Setelah tidak mendengar ocehannya lagi, dia segera mengambil dress santai yang berwarna hitam dan segera memakainya tidak lupa merapihkan rambutnya dan mengoleskan sedikit make up. Membawa tas ranselnya, dan mengambil ponselnya yang masih terhubung dengan sahabatnya. Dia segera keluar dari apartemennya.

"Kenapa enggak lo matiin telponnya?" dia memencet tombol liftnya untuk menuju ke lantai dasar.

"Suka-suka gue lah." Terdengar suara dengusan di sebrang telpon yang membuat Alice berdecak.

"Elo tau gak? Pulsa gue lama-lama abis bego cuman gara-gara lo telpon terus."

"Nanti gue kirimin pulsa deh."

"Gak percaya gue."

Ting

Setelah pintu lift terbuka, dia segera keluar dengan santai tidak memerdulikan tatapan yang orang-orang berikan padanya. Dengan sepihak dia mematikan telponnya, tidak peduli jika sahabatnya akan marah padanya. Dia segera memesan gojek untuk menuju tempat kuliahnya.

"Mana sih?!" Alice berdecak kesal setelah menunggu beberapa menit di depan apartemennya, tetapi gojek pesananna masih tak kunjung datang.

Bagaimana tidak kesal? Beberapa orang melihat kearahnya dengan berbagai ekspresi, dia sendiri berpikir jika orang-orang melihatnya seperti seorang anak yang menunggu ibunya. Tapi dia bukan menunggu ibunya tetapi abang gojek yang masih belum datang.

Dengan kesal dia melirik jam di ponselnya, sudah lewat lima belas menit tetapi masih belum datang. Dia sudah mengirim berbagai pesan bahkan ancaman untuk membatalkannya, tetapi masih belum menerima balasannya mungkin sedang dalam perjalanan. Untungnya tak lama ada abang gojek yang berhenti di depannya, mungkin yang di pesannya tadi. Dengan cepat dia segera menaiki motornya tak lupa memakai helm yang telah di sodorkan padanya dan menyuruh untuk segera menjalankan motornya.

Alice menyipitkan matanya untuk melihat helm di depannya, sial. Motornya melaju dengan lambat bahkan dia tidak bisa merasakan angin yang berhembus menerbangkan rambutnya. Dengan kesal dia menepuk pundak abang gojeknya dengan keras dan berucap,"Bang! Bisa lebih cepat enggak? Saya telah nih!"

"HAH! APA MBAK?!"

"Budek," gumamnya.

Mengambil nafas panjang dan menghembuskannya, dia bersiap untuk menyuarakannya dengan kencang."BANG! LEBIH CEPET! NGEBUT! SAYA TELAT NIH!!"

"IYA MBAK, JANGAN KENCENG-KENCENG NGOMONGNYA SAYA ENGGAK BUDEK!"

Alice mendengus dan melihat ke arah spion di mana terlihat wajah abang gojeknya, diam-diam dia mengacungkan jari tengahnya. Untungnya ia tidak menyadari tindakannya, jika tahu mungkin dia akan di turunkan di tengah jalan.

Akhirnya dia merasakan hembusan angin kencang yang menerpa rambutnya, tapi sialnya dia hampir terjungkal kebelakang jika saja tidak segera mencengkeram jaket amang gojeknya. Dia memberikan jempol pada abang gojeknya yang memiliki keberanian untuk mengebut karena permintaan dan juga karena itu dia hampir jatuh dari atas motor.

Alice memilih untuk bermain ponsel di tangan kanannya sedangkan tangan kirinya setia memegang jaket abang gojek karena takut dia akan terjungkal saat bermain ponsel. Dia melihat chat masuk di ponselnya yang berupa pesan suara, siapa lagi kalau bukan Eva sahabatnya. Dia segera membukanya setelah menekan full volume suara, karena dia berada di atas motor jadi otomatis tidak akan terdengar jika suaranya kecil.

"Woy, lo maen matiin aja!" Suara dengan nada tinggi yang sedikit cempreng, ciri khas Eva saat marah. Untungnya hanya dia dan abang gojek yang mendengarnya, karena dia khawatir suara ini membuat telinga orang lain sakit.

My Bastard CEO [S1 Geofrey] REVISIWhere stories live. Discover now