan bola mata, dan menggelengkan kepala melihat kelakuan cewek satu ini. Kenal juga baru sehari, ternyata kamar kita tetanggaan. Waktu itu sama sekali ga terlintas di pikiran gue untuk berbuat yang aneh-aneh, barangkali karena gue waktu itu sedang lelah. Lagian gue disini buat kuliah, bukan untuk berbuat maksiat. Gue masih mengingat dengan jelas segala wejangan ibu dan bapak di kampung, dan gue masih belum cukup gila untuk jadi anak durhaka.

Agak lama kemudian, Ara keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan kaos berbahan agak tipis dan celana jeans. Sambil berjalan ke kamarnya, Ara cengengesan ke gue.

“gue pikir lo ketiduran di kamar mandi….” kata gue pelan.

Mendadak Ara meletakkan handuknya yang masih basah ke kepala gue, sehingga gue ga bisa melihat. Langsung gue singkirkan tuh handuk dan mendapati Ara cengengesan di samping gue, bersandar di balkon.

“bawel amat si lo kaya cewe…” tukasnya sewot.

“yee biarin, udah gue bilang juga mandinya jangan lama-lama. Gue kan juga mau mandi, lengket nih badan gue…” jawab gue ga kalah sewot.

“ya udah makanya sono mandi gih, daripada ngedumel…”

“sebatang dulu…” gue mengacungkan rokok di jari sambil nyengir.

Ara mencibir, kemudian berlalu masuk ke kamarnya. Dia menutup pintu kamarnya, sementara gue masih merokok di balkon. Ga berapa lama kemudian, gue memutuskan untuk mandi, karena gue udah kegerahan dan rokok gue juga udah abis. Ditambah lagi malam ini anak-anak sekelompok udah janjian ketemu di kampus lagi untuk mengerjakan tugas.

Setelah mandi, gue berdiri di balkon depan kamar Ara lagi, dan melihat pintu kamarnya masih tertutup. Gue masuk ke kamar, dan bersiap-siap. Ketika jam menunjukkan pukul 19.30, gue mengetuk pintu kamar Ara. Jangan-jangan molor nih cewe, batin gue.

Gue mengetuk pintu beberapa kali, dan ga ada jawaban. Gue tunggu sejenak, kemudian gue ketuk lagi, kali ini gue berniat agak keras. Barangkali bener dia ketiduran, biar dia kebangun, gitu pikir gue. 

Ketika gue mengetuk pintu dengan agak keras, mendadak pintu kamar Ara terbuka, dan alhasil ketukan dengan jari tengah gue itu mendarat di bagian atas bibirnya.

“aduh!” Ara terkena ketukan jari gue di bibir, dan seketika itu juga menutupi bibirnya.

Gue terkejut, dan langsung meminta maaf ke Ara.

“eh sorry sorry Ra, ga sengaja. Sorry… lo gapapa kan?” tanya gue khawatir.

Ara ga menjawab dan masih mengusap-usap bibirnya yang ga sengaja kena jari gue. Kemudian dia menonjok lengan gue dengan jengkelnya. Gue sih ga melawan apa-apa karena emang gue yang salah.

“sakit tau bego….” sungutnya.

“iyaa sorry, Ra. Gue kira lo ketiduran…”

“sabar napa sih, gue lagi dandan!” dia masih sewot.

“iya maafin gue ya Araaa. Dah yuk ke kampus lagi.” ajak gue sambil mengajaknya keluar kamar.

“ogah, males gue.”

“lah? Kok males? Ntar kalo ga kelar tugasnya kita semua bisa kena semprot…”

“biarin, sebodo amat. Ogah gue…” dia merajuk.

“Raa, jangan gitu dong ah… yuk keburu malem nih ntar…”

“tau ah, ogah. Ini udah malem…”

“ya makanya itu yok ke kampus yok….”

“……….”

“Raaa….”

“………”

“Ara….”

“………..”

“nanti pulangnya dari kampus gue traktir nasi goreng deh….”

“bener? Janji lo ya? Awas lo kalo boong gue lempar dari balkon…”

Gue cuma bisa geleng-geleng kepala memandangi cewek bernama Soraya ini. Cewek yang baru gue kenal sehari tapi udah memaksa gue untuk memohon-mohon kepadanya. Entah masih ada berapa hari lagi seperti ini, pikir gue lemas.

Dunia Yang SempurnaWhere stories live. Discover now