BAB - 1

527K 26.1K 4.7K
                                    

___

"Alya udah subuh. Katanya mau bangun setengah lima?"

Pintu kamar Alya terbuka. Mamanya, Asti, muncul dan langsung menggeleng takjub melihat posisi anak bungsunya yang aneh. Selimut abu-abu itu sudah terjun bebas ke lantai. Alya tidur dengan posisi telungkup dengan kepala dan kedua tangan yang menggantung di luar batas kasur.

Aku nggak bisa tidur..., katanya hanya bisa dalam hati. Jika sampai Mama tahu, Mama pasti akan mengomel-ngomel lagi karena penyebabnya adalah game.

"Alya?" Mama masuk memungut selimut di lantai, lalu melipatnya dengan rapi. Dia melirik seragam sekolah yang digulung ala kadarnya di kursi belajar. "Seragam dan rok kamu setrika, tuh. Kusut. Mana nggak kamu gantung lagi. Alya...? Bangun, sayang."

"5 menit?" tanya Alya sembari mengangkat kelima jari kanannya yang terasa lemas. Dia merangkak dan mengubah posisi tidur normal. Diambilnya selimut yang sudah rapi itu, lalu dia pakai ke seluruh tubuhnya kecuali wajah.

"Jangan-jangan kamu telat tidur lagi? Ngapain aja, sih? Udah tahu hari ini masih MOS masih aja begadang. Kamu tuh dikasih tahu suka nggak nurutin apa kata Mama. Dibilangin ini itu," omel Mama. "Alya bangun, sayang."

Alya hanya menggumam tak jelas.

"Ya udah. Mama setrikain seragam kamu."

"Nggak perlu disetrika juga. Entar kusut lagi," kata Alya setengah sadar.

"Alya...." Mama menghela napas. Wanita paruh baya itu mengambil seragam Alya di kursi, lalu keluar dari kamar Alya.

***

Alya tersentak dari mimpi tentang Mama yang berteriak bahwa sudah pukul 10 pagi. Alya panik dan secepat kilat bangun dari tempat tidurnya. Dia melihat jam sudah menunjukkan hampir pukul 7. Dia berlari mengambil handuk dan terus berlari hingga tiba di kamar mandi.

"MAMA KENAPA NGGAK BANGUNIN AKU, SIH?" teriaknya di antara guyuran air.

Sosok laki-laki tinggi berambut gondrong di dapur itu tertawa puas melihat adiknya uring-uringan. Rully menutup kulkas setelah mengambil apel. Cowok itu adalah penyebab Alya bermain game sepanjang malam. Dia keluar dari dapur dan saat berjalan di ruang tengah, dia berhenti sesaat. Pandangannya tertuju pada meja setrika, kemudian senyum usilnya mengembang saat melihat rok abu-abu Alya. Mama sedang ke kamar dan hal itu sangat mendukungnya melakukan aksi.

Rully melangkah ke meja setrika. Dia memutar pengatur suhu menjadi ke suhu paling tinggi, lalu dengan santai ditaruhnya di atas rok Alya yang sudah rapi.

Alya baru saja keluar dari kamar mandi dengan buru-buru. Dia berhenti tiba-tiba dan membelalak saat dilihatnya Rully berdiri mengamati kerja setrika itu sambil memakan apel dengan santai. Sementara bau gosong tercium, Alya membelalak, dan Rully hanya tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

"Woi, jangan bengong aja. Rok lo gosong, tuh," kata Rully sambil berjalan mundur dan menggigit apel dengan senyum iblisnya.

"KAK RULLY KETERLALUAN LAGI, MA!"

***

Alya tampak tak peduli jika saja ada senior yang melihat bagaimana tampilan berpakaiannya saat ini. Kedua lengan kemeja yang sengaja dia gulung setelah memasuki barisan, rambut sebahunya yang tadinya terurai sudah dia ikat ekor kuda karena panas, dan kaos kakinya yang panjang selutut sengaja dia ganti jadi semata kaki.

Karena Rully, dia terlambat dan dihukum habis-habisan oleh senior. Alya tak sabar untuk pulang. Kakaknya itu tak mendapatkan hukuman setimpal. Apa yang terjadi tadi bukan lah keisengan parah pertama yang Rully lakukan kepadanya. Mama marah besar kepada Rully, tapi Rully tetap santai asalkan dia bahagia mengerjai adik satu-satunya itu. Caranya mengerjai Alya juga sangat ekstrem. Dia tidak terpengaruh dengan pukulan Papa, cubitan Mama, atau pukulan dan tendangan bertubi-tubi dari Alya karena ekspresi Rully setelah mendapatkan semua perlakuan itu hanya cengengesan yang malah semakin terlihat menyebalkan. Rully terkenal sebagai anak badung yang kuliahnya tak selesai-selesai dan suka berkeliaran. Semua orang tahu. Terkadang, Alya menyesal kenapa dia harus punya seorang kaka seperti Rully.

SayangKde žijí příběhy. Začni objevovat