16 ✔

831 52 0
                                    

Nesa menatap kosong ke arah taman rumah sakit. Dia hanya memandang pada satu objek. Air mancur yang ada di tengah taman.

Sudah tiga hari Nesa tidak berangkat sekolah dan terus di rawat intensif di rumah sakit.

Dia juga sudah menyelidiki tentang orang yang mengantarnya ke rumah sakit.

Nesa tidak mengenalnya dan mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi, Nesa sangat berterimakasih pada orang itu.

Saat Nesa ingin memanggil suster untuk kembali ke kamarnya, tiba-tiba seseorang memanggil Nesa.

"Nesa!" teriak orang itu. Nesa menoleh ke arahnya.
Ternyata dia Arkan, dia datang bersama dengan Daffa dengan masih mengenakan seragam putih abu-abu.

Nesa tersenyum kearah mereka.
"Kamu udah baikan?" tanya Arkan. Nesa mengangguk.

Lalu, Daffa menyodorkan sekantong plastik berisikan buah-buahan.
"Buat apa?" tanya Nesa. Daffa memutar bola matanya.

"Buat pasien rumah sakit di samping ruangan lo," ucap Daffa.

"Oh, oke. Nanti Nesa kasihin." Ucapan Nesa membuat dua laki-laki itu terkejut. Mereka saling melempar tatapan bingung.

"Hei, kalian kenapa?" pertanyaan Nesa membuat dua laki-laki itu menggeleng serentak.

"Dorongin kursi rodanya ke kamar Nesa," perintah Nesa. Arkan mengangguk. Dia mendorong kursi roda Nesa menuju kamarnya.

"Kamu bisa berdiri?" tanya Arkan saat mereka sudah berada di ruang rawat Nesa.

Nesa menggeleng.

Arkan menatap ke arah Daffa dengan khawatir. "Arkan, Nesa mau tidur. Bunda sama ayah lagi pulang ambil baju Nesa. Sekarang Arkan gendong Nesa," ucap Nesa. Arkan mengangguk. Dia menggendong Nesa lalu membaringkannya diatas ranjang.

"Makasih," ucap Nesa sambil terseyum. Lalu dengan perlahan, dia memejamkan matanya.

"Apakah penyakit Nesa serius?" tanya Arkan pada Daffa yang juga tak mengetahui apapun.

"Gue nggak tau, coba nanti lo tanyain sama Bundanya Nesa," ucap Daffa. Lalu duduk di sofa. Arkan pun melakukan hal yang sama, dia duduk di samping Daffa.

Mereka sama-sama terdiam menatap pada satu objek, sebelum seseorang membuka pintu.

Arkan dan Daffa menatap seseorang yang masuk. Mereka saling tatap, kemudian berdiri untuk menyalimi bunda Nesa.

"Tante bundanya Nesa, yah?" tanya Daffa. Bunda Nesa mengangguk.

"Kalian temen satu kelasnya, Nesa?" tanya bunda. Arkan dan Daffa mengangguk bersamaan.

Bunda Nesa tersenyum melihat teman Nesa. Lalu bunda Nesa beranjak menuju ke arah Nesa yang sedang tertidur.

"Em... Tante, bisa kita bicara sebentar?" tanya Daffa yang beberapa saat tadi  terdiam. Bunda Nesa mengangguk. Dia duduk di hadapan sofa yang sedang di duduki Arkan dan Daffa.

"Kalian mau tanya apa? Tanyakan saja, tak perlu sungkan," ucap bunda Nesa sambil tersenyum.

"Sebenarnya, apa penyakit yang di idap Nesa, Tan?" tanya Arkan.

Bunda menghela napasnya berat. Dia benar-benar merasa keberatan dengan pertanyaan yang akan membuatnya sedih dan rapuh.

Tapi, sepertinya mereka orang baik. Dan bunda ingin menceritakan ini pada teman Nesa agar mereka bisa menjaga Nesa. Bahkan, Nesapun tak tahu apa yang terjadi dengannya.

*****

Arkan dan Daffa benar-benar terkejut mendengarnya. Tentu saja. Mereka tidak pernah menyangka.

Mereka berdua menatap wajah damai Nesa. Mereka sangatlah terkejut.

Di hadapan mereka, Nesa adalah gadis yang kalem, pintar dan selalu sabar. Dia bahkan selalu menjadi peringkat pertama di kelas dan di paralel angkatan.

Semua orang berlomba-lomba ingin menjadi seperti Nesa, tapi Nesa? Dia bahkan–– hal ini bahkan juga susah untuk diucapkan lewat kata-kata.

Mereka berdua kini merasakan rasa pilu yang amat mendalam. Kenapa? Kenapa di hadapan mereka Nesa terlihat baik-baik saja?

Dia menjadi gadis terbaik dalam bidang academi maupun non academic.

Arkan dan Daffa benar-benar tak menyangka. Mereka kira hidup Nesa sangatlah sempurna, semua orang kira, Nesa gadis paling beruntung di dunia. Ternyata tidak.

Best Friends [END]Where stories live. Discover now