34. Sebuah Pengakuan

17 3 0
                                    

FYI: Itu gambar bulan purnama di bulan Desember, 2019. Jangan lupa panjatkan harapan dan jangan lupa lanjut baca. Btw, bulan itu menginspirasiku buat menuliskan bab ini. Terima kasih Bulan.  🌑🌺

***

Pada akhirnya, di sinilah Diana Maria duduk. Duduk di tempat tidurnya, dengan lutut ditekuk di dada. Dia menatap pantulan dirinya sendiri di jendela. Sekarang jam berdetak dengan sangat keras. Kemudian dia berbaring di tempat tidur.

Tik tok tik tok

Waktu tinggal satu jam lagi. Waktu yang akan menghapus semua ingatannya mengenai sihir, rasa sakit dan segala harapan.

Bagian yang terburuk bukanlah fakta bahwa Brian bukan miliknya dan sekarang Brian tidak akan pernah menjadi miliknya. Bagian yang terburuk adalah dia bahkan tidak menginginkan Brian.

Seminggu yang lalu, dia baru mengenal keberadaan sihir dan para penghancur hati. Momen-momen mengerikan yang baru-baru ini terlintas membuatnya takut.

Diana menyadari rasa sakit yang terburuk bukanlah tidak menginginkan sesuatu yang tidak pernah dia miliki. Rasa sakit yang terburuk adalah tidak memiliki apa pun untuk diinginkan.

Diana memejamkan mata, merasakan embusan udara dingin menyapu wajahnya.

Drrrttt....

Otak Diana membutuhkan waktu beberapa saat untuk memperoses suara itu. Bahwa suara itu bukan suara dari salah satu bagian otaknya, melainkan dari ponselnya di meja samping tempat tidur. Nama Remi tampak dilayarnya.

Remi.

Tangan Diana meraih ponsel itu sebelum otaknya sempat menghentikannya. Dia mencengkramnya dengan penuh harapan. Dia mengangkat ponselnya ke telinga. "Hallo".

"Bisakah kamu keluar?" tanya Remi dengan cepat hingga Diana hanya mendengar setengah kalimatnya.

Dia merasakan dirinya mengangguk. Meskipun tidak ada satu kata pun yang terlontar di bibirnya, entah bagaimana Remi bisa mendengarnya, "Aku tunggu di depan," kata Remi. Kemudian, dia menutup telepon.

Diana berdiri melawati cermin dan tersadar, sweater hitam yang dia gunakan adalah hadiah dari Brian. Dia berjalan keluar dari kamar ke pintu belakang yang gelap. Dia berjalan sambil berjinjit saat keluar dari pintu belakang.

Hari sudah malam. Dia terhenti sejenak lalu menengadahkan kepalanya ke langit untuk melihat bulan, betapa jauhnya bulan itu. Betapa besarnya jarak ruang kosong yang gelap antara dirinya dan bulan. Berapa banyak ruang yang sepi di dunia ini.

Kemudian terdengar alunan musik nada sendu dan manis di tengah keheningan malam

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Kemudian terdengar alunan musik nada sendu dan manis di tengah keheningan malam. Nada yang membuatnya ingin mendekat dan memanggilnya. Musik yang tak asing di telinganya. Dia menyebrangi jalan menuju mobil Remi.

(TAMAT) The Truth About Broken Heart (PART 1)Место, где живут истории. Откройте их для себя