19. Pertemuan Pertama

16 2 0
                                    

BAB SEMBILAN BELAS

Kalau kamu mendengus, tandanya kamu tersentuh dengan perhatianku. Kalau kamu mengerjap, tandanya kamu tersentuh dengan perhatianku. Kalau kamu mengernyit, tandanya kamu tersentuh dengan perhatianku. Jadi intinya.... Kamu mulai sayang padaku.


Vanya mengernyit ketika melihat Gilang keluar dari mobilnya. Tidak biasanya cowok itu akan mampir ke rumah saat mengantarnya pulang sekolah. Seharusnya Vanya merasa biasa saja. Tapi kalau untuk hari ini, sebaiknya jangan dulu.

"Lo ngapain keluar mobil?"

"Mau mampir."

Udah gue duga, "Nggak bisa. Di rumah nggak ada orang. Bi Minah lagi keluar. Gue nggak mau terima tamu kalo nggak ada orang."

"Lo mau bohongin gue?" Gilang tertawa, "Orang tua lo sekarang di rumah kan? Mereka udah pulang dari Sulawesi."

"Nggak! Kata siapa?"

"Muka lo yang bilang."

Vanya merengut. Gadis itu mulai terbiasa dengan kemampuan prediksi Gilang tentang dirinya. Gilang selalu tau apa yang tidak pernah Vanya katakan padanya."Jangan ketemu orang tua gue."

"Kenapa?"

"Ya pokoknya jangan. Gue nggak izinin lo ketemu mereka. Pokoknya ih Gilang kok lo asal ngeloyor masuk aja sih?" Vanya menghentakkan kakinya kesal lalu mengikuti Gilang memasuki rumah.

Vanya melihat cowok itu sedang bercakap-cakap ringan dengan bi Minah. Sepertinya semakin lama Gilang semakin dekat dengan pembantuya itu.

"Lo rese banget sih. Yang punya rumah masih di luar, lo asal masuk aja." Sungut gadis itu.

"Ini rumah lo?" Gilang memasang ekspresi terkejut. "Gue kira rumah ini punya orangtua lo."

"Lo tuh-"

"Siapa Zhev?"

Vanya dan Gilang langsung menoleh. Belum sempat Vanya membuka mulut untuk memperkenalkan Gilang pada papanya, cowok itu sudah berdiri terlebih dulu lalu mencium punggung tangan sang papa.

"Saya Gilang, om. Teman sekolahnya Vanya."

Sang papa tersenyum lebar, "Oh, jadi kamu yang namanya Gilang? Yang tiap hari nebengin Zheva berangkat pulang sekolah? Perkenalkan, saya Haris Bimantara, papanya Zheva. Di sekolah anak saya nggak pernah bikin ulah kan?"

"Sejak kapan Zheva suka bikin ulah di sekolah? Dan satu lagi, Zheva nggak pernah nebeng Gilang. Dia yang ngotot pengen barengan sama Zheva kalo ke sekolah."

Mendengar itu, Gilang hanya mendengus tapi tidak membantah.

Haris kembali bersuara saat mereka sudah duduk di atas sofa, "Jadi kamu juga sekelas sama Zheva?"

"Iya, Om."

"Saya dengar, kamu itu siswa yang selalu juara satu parallel di sekolah ya?"

"Eh?" Gilang sedikit terkejut. Cowok itu menatap Vanya sekilas kemudian tersenyum ke arah Haris.

"Gue nggak pernah bilang ke gitu ke papa. Papa aja yang nyimpulin sendiri." Vanya membantah melihat ekspresi geli yang ditunjukkan Gilang padanya.

"Zheva, kok masih disini? Kamu nggak ganti baju?"

Gadis itu hanya menggeleng. Sedangkan Gilang mendengus melihat kebebalan Vanya.

"Vanya." Suara Gilang membuat Vanya menoleh. Ia melihat Gilang memberi kode dengan dagunya untuk segera masuk kamar berganti baju. Vanya sempat merengut sedetik, namun akhirnya gadis itu masuk juga ke kamarnya dengan kaki menghentak-hentak.

Glass BeadWhere stories live. Discover now