16. Berkeliling Rumah Vonny

22 2 0
                                    

Hi, kawan
Ingat vote, komen dan saran
GBU 🌈
••••

Saat itu, hari Jumat sepulang sekolah Vonny dan Widya mengajak Diana berkeliling rumah Vonny. Rumah besar dan kuno seolah lorongnya tak berujung. Vonny memutar kenop hitam dan membuka pintunya. "Ruang musik," kata Vonny. Diana melihat grand piano, lusinan alat yang dikenalnya dan alat yang tidak dikenalnya.

Diana ingin berhenti dan memasuki ruangan itu, tapi mereka menariknya maju. Vonny membuka pintu berikutnya. "My Private Library." Diana melihat lemari kayu antik dengan jejeran buku yang memenuhi raknya dari lantai sampai langit-langit kamarnya.

"Tempat tidurku." Vonny memutar kenop hitam dan didalamnya terdapat tempat tidur besar yang tertutup seprei berwarna hitam. Diana hampir tidak sempat mengintip ke dalamnya. "Beginilah rumahku, apa yang dulunya mungkin kamar pembantu, sekarang menjadi kamar tamu, kamar kosong yang tidak ada apa-apanya, kamar berantakan yang dipenuhi semua barang, aku tidak tahu apa gunanya semua kamar ini, hanya nenekku yang mengerti."

Ada satu ruangan yang dilewati Vonny tanpa mengatakan apa-apa. Ruangan itu memiliki kenop pintu kecil dan besi dan dibawahnya terdapat lubang kunci yang terlihat kuno. Diana berhenti dan menatapnya. Vonny sudah berjalan jauh di depannya.

"Ada apa di dalam sana?" tanya Diana.

"Kamar yang sangat istimewa dan hanya untuk orang yang sangat istimewa." Jawab Widya dengan nada suara yang terdengar sinis, tapi sesuatu di mata gadis itu terlihat serius. Diana hanya menghembuskan napas, namun setelah itu dia merasa napasnya tertahan di tenggorokannya. Entah kenapa setelah tahu lebih banyak mengenai Widya, Diana jadi lebih mengerti keadaannya. Diana juga lebih mengerti pada sikapnya. "Boleh dilihat?"

Widya mendengus. "Satu-satunya cara kamu bisa melihat ke dalam kamar itu adalah jika kamu berhasil menghancurkan hati seseorang," jelas Widya. "Atau jika kamu mempunyai cukup keberanian untuk mencuri kuncinya." Widya tertawa. "Sudah lupakan kamar itu."

Vonny berada di depan dan berdiri di ujung lorong. Terdapat ruangan dengan dua bilik pintu dan kenop hitam berukir. Vonny mendorong pintunya hingga terbuka. Ruangan itu sama besarnya seperti ruang tamu rumah keluarga Diana. Hanya saja isinya berbeda. Dinding ruangan itu, dipenuhi jajaran gaun, jaket, bunga yang telah layu dan pernak-pernik lainnya. Gaun bertali tipis dan setengah sutra, tampaknya gaun itu sudah lama dan tua. Ada setengah rak pakaian yang bergliter emas, berbagai jenis sepatu dan kotak perhiasan.

Diana merasakan ponselnya bergetar di sakunya dan hendak mengambilnya saat Widya berteriak, "Waktunya membuat keajaiban." Vonny juga berteriak, "Tanggalkan pakaian."

Vonny dan Widya dengan antusias memakaikan satu per satu baju pada Diana. Setiap ristleting ditarik, satiap kancing dikancingkan. Pakaian yang mereka sukai ditumpuk di sudut kanan sedangkan pakaian yang mereka tidak sukai ditumpuk di sudut kiri.

Tiga puluh menit kemudian, kedua tumpukan itu sudah setinggi pinggang dan Diana berdiri di tengah-tengah ruangan, menatap ke cermin besar yang berbingkai kayu hitam mengilap. Bandana berpayet melingkari kepalanya dengan tiga bulu hitam menjulur ke atas. Widya berdiri di belakang Diana, lalu menyenggol salah satu bulu dan membuatnya bergerak ke depan dan ke belakang.

"Keliahatan aneh," ujar Diana dengan wajah polosnya. Bahkan dia tidak mengerti dengan gaya berpakaian. Ponsel Diana bergetar lagi dari saku belakang celananya yang tergeletak di lantai. Diana mencoba untuk meraihnya, tapi Widya menghalanginya.

"Aku tahu ini tidak cocok." Kata Widya seraya melepaskan bandana dari kepala Diana.

Diana menoleh ke salah satu sudut. Terdapat lima gaun pengantin dan setelan berwarna putih tergantung di ruangan. "Tampaknya pemilik ruangan ini memiliki hobi menikah," celoteh Diana tanpa berpikir dahulu.

(TAMAT) The Truth About Broken Heart (PART 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang