9 ✔

819 47 0
                                    

Sore ini, Nesa hendak ke rumah Anya untuk menjenguk gadis itu. Bel sudah berbunyi lima menit yang lalu, dan Nesa masih berada di kelas. Dia sedang membereskan buku-bukunya yang berantakan.

Saat Nesa sedang berjalan di koridor yang telah sepi, seseorang memanggilnya dari belakang.

“Nesa.” Nesa mengingat suara itu. Siapa lagi yang memanggilnya dengan nama Nesa di sekolah ini kecuali Arkan.

Nesa membalikkan badannya dan menatap Arkan yang sedang berlari ke arahnya.

“Belum pulang, Kan?” tanya Nesa saat Arkan sudah di hadapannya.

“Belum, tadi abis dari ruang pak Jaya. Dia bilang gue suruh jenguk Anya.” Nesa menatap Arkan bingung. Pak Jaya nyuruh Arkan buat jenguk Anya? Sepertinya ada yang salah. Nesa tetap mengangguk.

“Eh, btw lo ngapain masih disini?” tanya Arkan.

“Tadinya gue juga mau jenguk Anya. Tapi, berhubung udah ada lo jadi gue jenguk nya besok aja,” ucap Nesa.

“Eh, kok gitu. Anya pasti seneng kalau lo yang jenguk. Mending lo aja deh,” ujar Arkan.

“Tapi Arkan, yang dititipin amanah sama pak Jaya kan kamu. Lagian pak Jaya kan wali kelas kita. Lo nggak boleh ngecewain,” ucap Nesa. Arkan sedikit berpikir.

“Gimana kalau kita bareng aja kesananya,” ucap Arkan. Nesa terdiam sejenak. Kemudian mengangguk.

“Yaudah yuk ke parkiran.” Tiba-tiba Arkan langsung menggenggam tangan Nesa. Nesa sedikit terkejut dengan apa yang di lakukan Arkan, tapi dia mencoba tenang dan biasa saja.

“Nih, pakai helm nya,” ucap Arkan sambil menyodorkan sebuah helm ke arah Nesa. Nesa menerimanya, lalu memakainya.

Nesa menaiki motor sport Arkan. Nesa memegang bahu Arkan saat ia sudah duduk di belakang.

“Ish, gue kan udah pernah bilang, jangan pegang pundak gue. Nanti kalau lo jatuh gimana?” ucap Arkan. Nesa menggerutu karena motor Arkan yang terlalu tinggi.

“Iya-iya. Tapi lo jangan modus yah.” Nesa mau tak mau melingkarkan tangannya di pinggang Arkan. Arkan hanya terkekeh. Lalu dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Nesa mengeratkan pegangannya pada Arkan, tapi sebenarnya, lebih mengeratkan pelukannya pada Arkan.
Arkan terkekeh merasakan perubahan sikap Nesa.

Dengan tiba-tiba, Nesa menepuk pundak Arkan dan Arkan refleks mengerem motornya secara tiba-tiba. Nesa langsung turun dari motor Arkan. Dia melepas helm di kepalanya. Nesa langsung menabok lengan Arkan dengan kuat. Sementara si empu hanya terkekeh.

“Lo gimana sih Kan?! Kalau mau mati jangan ajak gue!” ujar Nesa. Arkan tak mau kalah.

“Yang salah kan lo, kenapa lo langsung mukul pundak gue? Gue kan kaget jadinya,” ujar Arkan.

“Tapi lo kan nggak harus ngerem mendadak kayak gitu. Coba aja lo berhentinya pelan-pelan," ucap Nesa. Arkan mendengus mendengarnya.

“Iya deh iya, cewek selalu bener," ucap Arkan pasrah.

“Jadi, kenapa lo berhenti disini? Rumah Anya kan masih jauh,” kata Arkan.

“Lo tunggu disini, gue mau beli buah dulu. Masa sih kita jenguk orang sakit nggak bawa apa-apa,” ucap Nesa. Dia beranjak berjalan ke seberang jalan. Ada kios buah disana.

Arkan menunggu sambil duduk di motornya, dia hanya menatap Nesa yang sedang membeli buah-buahan disana.

Nesa kembali menyeberang jalan. “Udah?” tanya Arkan sambil menyodorkan helm. Nesa mengangguk, lalu dia memegang pundak Arkan untuk bisa naik.

Best Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang