Untung saja selama berpacaran, Timothy tidak tertular virus rabies yang Melody sebarkan. Otaknya masih berada di zona hijau dari kebodohan yang haqiqi dari sang kekasih. Dengan gerakan kilat dan tanpa permisi, Timothy membekap mulut gadisnya itu menggunakan lakban hitam yang ia bawa sebagai persediaan. Ya, persediaan jika saja Melody bertindak yang aneh-aneh.

Seolah tak kenal kapok, Melody masih saja riuh di tempatnya. Gadis serba mungil itu bertepuk-tangan sambil bergumam. Jika lakban ini terlepas, ia bersumpah akan berteriak saat ini juga. Roarrrr ....

Timothy menepuk jidat. Sekarang, ia benar-benar yakin jika kekasihnya ini memang spesies terakhir mahluk Tuhan paling bodoh dan absurd. Entahlah ia harus bagaimana, memusnahkan atau melestarikan spesies hampir punah ini?

Karena merasa tidak enak hati dengan orang-orang yang sedari awal sudah menatap mereka penuh kebencian, Timothy akhirnya menarik paksa Melody dari dalam studio bioskop. Daripada ujung-ujungnya mereka diamankan oleh petugas sekuriti, pasti lebih memalukan.

"Mmmmm ...."

"Apalagi sih?!" sergah Timothy masih jengkel. Melody memegang perutnya, lalu memasang puppy eyes.

"Awas kalau malu-maluin lagi, gak akan gue kasih makan!" ancam Timothy dan Melody hanya mengangguk mengiyakan. Halah, sudahlah urusan perut nomor satu. Masalah urat malu yang terlanjur putus biarkan saja dulu, begitu pikirnya.

Ikat pinggang Melody terus ditarik oleh Timothy. Seakan lelaki itu merasa malas hanya untuk sekedar menggenggam lembut tangan kekasihnya. Bukan najis, hanya saja, "Halah buat apa dilembutin? Ceweknya aja bar-bar kek gini. Percuma, dia gak akan waras kalaupun gue genggam."

"Mmmmm ...." lagi-lagi Melody meronta. Rambut panjang yang ia miliki sesekali tertiup angin yang menghempas. Rasanya gatal saat mengenai permukaan wajah. Ingin Melody meniup atau sampai merapikan tatanan rambutnya itu. Tapi tidak bisa karena langkah Timothy terlalu luas.

"Mmmmm!" sorot mata Melody sudah jelas-jelas mengarah pada rambutnya, tapi apa sesusah itu bagi Timothy untuk menebak?!

"Ngomong apa sih, anjir?! Gue gak ngerti bahasa isyarat."

Melody merotasikan bola matanya. Atas hidayah dari sang ilahi, ia mengambil sejumput helaian rambut dan mengarahkan pada Timothy.

"Ohh, mau diikat?" tanya Timothy dan Melody mengangguk. "Karetnya?" kali ini Melody menggeleng. Huh, astaga ia bahkan hampir tidak memiliki satu pun ikatan di apartemennya. Karet? Melody tidak tahu benda apa itu. Tapi boong :v

"Mas, kok ceweknya dibekap sih? Kalau dia kehabisan nafas gimana?"

"Alhamdulillah," celetuk Timothy. Segera, Melody mencubit kuat pinggang sang kekasih. Tapi dasarnya triplek yang datar, ia sama sekali tidak merasa berdosa. Timothy malah menyengir kuda.

"Jangan-jangan masnya penculik ya?!" todong orang itu. Melody mengangguk mengiyakan, air mata sudah mulai menggenangi pelupuknya. Ya, drama akan segera dimulai, bung!

"Mmmmm ...." Melody menggeleng-gelengkan kepala, seolah ia menolak ajakan Timothy. Padahal laki-laki itu kan, sudah tidak angkat suara lagi.

"Jangan mulai!" tekan Timothy karena mereka mulai dikerubungi orang-orang. Air mata semakin deras mengalir melewati kedua pipi Melody. Audiens yang menyaksikannya pun semakin dibuat risau.

"Mas lepasin mbaknya atau saya telepon polisi!"

"Anjing!" umpat Timothy pelan. "Berhenti atau lo gak akan gue kasih makan!" ancam Timothy penuh dengan penekanan.

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Where stories live. Discover now