23. Kejutan Untuk Diana

23 3 0
                                    

Mata Diana langsung terbuka. Dia menarik diri. Dia menggelengkan kepalanya. Yoga menatapnya. Wajanya merah padam. "Aku berharap kamu mau menghubungiku." Sorot mata Yoga amat sendu seolah pelukan itu adalah obat baginya. Yoga tersenyum sekali lagi, senyuman lebar dan lesung pipi ikut menghiasinya.

Kemudian Yoga berbalik dan menyeruak kerumunan orang.

Saat Yoga sudah pergi, tidak ada seorang pun yang melihatnya. Diana merasakan kekosongan di dalam hatinya yang menjadi semakin dalam. Diana melihat ponselnya. Dan tidak ada balasan.

Sebenarnya semua tidak berarti apa-apa. Brian bukan tipe lelaki yang membalas pesan dengan cepat. Kejadian kemarin malam hanya kebetulan. Tapi kemudian ponsel Diana bergetar seolah pikirannya mengarahkan kekuatan untuk membuat keinginannya terwujud.

Diana menahan napas dan menunduk.

Remi: Semoga kamu berhasil meratapi kesendiriamu.

Diana berdiri di sana sambil meremas ponselnya sampai dia merasakan sebuah tangan di bahunya.

Di sanalah Vonny berdiri. "Ada sesuatu yang ingin aku tunjukan kepadamu," kata Vonny.

"Sesuatu yang harus kamu lihat" Vonny menggandeng lengan Diana. Vonny tersenyum pada Diana dan menarikanya ke kerumunan. Diana hampir tidak bisa bernapas.

Vonny menarik Diana keluar pintu. Mereka berjalan jauh sampai suara musik menjadi samar.

Tanpa banyak bicara, Vonny mulai menaiki tangga. Beberapa saat kemudian, Vonny menghilang. Diana mencengkram susunan tangga besi dan menunggu cengkraman rasa takut yang menyeruak di dalam tubuhnya. Dia takut pada ketinggian. Ini adalah tangga yang tidak ditopang oleh apa pun, mengarah langsung ke langit.

Diana memanjat naik. Saat lantai semakin jauh ditinggalkannya, Diana hanya bisa tersenyum bingung.

Empat hari yang lalu, Diana yang terisak di kamar mandi sekolah karena patah hati dan sekarang di sinilah dia berada. Baru saja bernyanyi di hadapan seribu orang. Dia sedang menaiki tangga untuk mengetahui cara kerja sihir yang akan diberikan teman barunya untuk mendapatkan kembali cinta yang hilang.

Diana memasuki rungan yang hangat dan gelap. Vonny menyalakan lampu. Di ruangan itu terdapat monitor layar datar.

"Di mana kita?"

"Ruangan rahasia." Vonny duduk di kursi kulit yang mewah dan memberi isyarat pada Diana untuk duduk di sampingnya.

"Aku membawamu ke sini untuk ini." kata Vonny seraya memutar kenop panel pengendali.

Diana menahan napas.

Vonny menekan bagian tengah monitor dan memutar tombolnya. Di layar, tampak Widya yang sedang duduk di halaman. Di seberang Widya, ada lelaki yang duduk dengan potongan rambut seperti anggota tentara. Lelaki itu mengenakan kaos hitam, lelaki itu memunggungi kamera. Bahu lelaki itu tertunduk dan kepalanya ditopang dengan tangan.

Layar itu memperlihatkan bagaimana lelaki itu amat memohon pada Widya. Seperti menginginkan cinta dari Widya. Tapi Widya tak menghiraukan permohonan lelaki itu.

"Tunggu," sela Diana. "Kenapa kita menonton ini?"

"Ini adalah hadiah untukmu. Aku mau kamu menyaksikan bagaimana Widya yang baik itu mematahkan hati seorang lelaki."

