28. Remaja 18 Tahun

25 3 0
                                    

BAB DUA PULUH DELAPAN

Aku hanya merasa bahwa perasaanku sama seperti siklus fenomena hujan. Aku membencimu --> aku mulai menyukaimu --> aku sangat menyukaimu --> aku kembali membencimu

-Zhevanya Anastasya Bimantara-


Paginya, Vanya sudah diperbolehkan untuk pulang. Melakukan rawat jalan. Dan keadaan masih belum berubah. Gilang tetap tidak bisa menemui gadis itu. Vanya tetap bersikeras menolak bertemu dengan cowok yang selama ini selalu menemaninya. Bahkan Vanya mengancam akan melakukakan usaha bunuh diri lagi kalau sampai cowok itu memaksa. Jadi selama ini, bi Minah yang berperan penting sebagai pembawa pesan kedua anak muda itu.

Orang tua Vanya sampai di rumah pukul 11 siang. Kamila, sang mama menangis tersedu melihat keadaan putrinya yang mengenaskan. Tapi tetap, Vanya dengan keras kepalanya tetap menolak untuk menceritakan masa lalu yang meghantuinya selama dua tahun terakhir. Ia hanya mengatakan bahwa tidak mau bertemu dengan Gilang dan meminta orangtuanya untuk menjauhkan cowok itu darinya. Sejauh mungkin.

"Dia sudah mau makan meskipun cuma dua sendok." Haris, papa Vanya menjelaskan.

Gilang hanya diam saja. Sekarang cowok itu sedang duduk di ruang tamu keluarga Vanya bersama dengan Haris dan Kamila. Wajah ketiganya tampak kuyu.

"Gilang, bisakah kamu jelaskan semua ini kepada kami?" Kamila akhirnya bersuara setelah sepuluh menit hening.

"Ini semua salah saya, Tante."

"Kenapa sampai Zheva bisa melakukan tindakan ekstrem seperti itu? Tante kira semuanya baik-baik saja. Selama ini Zheva juga tidak menunjukkan kalau dia ada masalah."

"Tidak. Vanya tidak sedang baik-baik saja, Tan. Dari dulu Vanya tidak baik-baik saja." Dan pada akhirnya keluarnya segala hal yang memenuhi kepala Gilang selama ini. Cowok itu menceritakan semuanya. Benar-benar semuanya.

Tentang Vanya yang kesepian. Vanya yang selalu merindukan orang tuanya. Vanya yang tiba-tiba jadi pendiam tanpa sebab. Vanya yang ngotot minta program home schooling. Tentang rahasia terbesar gadis itu yang telah ia simpan rapat-rapat dari siapapun termasuk orang tuanya. Juga tentang bagaimana Gilang mengakui pada gadis itu bahwa sebenarnya ia sudah mengetahui sejak awal rahasia dan masa lalu kelam yang berusaha ia kubur dalam-dalam.

Gilang menceritakan semuanya. Benar-benar semuanya, tanpa menutupi fakta apapun kecuali fakta bahwa ia bisa mengetahui masa lalu Vanya karena Gilang mampu membaca pikiran orang lain. Gilang hanya menjelaskan bahwa ia bisa mengetahui hal itu karena mencari tau sendiri.              
 
Setelah mendengar penuturan Gilang, Kamila lagi-lagi menangis. Merasa bersalah dan telah gagal menjadi orangtua. Haris bahkan juga berkaca-kaca setalah mengetahui betapa menderitanya putri semata wayangnya selama ini. Tapi, lebih dari itu, rahangnya berkedut samar. Sang papa sedang berusaha menahan ledakan emosi. Marah pada dirinya sendiri yang tidak becus menjaga sang buah hati, juga marah kepada Thommas, seseorang yang telah berani menyakiti sang putri. Maka dalam hati, Haris bersumpah demi kebahagiaan putrinya, bahwa ia akan menghukum Thommas dengan hukuman yang setimpal. Anak itu telah berani menyakiti putrinya.

"Om akan melaporkannya kepada polisi." Haris bersuara. Nada suaranya tegas.

"Jangan, Om!" Gilang menggeleng, tidak setuju dengan keputusan Haris yang menurutnya terlalu gegabah.

"Bajingan itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Saya tidak peduli meski harus berhadapan dengan orangtuanya. Saya tidak takut. Saya juga punya pengacara hebat yang selama ini membantu mengatasi permasalahan di keluarga saya. Bajingan itu harus menerima hukuman!" Haris mendesis ngeri, membuat Kamila harus mengusap lengannya menenangkan.

Glass BeadWhere stories live. Discover now