30. Universitas Cambridge

Mulai dari awal
                                    

"Jadi sekarang kamu sudah berani pacaran? Kamu pacaran sama anaknya Haris? Dan nggak bilang sama Ayah? Ayah bahkan harus mendengar ini dari orang lain dan bukannya dari mulut anak Ayah sendiri. Itu pun kami terkejut karena sama-sama baru tau kalau Zhevanya itu putrinya Haris dan kamu anak Ayah."

"Eh?" Gilang gelagapan. Tanpa sadar tangannya mengusap tengkuk, salah tingkah. "Gilang nggak pacaran sama Vanya." jawabnya kemudian. Dia memang tidak sedang berpacaran dengan gadis itu kan?

Arman mengerutkan kening, bingung. "Tapi tadi kata Kamila kamu pacaran sama anaknya." Gumam Arman bertanya pada diri sendiri. Dan Gilang masih bisa mendengar jelas gumaman ayahnya. "Kamu mau belajar bohong sama Ayah?" Arman kembali menatap bungsunya. Kali ini menatap dengan pandangan curiga.

"Hah?" Gilang segera melarikan matanya dari pandangan menusuk ayahnya. Cowok itu memang tidak pernah takut pada siapapun. Kecuali tiga orang, ayahnya, kak Bagas, dan sang bunda. Kak Arini? Di mata Gilang, Arini malah lebih cocok jadi adiknya saja. Selain wajahnya yang super imut mirip anak SMP, kakaknya yang satu itu juga luar biasa manja mirip anak TK.  Bahkan sampai sekarang Gilang masih belum bisa mempercayai kalau kakaknya itu jadi dosen. Malah dinyatakan sebagai dosen killer tapi juga paling favorit. Tak jarang ia bisa bikin mahasiswa cowoknya jatuh cinta, hingga menyebabkan Arini bertengkar dengan Aji gara-gara kesalahpahaman.

"Gilang!! Ayah sedang bicara sama kamu!"

Gilang tersentak mendengar teguran Arman, "Gilang emang nggak pacaran sama Vanya, Yah. Ayah sendiri yang bilang nggak boleh pacaran sebelum lulus kuliah."

Kali ini Arman terdiam. Membenarkan ucapan si bungsu. Ia selalu membuat peraturan itu kepada anak-anaknya. Tidak ada yang boleh pacaran sebelum lulus kuliah. Alasannya supaya mereka bisa lebih fokus pada pendidikan.

"Tapi kamu suka kan sama gadis itu?"

Tangan cowok itu mengepal. Demi apapun juga, kenapa ayahnya harus bertanya begitu sih? Membuat Gilang kesal luar biasa.

"Baiklah baiklah. Kamu tidak perlu jawab pertanyaan Ayah." Arman memotong, membuat Gilang bernapas lega. "Peraturan Ayah masih sama seperti dulu. Kamu boleh pacaran setelah lulus kuliah. Kamu harus sukses dulu. Harus meraih impian dulu. Ayah nggak mau fokus kamu terpecah. Ayah bukannya tidak merestui kamu menyukai gadis itu, Gilang. Tapi akan lebih membanggakan kalau nanti ketika kamu datang kepada Vanya, kamu sudah benar-benar menjadi orang."

Gilang terdiam.

"Ayah akan membantu Haris mengatasi kasus Zhevanya."

"Ayah akan membawa ini ke ranah hukum?"

Arman menggeleng, "Tidak. Seperti katamu. Kamu bilang kita tidak boleh membocorkan masalah ini kepada orang lain. Jadi sejauh ini Ayah hanya akan mengumpulkan bukti yang mendukung. Entahlah, hanya saja Ayah merasa bahwa kita harus bersiap mulai sekarang. Karena feeling Ayah mengatakan, akan ada masalah besar yang akan datang. Dilihat dari kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga Thommas, ini akan menjadi kasus yang rumit. Dan Gilang..." Arman menjeda, menatap putranya dengan pandangan tegas, namun ada kilat sayang di sana. "Kamu tidak perlu ikut campur lagi. Sekarang, fokusmu hanya satu. Belajar yang rajin. Ingat, tujuan utamamu adalah masuk ke Universitas Cambridge."

