Prolog

7.3K 180 9
                                    

Gadis cantik itu masih memejamkan matanya. Ia bangun tadi subuh untuk melakukan kewajibannya, lalu tidur lagi karena mengantuk.

Dia Dewi Nadira Anesa. Biasa di panggil Anesa oleh sahabat terbaiknya, sahabat pertamanya, dan sahabat setianya. Tapi, dia biasa di panggil Nesa oleh keluarganya.

Dia membuka mata nya saat cahaya matahari menelisik masuk ke dalam retina matanya, lalu menatap jam dinding di depannya.

Pukul 05:30 wib

Dengan setengah sadar, Nesa berjalan dengan gontai. Menarik handuk putih tulangnya, lalu menaruhnya di pundak.
Dia masuk ke kamar mandi dan melakukan rutinitas seperti biasa.

Nesa telah lengkap menggunakan seragam putih abu-abu, masa-masa terindah dalam masa remajanya. Dia menata dengan rapi rambut panjangnya. Memakai sepatu putih dengan kaus kaki putih. Memakai dasi, dan tak lupa topinya yang sudah diletakan di dalam tas.

Nesa berjalan keluar kamarnya. Duduk di meja makan, dengan ibu dan ayahnya yang sudah ada di sana.

“Pagi Ayah, pagi Bunda,” sapa Nesa pada orang tuanya.

Orang tua Nesa menatap Nesa lalu tersenyum. “Kamu mau makan apa Nes?” tanya bunda Nesa.

“Aku mau roti selai kacang sama susu cokelat aja, Bun." Bunda mengangguk, lalu menyiapkan sarapan Nesa.

Tak lama, kakak Nesa datang. Dia adalah Tiara Melita, biasa di panggil Tia. Sekarang, dia duduk di bangku kuliah jurusan ekonomi.

“Pagi yah, bun,” sapa Tia pada ayah dan bunda.

Ayah dan bunda tersenyum. Lalu bunda menyiapkan sarapan untuk Tia.

“Bun, Wulan di mana?” tanya Tia pada bunda.

“Kakak kayak nggak tau adek aja. Jam segini dia pasti masih tidur lah.” Bukan bunda yang menjawab, melainkan Nesa.
Tia mengangguk, lalu beralih menyantap sarapannya.

“Yaudah, aku berangkat dulu.” Nesa berpamitan kepada kedua orang tuanya. Nesa mencium tangan ayah dan bundanya.

“Iya, hati-hati di jalan,” pesan bunda pada Nesa. “Eh ... Nggak pamitan sama gue, lo?” Tia berbicara dengan suara cemprengnya.

“Dih, ngapain coba. Yang ada gue buang-buang waktu buat kerjaan nggak guna,” ucap Nesa tak mau kalah dari kakaknya itu.

Tia hendak berbicara lagi, tapi dihentikan oleh bunda. "Udah-udah kakak, adek. Udah jam berapa, entar telat loh,” ucap bunda dengan tajam. Kalau sudah seperti ini, Tia dan Nesa sudah tak bisa berkutik lagi.

“Yaudah Nesa berangkat, Assala’mualaikum.” Nesa berjalan keluar dari rumahnya. Berjalan menuju halte. Halte bus lumayan jauh dari rumahnya, karena itu dia akan sedikit lebih pagi jika berangkat ke sekolah.

Tak lama, angkutan bus datang. Nesa naik ke dalam bus lalu duduk di kursi yang masih kosong.

20 menit

Nesa sampai di sekolahnya. SMA Taruna. Nesa berjalan dengan santai menuju kelasnya. Kelas XI MIPA 2. Saat di pertengahan jalan menuju kelas. Seseorang memanggilnya dari arah belakang.

“Anesa!” teriak gadis itu, beberapa murid yang sedang di koridor menatap ke arah Nesa. Mereka berdecak kagum melihat kecantikan dan ketenaran Anesa.

Nesa tersenyum ke arah gadis itu. Sahabat pertamanya dan sahabat terbaiknya. Satu-satunya orang yang mau berteman dengan Nesa, satu-satunya orang yang membuat Nesa mau bergaul dengan teman sekelasnya, karena sebuah alasan. 

Anya Areina Siyara, biasa di panggil Anya. Gadis cantik dan imut itu adalah sahabat terbaik Nesa. “Kenapa Nya?” tanya Nesa pada Anya.

“Nggak pa-pa, ke kelas bareng yah.” Nesa hanya mengangguk.

“Oh iya, kamu udah kerjain PR matematika dari bu Tiyas belum Nya?” tanya Nesa pada Anya saat mereka hendak ke kelas.

“Emangnya ada, yah?” Anya sedang mengingat ingat tentang tugas yang diberikan gurunya itu.

Bu Tiyas memang senang memberikan tugas pada muridnya. Apalagi dia guru matematika. Bu Tiyas memberikan tugasnya di hari sebelumnya, lalu tugasnya akan di kumpulkan besoknya. Karena memang itu jadwalnya.

“Iya ada, bu Tiyas itu ngasihnya hari kemarin dan hari ini udah harus di kumpulin.”

Anya terlihat sedikit terkejut.
“Yah, aku belum ngerjain. Gimana dong Sa, gimana kalau nanti aku di keluarin dari kelasnya bu Tiyas,” ucap Anya dengan cemas.

“Iya nggak pa-pa, nanti kamu nyontek punya aku aja,” ucap Nesa dengan tersenyum. Dia akan melakukan apapun itu demi sahabatnya.

“Oke, makasih Anesa,” ucap Anya tersenyum bahagia.

Saat sudah berada di depan kelas. Nesa benar-benar tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dia membuka pintu kelas. Seluruh pandangan kelas kini beralih menatapnya.

“Kenapa? Kok pagi-pagi udah rame aja,” ucap Nesa dengan santai. Dia berjalan ke mejanya.

“Anes, lo udah ngerjain pr matematika belum?” tanya teman sekelas Nesa. Dia Noval.

“Udah, emangnya kenapa?” tanya Nesa sok polos. Nesa jelas tau apa yang teman sekelasnya ini inginkan.

“Mana buku lo? Sini gue pinjem,” ucap Noval.

“Buat apa?” tanya Nesa sambil mengambil buku matematikanya dari dalam tas.

Tanpa menjawab pertanyaan Nesa. Noval langsung membuka bukunya, lalu menyalin kunci jawaban yang di kerjakan Nesa. Teman satu kelompoknya yang lain juga sama. Itu terjadi seterusnya hingga jawaban satu kelas sama. Dan sumbernya berasal dari Nesa.

“Anes, buku kamu mana?” tanya Anya pada Nesa.

“Aku juga nggak tau kemana sekarang buku aku. Bentar, biar aku cari.” Anya mengangguk.

Nesa berjalan ke arah Noval yang sedang duduk berbicara dengan temannya. Dia terlihat sangat santai, padahal baru tadi wajahnya terlihat sangat kusut dan lelah.

“Noval, buku matematika gue mana?” tanya Nesa pada Noval.

“Buku lo——”

Best Friends [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt