25

2.1K 58 0
                                    

Arkan jatuh terduduk. Dia menangis, yah, Arkan menangis. Cintanya telah pergi sebelum dia bisa mengungkapkannya.

Sementara itu, Anya sudah sadar dari komanya. Operasinya berhasil dan sekarang kondisi Anya telah stabil.

"Anya, ayo makan," bujuk ibu Anya. Anya menggeleng.

"Anya nggak mau makan sebelum ketemu Anesa mah. Anya mau minta maaf sama Nesa. Anya salah. Anya yang nggak percaya sama Nesa. Padahal Nesa mau lakuin apa aja buat Anya," ucap Anya. Ibu Anya terdiam.

"Yah, Anya bener. Nesa mau lakuin apa aja demi Anya. Walau itu nyawa dia sekalipun," ucap ibu Anya. Dia menitikkan air matanya.

"Hei, mamah kenapa nangis? Anya mau makan kok," ucap Anya. Dia langsung merebut bubur dari tangan ibunya lalu melahapnya.

"Jadi, kapan Anya bisa ketemu Nesa?" tanya Anya.

"Besok," ucap ibu Anya. Anya mengangguk.

                       *******

"Mah, yang donorin jantung siapa sih? Anya pengen tau orangnya. Dia pasti baik banget deh orangnya," ucap Anya. Ibu Anya mengangguk.

"Kita mau kemana?" tanya Anya. Ibunya hanya diam, memikirkan sesuatu.

"His, mamah. Kak Tiko, kita mau kemana?" tanya Anya pada kakaknya yang sedang mengemudi di depan.

"Kita mau ke suatu tempat, mempertemukan kamu dengan Nesa dan seseorang yang mendonorkan jantung untukmu," ucap kak Tiko.

"Waw, kita bertemu keduanya sekaligus? Aku seneng banget."
Tiko hanya menghembuskan napasnya. Dia tak tega melihat bagaimana ekspresinya saat melihat Nesa.

Mereka sampai di TPU. Anya turun dari mobil sambil menatap ibunya bingung.

"Mamah, kita mau ketemu Nesa. Bukan tempat nyeremin ini. Nesa kan paling nggak suka tempat ini," ucap Anya.

"Kita mau ketemu Nesa. Dia udah ada disini," ucap kak Tiko. Anya hanya terdiam, dia masih saja bingung.

Saat menuju sebuah pemakaman. Terlihat seseorang sedang disana.

"Hai Arkam," sapa kak Tiko.
Arkam berdiri. Dia tersenyum tipis pada Tiko.

"Hai kak Tiko, hai tante, dan hai Anya," sapa Arkan. Anya tersenyum ke arah Arkan.

"Arkan ngapain disini?" tanya Anya. Arkan hanya diam.

"Mah, mana Nesa. Katanya udah ada di sini," ucap Anya. Ibu Anya menunjuk pada sebuah nisan.

Anya membacanya. Dia membelalakan matanya.

"Nggak, nggak mungkin. Kalian bohonhkan? Dia bukan Nesa kan. Bukan, dia bukan Nesa bukan," ucap Anya, dia langsung menangis histeris.

Ibu Anya memluknya. "Mah, dia bukan Nesa kita kan? Bilang kalau dia bukan Nesa," ucap Anya sambil menunjuk batu nisan itu.

"Tidak Anya, dia Nesa. Dia sudah meninggal. Dia yang sudah mendonorkan jantungnya buat Anya," ucap ibu Anya.

Anya tetap menggeleng. Dia tidak bisa menerimanya. Itu tidak mungkin.

"Nggak mungkin mah, dia bukan Nesa. Bukan." Anya menangis dalam pelukan matanya. Ibu Anya pun turut sedih melihatnya.

Beberapa jam menangis. Akhirnya dia berhenti. Dia menatap ke araha nisan itu.

"Nesa, ini bukan kamu kan? Maafin aku, aku nggak percaya sama kamu. Aku jahat Nesa, aku jahat. Aku nggak pantes jadi sahabat kamu. Aku nggak pantes dapet donor jantung dari kamu. Aku ini jahat. Jahat." ucap Anya sambil memeluk nisan itu.

"Aku sayang kamu Nesa. Kenapa kamu ninggalin aku, kamu tahu kan aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku mohon maafin aku, jangan tinggalin aku sendiri," ucap Anya. Dia kembali menangis.

Arkan masih setia menunggu Anya disana. Dia ingin memberikan sesuatu.

Arkan berjongkok sambil memegang nisan Nesa.

"Anya, Nesa sayang banget sama kamu, dia berpesan kalau dia minta maaf. Dia jahat, dia sudah mengacuhkan dan mengecewakan kamu. Dia minta maaf," ucap Arkan. Anya menatap Arkan dengan mata sembabnya.

"Ini adalah buku diary milik Nesa. Aku pikir, kamu harus membacanya." Arkan menyodorkan buku itu. Buku saat dia mengambil obat di loker milik Nesa.

Anya menerimanya.
"Baiklah, aku pergi dulu," ucap Arkan. Lalu dia beranjak pergi dari sana.

"Udah Anya. Sekarang kita pulang yah," ucap ibu Anya.

Anya mengangguk. Dia menatap nisan Nesa untuk yang terakhir kali. Lalu beranjak pergi.

____________________________________

Best Friends [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