Seolah baru menyadari sesuatu, pandangan mata Gilang turun ke arah tangan kanannya yang sedari tadi memegang kertas undangan itu. "Kalau aku masuk universitas itu, apakah Ayah akan melarangku bertemu sama Vanya?"

Arman tersenyum lembut, "Tentu saja boleh. Kamu bisa bertemu dengan Vanya setelah pulang dari Inggris. Setelah kamu lulus dari Cambridge."

Itu.... Lama sekali. Tiba-tiba saja cowok itu merasa tidak bersemangat.

"Tidak lama, Nak." Lagi-lagi Arman menjawab pertanyaan Gilang yang tak terucap itu. "Semua akan berjalan dengan semestinya."

"Bagaimana kalau aku pulang nanti, Vanya sudah tidak ada? Maksudku... Dia sudah bersama dengan orang lain?"

"Itu tidak akan terjadi. Dia pergi atau bertahan, semuanya tergantung padamu. Pada perasaanmu." Arman menepuk pundak anaknya pelan. "Kamu masih punya waktu empat bulan untuk memperbaiki hubungan kalian.  Meluruskan kesalahpahaman ini. Karena setelah empat bulan, kamu sudah harus terbang ke Inggris."

"Bagaimana-"

"Tentu saja Ayah tau. Ayah selalu memantau perkembanganmu di sekolah. Pak Eko tidak pernah absen melaporkan apapun yang kamu lakukan. Beliau juga menelepon tadi siang, memberi tahu bahwa putra kesayangan Ayah ini telah lolos seleksi dan diterima masuk  di Cambridge melalui jalur beasiswa."  Arman kembali menepuk pundak anaknya dengan rasa bangga. "Nah, sekarang kamu hanya perlu fokus pada pendidikanmu. Biarkan Ayah yang mengatasi masalah ini." Arman beranjak pergi setelah melihat anaknya menganggukkan kepala tanda patuh.

Tapi, tidak ada yang tau. Masalah ini tidak sesederhana itu. Memperbaiki hubungan dengan Vanya tidak semudah itu. Vanya gadis yang luar biasa keras kepala. Buktinya, sampai sekarang pun ia tidak juga sudi membalas pesannya.

Berterimakasihlah Gilang kepada Kamila, yang selalu rajin memberikan informasi tentang keadaan gadis itu setiap hari selama tiga kali. Gilang jadi tau jam berapa gadis itu makan, jam berapa gadis itu tidur, keadaan gadis itu. Semuanya berkat Kamila, ibunda Vanya.

Gilang juga sangat bersyukur karena keadaan cewek ceroboh itu terus membaik setiap harinya. Bahkan kata Kamila, kemungkinan besar Vanya sudah bisa masuk sekolah hari Senin besok. Membuat Gilang merasa lega luar biasa. Jika keberuntungan berpihak padanya, maka Senin nanti ia akan menemui gadis itu dan menjelaskan semuanya.

Ia sadar bahwa waktunya terbatas. Empat bulan adalah waktu yang sangat singkat. Hubungannya dengan Vanya harus membaik sebelum ia berangkat ke Inggris nanti. Gilang akan mengatakan pada Vanya bahwa ia sangat menyayangi gadis itu. Gilang akan meminta Vanya menunggunya sampai kembali nanti. Cowok itu sudah menyusun planning secara matang. Ini harus berhasil apapun yang terjadi.

Tiba-tiba, pandangannya kembali tertuju pada undangan itu. Menatap logo universitas impiannya sejak kecil. Anehnya, sekarang Gilang tidak begitu bersemangat dengan Cambridge. Semuanya gara-gara gadis ceroboh itu. Semuanya berubah karena Vanya. Gadis itu benar-benar sudah berhasil menjungkirbalikkan perasaanya.
.
.
.
.
Swadi-kha.....
Kalau typo bertebaran dimana-mana, mohon maklum yang gengs.
Selamat membaca. Jangan lupa vommentnya ya kakak-kakak.
.
.
.
Salam,
Khadevrisaba penulis kemaren sore yang baru aja lolos dari kasus tilangan pak Ladusing. Hoho....

Glass BeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang