8. Jaket Jeremi

39 5 1
                                    

-Jangan lupa vote dudes, komen juga dipersilahkan- 🌈🌈
•••

Diana pernah beberapa kali mengalami momen paling memalukan di dalam hidupnya. Seperti menginjak kotoran sapi di lapangan, jatuh di kubangan lumpur dan banyak lagi. Tapi itu tidak ada apa-apanya dengan apa yang baru terjadi. Dengan apa yang baru saja dia lakukan.

Diana bergegas keluar lorong. Setelah kejadian itu, Diana tahu bahwa semuanya sudah tidak sama lagi. Diana membutuhkan keajaiban semesta untuk memperbaiki situasi ini. Untuk membuat dunianya nyaman kembali.

Dia ingin bantuan Vonny dan Widya. Masalahnya dia sudah mendapatkan kesempatan itu dan membuangnya begitu saja. Tidak mungkin ada kesempatan lagi.

Selanjutnya Diana menaiki tangga untuk menuju ruang administrasi. Secara tidak sangaja dia bertemu Jeremi. Lelaki itu mengenakan jaket denim. Dia termenung sendirian di dekat wastafel. Wajah yang dulunya bahagia dan selalu terlihat sombong, kini terlihat pantulan kesendirian.

"Jeremi?"

"Iya." Jeremi mengangkat tangan ke udara seperti orang yang meminta bon di restoran.

"Maaf, aku telah menggangumu," Diana mencondongkan tubuh ke depan. Biasanya dia terlalu malu untuk berbicara dengan orang asing. Tapi kini dia merasa senasib, bahkan sekalipun Jeremi tidak mengetahuinya.

"Perceraian orang tuaku sudah diresmikan lalu aku baru saja patah hari karena orang yang aku sukai," jelas Jeremi. Suara Jeremi datar, seolah lelaki itu sudah sering sekali menceritakannya hingga bisa mengulanginya berdasarkan ingatan. Jeremi juga tidak peduli siapa yang kali ini mendengarnya. "Dan sekarang aku tinggal bersama ibuku. Ibuku bilang dia tidak mau melihat dan mendengar nama ayahku."

"Patah hati bisa mengubah seseorang menjadi gila." Diana sengaja memelankan suaranya.

Jeremi mengangkat bahu, memiringkan kepala ke samping dan menyeringai. Jeremi terlihat sama persis dengan Jeremi yang biasa. Jeremi yang tidak pernah benar-benar dikenalnya. Itu adalah ekspresi yang sangat santai hingga terlihat acuh.

Tetapi hati yang patah tidak bisa berbohong, setidaknya pada sesama orang yang sedang patah hati.

Jeremi menolehkan kepalanya sedikit dan kemudian tampak kedutan dirahang dan kekakuan di sekeliling matanya. Sesuatu seperti mengungkapkan isi hati Jeremi sebenarnya dan Diana ikut merasa pedih.

"Aku rasa itu benar," ujar Jeremi.

Diana menatap Jeremi, memaksakan dirinya untuk tidak mengalihkan matanya karena dia bisa meraskan sesuatu terjadi di antara mereka. Diana bisa merasakan bahwa Jeremi memahaminya.

Jeremi mengangkat tangan ke wajah dan terbatuk pelan di lekukan sikunya. Tepat pada saat itu, Diana melihat sesuatu di lengan jaketnya. Area itu lebih gelap, kusut dan terdapat tetesan samar berwarna putih seperti air yang menguap. Intinya seperti sisa air mata kering. Gambaran berkelabat dalam kepala Diana. Jeremi kemarin malam menangis terisak di lengan jaketnya sendiri.

Diana mendapatkan ide baru. Ide gila, tapi hanya itu yang dipikirkannya jadi dia harus mencobanya.

"Jeremi, boleh aku melihat itu sebentar?" wajah Diana terasa panas karena malu. "Maksudku jaketmu," kata-kata itu terlontar begitu saja.

Jeremi terlihat bingung. "Tentu saja," jawab Jeremi. Lelaki itu mengulurkan tangan.

"Maksudku, bisa kamu lepaskan jaket itu agar aku melihatnya dengan jelas?"

Jeremi menaikan sebelah alis. Tapi jeremi seperti terbiasa menghadapi gadis-gadis yang menginginkan jaketnya. Jeremi pun melakukannya. Dia melepaskan jaket dan menyodorkannya pada Diana. Diana mengambilnya. Jaket itu sangat berat.

(TAMAT) The Truth About Broken Heart (PART 1)Where stories live. Discover now