7. Punggung Brian

47 3 3
                                    

-Jangan lupa vote dudes, komen juga dipersilahkan- 🌈🌈
•••

Diana kembali ke kelas. Sekolahnya menawarkan kelas fotografi. Awalnya itu bukan mata pelajaran, hanya saja peminat dan antusias para siswa amat meningkat pada pelajaran yang menyangkut teknologi. Sudah pasti dia bertemu dengan Brian.

Lagi-lagi semua ingatannya kembali berputar dipikirannya. Dia ingat jika dulu Brian pernah berjanji akan mengajari Diana semua hal yang Brian ketahui tentang fotografi. Memang dulu Brian suka mengajari segala hal pada Diana. Begitu pula reaksi Diana yang suka diajari Brian.

Brian mengajari Diana dasar-dasar fotografi, seperti memfokuskan kamera, bagaimana mengatur kecepatan pengambilan foto dan semacamnya. Brian sering mendemonstransikan hasil gambarnya dan cara menggunakan kamerenya. Dia memiliki kamera yang mahal dan biasa digunakan oleh para fotografer profesional.

Pada dasarnya Diana tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Dia hanya memutar tombol dan menekannya. Dia tidak tahu tentang pencahayaan, komposisi, atau apa pun yang menurut Brian penting. Tapi itu bukan masalah besar karena dia tidak berniat untuk menjadi fotografer profesional.

Hanya saja berbeda dengan keadannya sekarang. Saat Diana bergegas menyusuri lorong sekolah menuju laboratorium. Dia sadar bahwa yang dimilikinya hanyalah kamera dan roll film yang digenggamnya.

Diana mendorong pintu laboratorium yang berwarna coklat. Bapak Andi ada di depan kelas. Seorang lelaki paruh baya dengan tampang menyeramkan dengan kumis hitam yang tebal. Selalu membawa botol keramik berwarna hitam. Rumor mengatakan bahwa yang diminumnya bukan air melainkan wiski.

Seakan kedatangan Diana bukan hal yang menginterupsi. Tidak ada seorang pun yang menoleh saat Diana masuk.

"Dari hasil foto kita bisa tahu tentang objek foto dan juga perihal si fotografer hingga perasaan si fotografer terhadap objek fotonya..." Bapak Andi terus melanjutkan. Seluruh siswa memperhatikan. Diana berdiri di dekat pintu untuk mencari Brian.

Akhirnya mata Diana menemui keberadaan Brian. Brian duduk di bagian belakang. Diana tidak bisa menatap Brian sebagai orang yang tak pernah dikenalnya selain sebagai pacarnya.

Saat Brian memutuskannya dan keadaan dimana mereka tidak saling bertemu selama liburan, Diana merasa ada koneksi di antara mereka yang merupakan sesuatu nyata seperti koneksi yang tidak hilang begitu saja tanpa alasan.

Diana berjalan dan duduk di sebelah Brian. Diana sama sekali tidak tahu apa yang dia lakukan saat dia tiba di sebelah Brian. Dia seperti tidak bisa mencegah dirinya. Brian hanya menatap ke bagian depan laboratorium.

Bapak Andi mulai berkeliling dan mengatakan banyak hal, tapi Diana tidak mendengarnya. Dia hanya mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri saat berada di dekat cinta sejatinya.

"Brian," bisik Diana. "Aku ingin bicara denganmu." Tapi Brian sedang mengamati Bapak Andi. Dia sama sekali tidak menoleh.

"Hai," Diana mencoba sekali lagi namun Brian tidak menoleh. Bapak Andi mengatakan sesuatu tentang cairan kimia untuk mencetak foto hitam putih dan campuran kimia yang digunakan untuk tahap terakhir pencetakan foto. Brian masih tidak menoleh. Seharusnya Brian tahu jika Diana ada di sana. Seharusnya dia merasa lega karena Diana tidak mudah menyerah. Seharusnya dia tersenyum. Ya, seharusnya.

Seusai kelas, Diana berdiri dan tiba-tiba ada seseorang yang menabrak Diana. Hal itu membuat Diana terdorong ke punggung Brian. Pipi Diana menekan punggung Brian. Diana merasakan tulang bahu Brian. Diana merasakan seragam Brian yang lembut dikulitnya. Diana memejamkan mata. Dia mendesah.

Diana bisa meresakan getaran dari desahannya merayap naik di dalam dadanya. Terdengar napas dan gumaman yang mengatakan segalanya. Betapa dia mencintai Brian. Sungguh dan utuh. Betapa dia merindukan Brian sepanjang liburan. Betapa dia menantikan momen ini dan membutuhkan momen ini.

Brian mengulurkan tangan ke belakang dan menyentuh kaki Diana. Kemudian Brian berbalik dan Diana tersenyum. Brian mengerjapkan mata. "Diana?" ujar Brian. Brian terlihat bingung dan kesal. Tapi dia merasa prihatin. "Apa yang kamu lakukan?"

Diana terkesiap dan mulutnya melongo. Diana hanya bisa menatap Brian, mengangkat tanganya ke mulut, dan menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak tahu," balas Diana.

***

Keep Reading 🖤
⬇️

(TAMAT) The Truth About Broken Heart (PART 1)Where stories live. Discover now