15 ✔

843 49 0
                                    

Satu minggu sudah berlalu, dan tinggal menghitung jari, ujian akan dilaksanakan.

Saat ini Nesa sedang duduk di bangku taman. Kira-kira apa yang akan dipikirkan Nesa selain tentang sahabatnya itu.

Sekarang pukul 10:05. Masih pagi, Nesa masih ingin tetap berada di taman. Dia masih ingin merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya.

Tapi itu tak bertahan lama, karena tiba-tiba cuaca menjadi mendung dan hujan turun dengan deras.

Nesa masih duduk disana. Di bawah hujan lebat. Tanpa orang lain sadari, Nesa menangis di bawah rintik hujan. Dia menangis sejadi jadinya.

Nesa tertunduk hingga lutut dan telapak tangan nya menyentuh tanah.

Sebenarnya Nesa itu gadis cengeng dan pemarah. Tapi, semenjak ia bersahabat dengan Anya, dia berubah. Karena Nesa tau, sifat Anya jauh lebih cengeng dan pemarah darinya.

Nesa bangkit berdiri, dia sudah bertekat akan memperbaiki hubungan persahabatan mereka. Dia akan berusaha dan terus berusaha. Hingga dia tahu kenapa Anya menjauhinya.

Badan Nesa menggigil karena dia belum beranjak sesentipun dari tempatnya. Dia masih berada di taman, dan hujan tak mau mengalah. Dia tetap turun deras.

Nesa ingin beranjak dari posisinya. Tapi tidak bisa, dia sudah sangat-sangat lemas. Hingga Nesa jatuh pingsan.

Hujan masih deras mengguyur dan orang-orang memilih mendekam di dalam rumah. Seorang laki-laki menghentikan mobilnya di pinggir jalan kala melihat seseorang yang tergeletak dekat bangku taman.

Orang itu berjalan dengan payungnya mendekati Nesa. Laki-laki itu yang melihat Nesa pingsan langsung mengangkatnya menuju mobilnya. Dia membawa Nesa menuju ke rumah sakit terdekat.

*****

Nesa membuka matanya perlahan, dan hal pertama yang ia lihat adalah langit ruangan yang berwarna putih. Dia menatap di sekeliling nya. Semuanya serba putih. Nesa melihat ada selang infus di tangannya. Dan ia pastikan bahwa sekarang dia berada di rumah sakit.

Nesa menatap bingung di sekelilingnya. Yang ia ingat, dia sedang berada di taman saat hujan. Dan tiba-tiba kepalanya sakit kemudian ia pingsan. Lalu, siapa yang membawanya kemari?

Saat Nesa melihat seorang suster yang berjalan ke arahnya, dia langsung bertanya.

"Sus, siapa yang membawa saya kemari?" tanya Nesa.

"Oh, anda sudah sadar rupanya. Tadi ada yang membawa anda ke sini, dia seorang laki-laki. Dan saya tidak mengetahui namanya. Mungkin nanti anda harus menanyakannya di ruang administrasi. Karena dia sudah membayar seluruh perawatan rumah sakit anda," ucap suster itu. Nesa mengangguk.

Suster itu sudah selesai mengganti infus, dia hendak pergi tapi di cegat oleh Nesa.

"Sus, bisakah anda menghubungi keluarga saya?" tanya Nesa. Suster mengangguk.

Nesa memberikan nomor telepone bundanya. Lalu suster menelepone dari telepone rumah sakit.

******

Bunda Nesa berjalan dengan terburu-buru. Dia datang bersama dengan ayah Nesa. Sementara Tia dan Wulan menjaga rumah.

Bunda Nesa membuka pintu itu dengan sedikit kasar. Dia langsung berlari saat melihat putrinya yang sedang berbaring sambil memandang ke luar jendela. Bunda langsung memeluk Nesa.

"Ya ampun sayang, kamu nggak papa kan?" tanya bunda khawatir. Nesa hanya mengangguk. Dia kembali berbaring diatas tempat tidur.

"Kenapa bisa jadi gini?" tanya bunda. Nesa menggeleng. Dia tidak ingin menjelaskannya sekarang.

Lalu, seorang dokter datang untuk mengecek keadaan Nesa.
Dia memeriksa sebentar, lalu meminta keluarga pasien untuk menemui sang dokter.

"Gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya bunda.

"Anak ibu hanya mengalami demam biasa karena terlalu lama berada di bawah hujan. Tapi, dia mengalami kelumpuhan sementara karena penyakit lamanya," ucap dokter itu. Sang dokter adalah dokter yang sama yang dulu merawat Nesa.

Bunda Nesa mengangguk lemas. Dia keluar dari ruangan dokter dengan mata sembab.

Saat telah berada di kamar inap Nesa, bunda menghapus jejak air matanya. Ia tak ingin putrinya itu merasa terpuruk.

"Bunda," panggil Nesa. Bunda mendekati Nesa, lalu memeluk nya.

"Bun, Nesa pengen duduk," ucap Nesa. Bunda mengangguk. Dia membantu Nesa duduk, memberi bantal di belakang lehernya agar tidak sakit.

"Bun, kenapa kaki Nesa nggak bisa digerakin? Apakah Nesa lumpuh lagi?" tanya Nesa pada bundanya. Bunda Nesa benar-benar ingin menangis sekarang. Dia tidak sanggup melihat putrinya terluka.

Dia menatap suaminya yang sedang duduk memperhatikan. Lalu bunda keluar dari kamar, dia sudah tak kuat lagi.

"Yah, bunda kenapa?" tanya Nesa pada ayah. Ayah Nesa menggenggam tangan Nesa erat.

"Bunda bakalan baik-baik aja kalau Nesa juga baik. Sekarang, Nesa istirahat dulu," ucap ayah. Nesa menurut. Dia kembali berbaring.

Lalu ayah Nesa mengusap rambut putrinya dengan sayang. Nesa mulai memejamkan matanya. Hingga dia benar-benar tidak sadar.

Best Friends [END]Where stories live. Discover now