"Tapi kenapa...." Diana mulai gelisah karena dia tidak mampu menyaksikan raut wajah lelaki yang hatinya dipatahkan Widya.

"Diam," gumam Vonny. Dia menunjuk ke layar.

Beberapa kejadian terpampang nyata di layar tersebut. Bagaimana teman-teman barunya ini suka mematahkan hati. Diana tahu dengan jelas. Bagaimana kondisi Jeremi pasca patah hati. Jeremi adalah lelaki yang kuat. Diana bisa melihat bagaimana patah hati bisa mengubah lelaki itu dan juga dunia.

Tapi banyak lagi korban mereka. Para lelaki manis dan lemah yang hatinya dihancurkan berkeping-keping.

Diana benar-benar tidak sanggup melihatnya lagi. Sesekali dia mengalihkan pandangannya.

Vonny bersandar di kursinya dengan kaki terangkat. Dia tersenyum amat bangga.

"Kenapa Widya, tidak berhenti? Padahal sudah beberapa kali dia mematahkan hati lelaki."

Diana merasakan hawa panas sekaligus dingin merayap ke belakang lehernya.

Diana berbalik ke arah Vonny. "Diana, tolong jelaskan!"

"Beginilah cara kerjanya, Diana." Kata Vonny tegas. "Jangan terlihat kaget. Ada banyak keuntungan menjadi penghancur hati. Kita melakukan hal serupa pada semua target." Vonny mengangkat bahu.

Diana mengangkat satu tangannya ke mulut. Dia tidak mampu menerima kenyataan. Vonny tertawa dan itu bukanlah suara tawa yang biasanya Diana dengar. Suara tawanya keras dan serak. Hilang sudah sosok bijaksana dan tegas yang dikenal oleh Diana. Di hadapannya berdiri Vonny yang tidak ada kesan manis dari dirinya.

Diana menggelengkan kepalanya. Jantung Diana berdetak sangat kencang hingga dia bisa merasakan getarannya di gigi.

"Ini akan menjadi tontonan yang menarik. Jika cerita ini di putar di atas panggung"

Vonny tidak lagi tersenyum. "Silahkan keluar dan patahkan hati seorang lelaki."

Jantung yang berdetak cepat membuat Diana langsung sigap. Dia berjalan ke arah tangga dan mulai menuruninya. Di tidak mempercayai apa yang hendak dilakukannya. Dia tidak punya pilihan.

Diana merogoh tasnya untuk mencari alat tulis dan dia berhasil menemukan pulpen yang dulu sering dipakainya untuk bermain tebak kata bersama Brian.

Dia menuliskan sebuah pesan di telapak tangannya.

Semua akan baik-baik saja.

***

Diana berjalan menyusuri halaman. Dia bisa menyadari bahwa dia berada di tempat yang tak dikenalnya. Tidak ada seorang pun yang bisa menjemputnya. Tidak mungkin dia meminta bantuan pada Remi karena Remi tahu bahwa dia ada di rumah dan sedang meratapi kesendirian. Orangtuanya masih berada di luar kota. Dia juga tidak punya cukup uang. Yang tersisa hanya Brian.

Diana menggelengkan kepala. Dia hanya bisa berjalan kaki. Diana terus berjalan sendirian di tengah malam yang gelap. Dia terlalu marah untuk merasa takut.

Ponsel Diana bergetar. Ternyata itu panggilan dari Vonny. Tapi Diana tidak bisa memikirkan satu kata pun yang ingin dikatakannya. Tidak untuk saat ini atau bahkan selamanya.

Diana mematikan ponselnya. Dia berjalan terus dan yang terdengar hanya suara mobil yang sesekali lewat di kejauhan. Dia membenci perlakuan temannya. Dia tidak bisa melihat lelaki yang menangis dan merasakan kepedihan.

••••
Keep reading babes 🖤

(TAMAT) The Truth About Broken Heart (PART 1)Where stories live. Discover now