1. Tabrakan

53 3 0
                                    

BAB SATU

Salah satu kesalahan yang pernah aku lakukan dalam hidup adalah bahwa aku telah bertemu denganmu
–Azeral Gilang Fahmi Prasetyo-

Gilang menghembuskan napas panjang mengamati belasan kotak kado yang tergeletak di atas bangkunya. Hari ini ia mendapatkan enam belas kota kado warna warni, tujuh surat, dua coklat dan empat bunga. Kalau kalian mengatakan menjadi cowok terkenal dan digandrungi cewek-cewek di sekolah itu adalah sesuatu yang keren, maka kalian salah besar. Ini tidak keren sama sekali! Gilang bahkan merasa kehidupannya di sekolah menjadi tidak tenang dan merepotkan.

“Jadi gue musti bawa pulang lagi barang-barang imut ini?” Tanya Andre, sahabat Gilang dari SD sambil memasukkan hadiah-hadiah itu ke dalam kardus yang ia bawa dari rumah.

Gilang mengangguk cuek.

“Emang lo nggak kasian sama mereka yang udah capek-capek nyiapin beginian buat lo, Lang? Mereka ngasih ini bukan untuk lo buang begitu aja. Nggak punya perasaan banget lo.”

“Emang gue pernah minta sama mereka? Dan gue kira lo juga tau kalo gue nggak pernah buang barang-barang yang dikasih sama cewek-cewek itu. Kan selama ini pemberian mereka gua taruh di rumah lo kan?”

“Yaelah, yang kayak begini jadi ketua OSIS dan jadi murid paling pinter di sekolah? Tapi nangkep maksud gue aja lo nggak ngerti. Maksud gue tuh arti kata ‘dibuang’ itu bukan terus dimasukin ke dalam sampah. Tapi di sini ‘dibuang’ artinya lo kasih ke orang lain. Itu namanya lo nggak menghargai perasaan mereka yang udah ngasih hadiah buat lo, Lang. eh lo dengerin omongan gue nggak sih? Jangan main game mulu kenapa sih? Gue kayak ngomong sama patung.” Suara Andre nyolot.

“Ck lo ngomong aja, Ndre kayak sales panci. Liat, gara-gara lo gue jadi kalah nih. Ah nyebelin lo ya.” Gilang mengeluarkan aplikasi game-nya dan memasukkannya ke dalam saku kemeja. Cowok itu melihat ke arah jam tangannya sebentar lalu segera meninggalkan Andre ke luar kelas.

“Eh mau kemana lo curut?”

“Ngambil buku di loker.”

Setelah sampai, Gilang langsung membuka lokernya yang tidak pernah ia kunci. Mengambil buku dan kembali menutup loker tersebut.

“Kak Gilang.”

Gilang menoleh tepat setelah ia menutup lokernya. Cowok itu mengernyit melihat gadis dengan rambut lurus tergerai di depannya yang menampilkan senyuman lebar ala bintang iklan pasta gigi. “Iya, siapa ya?”

“Aku Shilla, kak. Kelas sepuluh IPA dua.” Ucap gadis itu masih mempertahankan senyum pasta giginya sambil mengulurkan tangan. Gilang hanya melirik sekilas uluran tangan adik kelasnya itu kemudian kembali menatap Shilla.

“Sory bukannya sombong. Tapi gue nggak biasa kontak fisik sama orang. Ada perlu apa Shil?”

Shilla mengangguk-anggukkan kepalanya, “Kukira rumor itu cuma gosip. Tapi ternyata beneran.” Shilla tertawa sambil menatap Gilang kagum, “Aku Cuma mau ngasih ini buat kak Gilang.” Gadis itu menyodorkan secarik kertas warna merah jambu yang ia keluarkan dari saku kemejanya.

Gilang memandangi surat itu tanpa minat, “Buat gue?”
Shilla mengangguk.

“Thanks.”

“Jangan lupa dibaca ya Kak. Yaudah aku balik ke kelas dulu. Udah mau bel juga soalnya.” Shilla berbalik kemudian setengah berlari menuju kelasnya.

Setelah tidak melihat punggung anak itu lagi, Gilang melemparkan surat merah jambu itu ke dalam lokernya tanpa perasaan sama sekali. Ia berbelok barjalan menuju kelasnya. Namun langkahnya terhenti karena dari depan, sepuluh meter dari tempatnya berdiri ia melihat gadis dengan seragam aneh berjongkok mengikat tali sepatu dengan gerakan terburu-buru. Gadis itu bangkit berdiri lalu berlari ke arahnya sambil menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya tanpa melihat jalan yang ada di depannya sama sekali. Gilang tau tiga langkah lagi gadis itu pasti akan menabraknya jika ia tidak menepi dari koridor. Tapi anehnya ia merasa kakinya terasa sangat berat hingga membuatnya enggan untuk sekedar menggeser tubuhnya menepi dari sana. Dan detik selanjutnya, sesuai prediksi gadis berseragam aneh itu benar-benar menabraknya hingga membuat Gilang terhuyung ke belakang dan gadis itu sendiri jatuh terduduk sambil mengaduh.

Kejadian selanjutnya benar-benar berhasil membuat Gilang mendengus kesal. Bagaimana tidak, cewek dengan seragam anehnya itu langsung bangkit berdiri, menepuk-nepuk rok bagian belakang lalu tanpa menoleh apalagi meminta maaf pada Gilang, ia kembali berlari melewati cowok terpopuler di sekolah begitu saja. Membuat Gilang hanya mengerjap dan tanpa sadar rahangnya mengeras

***
Salam,
Khadevrisaba,
penulis kemarin sore yang baru belajar nulis novel.

Maaf kalau typo bertebaran dimana-mana ya...

Glass BeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang