15. Tumbuh Secara Perlahan

20 2 0
                                    

BAB LIMA BELAS

Rumput tumbuh hanya butuh sinar matahari, setetes air dan segenggam tanah. Cinta tumbuh hanya butuh sikap peduli, perhatian yang mengalir, dan hati yang terbuka.


Gilang datang lima menit setelah Vanya. Dari jarak tujuh meter, ia bisa melihat Vanya tengah duduk di bangku panjang sambil memperhatikan ponselnya dengan ekspresi serius. Sekilas, Vanya terlihat seperti siswa pada umumnya. Tapi siapa yang tau kalau gadis itu sebenarnya memiliki masalah yang membuatnya trauma.

Gilang berjalan santai ke arah gadis tersebut lalu menyodorkan minuman isotonik tepat di depan wajah Vanya. Vanya mendongak sambil memperhatikan minuman botol itu tanpa berniat mengambilnya. Gadis tersebut baru menerima minuman itu saat Gilang menggoyang-goyangkan botol, memberi isyarat supaya segera diterima. Gilang lantas duduk di samping Vanya. Memberi jarak satu meter dengan posisi Vanya.

"Lo mau ngomong apa sama gue?"

Vanya hanya diam sambil memperhatikan Gilang yang meminum minuman isotonik. Yaaaaa, setelah dipikir-pikir dan dilihat lebih teliti, cowok yang duduk di sampingnya ini memang benar-benar tampan. Dan Vanya baru menyadarinya sekarang.

"Lo mau ngomong atau cuma mau ngeliatin gue?"

Vanya mengerjap lalu berdehem pelan. Tatapannya lantas beralih pada botol minuman yang ada di tangannya. Vanya mencoba membuka tutup botol itu. Tapi gerakannya terhenti karena Gilang mengambil botolnya lalu membukanya.

Vanya hanya diam memperhatikan kemudian refleks menerima botol dengan tutup terbuka yang diulurkan Gilang padanya. Ah, dia juga baru sadar bahwa selama ini Gilang selalu memberikan perhatian tak kasat mata kepadanya. Dari hal-hal kecil yang kelihatan sepele.

Ingatannya kembali mengingat pada masa beberapa bulan ia mengenal Gilang. Dan perhatian apa saja yang telah ia terima dari cowok nomor satu di sekolah ini. Gilang yang mengambilkan buku di perpustakaan, Gilang yang selalu berjalan di sisi luar jalan saat mereka naik sepeda, membiarkan Vanya yang berjalan di sisi jalan bagian dalam. Gilang yang memberikan susu coklat setiap hari tanpa absen barang sekali, Gilang yang mengambilkan sepatu olahraganya di loker saat Vanya lupa memakai ketika pelajaran olahraga, Gilang yang tidak pernah bertanya apa yang dibutuhkan Vanya karena ia selalu memiliki inisiatif sendiri. Dan sekali lagi, Vanya baru menyadarinya sekarang. Sepertinya ia mulai ketergantungan pada cowok itu.

"Thanks."

Gilang mengernyit ketika mendengar ucapan terimakasih dari Vanya. Ia menatap Vanya bingung, sedangkan Vanya segera membuang pandangan karena merasa gugup ditatap intens seperti itu. Dari ekor matanya, ia bisa melihat Gilang tersenyum lebar.

"Sama-sama."

"Gue nggak pernah minta lo buat ngelakuin ini semua."

Seperti mengerti maksud ucapan Vanya, Gilang hanya mengangguk sekali.

"Gue nggak tau alasan apa yang mendasari lo bersikap kayak gini ke gue. Dan gue nggak tau kapan lo bakal ngerasa bosen sama gue. Lo mungkin bersikap seperti ini karena penasaran sama gue. Tapi meski begitu, gue tetep berterima kasih buat semuanya." Vanya diam, tatapannya beralih ke arah pelipis Gilang yang terlihat keunguan kemudian turun ke arah sudut bibirnya yang sobek karena kejadian kemarin.

"Boleh gue tanya sesuatu sama lo?" Vanya kembali bersuara saat menyadari Gilan hanya diam saja.

Gilang mengangguk, "Apapun."

"Kapan lo berhenti buat bersikap perhatian ke gue?"

"Gue belum berencana buat berhenti untuk saat ini."

Glass BeadWhere stories live. Discover now