♥Ramon "Chapter 43"♥

Start from the beginning
                                    

"Kamu baik-baik aja kan?" pertanyaan itu terlontar sendiri. Otaknya terlalu kesulitan memilih kata apa yang harus ia ucapkan, ya sudah terserah bibirnya saja mau mengucapkan apa.

"Aku baik-baik aja. Kamu kenapa baru masuk?" tanya Mondy dengan suara pelan, nada suaranya benar-benar datar, raut wajahnya juga datar. Hanya menatap Raya dengan berbagai makna yang tersembunyi  di balik tatapan itu. Raya sendiri tak tau, apa maksud tatapan itu atau apa yang tengah Mondy rasakan saat ini. Mungkin hanya Mondy dan Tuhan lah yang tau.

"Aku sengaja. Aku mau jadi yang terakhir yang masuk ngeliat kamu. Biar aku bisa sekalian nemenin kamu lebih lama." tentu saja Raya tak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa ia baru masuk sekarang. Kalian tentu tau apa alasan Raya yang sebenarnya.

Jika saja tidak dengan paksaan dan dorongan mental dari orang-orang di luar, mungkin entah sampai kapan dia mau menemui Mondy. Atau mungkin tak akan pernah mau dan memilih menjauh saja dari Mondy.

"Aku pikir kamu gak mau ketemu aku." ucapan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Mondy dengan sangat pelan, namun menusuk.

Raya terdiam. Canggung, kikuk dan tak tenang. Karena memang itulah alasannya yang sebenarnya. Tidak mau bertemu Mondy karena takut Mondy marah padanya.

"Heemm, enggak kok. Masa aku gak mau ketemu kamu sih. Aku kan pacar kamu, pasti aku maulah ketemu kamu." senyumnya ia paksakan. Terlihat sebaik mungkin agar Mondy tidak semakin bertanya yang aneh-aneh.

Tapi sepertinya itu tak berguna. Karena pertanyaan Mondy yang berikutnya adalah.....

"Kenapa kamu gak pernah bilang tentang amnesia kamu?"

Bagai mendengar petir di siang bolong. Tentu Raya tak ingin Mondy mempertanyakan itu. Karena ia juga tak pernah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan seperti itu.

"Aa..emm...ka-kamu tau sendiri....kan.. Aku juga gak tau aku amnesia selama ini. Mana ada sih orang amnesia tahu kalau dirinya sendiri lagi amnesia, ya kecuali ada orang lain yang ngasih tau dia." hanya itulah jawaban terbaiknya. Tidak salahnya jika memberikan jawaban seperti itu, karena memang itulah kenyataannya. Dia tidak pernah tau kalau dia pernah amnesia sebelumnya.

"Maksud aku, kenapa kamu gak bilang tentang amnesia kamu setelah kamu sembuh, Ray?" kali ini suara Mondy terdengar putus asa.

Raya menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dari tatapan Mondy yang terlihat menuntut.

"Maaf, Mon. Aku.....aku terlalu takut. Aku juga berpikir kalaupun aku bilang, kamu gak akan percaya semudah itu. Karena kamu juga masih amnesia sampai saat ini. Dan kalau kamu percaya, aku takut kamu marah sama aku, kamu nyalahin aku dan kamu benci sama aku." tutur Raya dengan kepala menunduk.

Meski Mondy tak melihat wajah dan ekspresi Raya dengan jelas, karena terhalang rambut panjang raya, tapi Mondy tau pasti dari suara Raya yang mulai parau dan beberapa kali ada isakan lirih. Mondy tau Raya menangis.

Hatinya tidak tega mendengar isakan kecil Raya, tapi egonya tidak ingin mengalah begitu saja.

"Maaf, Mon. Aku bener-bener minta maaf sama kamu." lirih Raya lagi karena Mondy tak kunjung mengeluarkan suara setelah mendengar jawabannya tadi.

"Aku rasa alasan kamu baru temuin aku sekarang juga sama seperti alasan kamu gak mau kasih tau aku kan? Kamu gak mau temuin aku dari tadi, karena kamu emang gak mau ketemu sama aku kan?" tanya Mondy dengan nada sinis.

Seketika Raya mengangkat kepalanya, menatap Mondy dengan tatapan merasa bersalah. Ingin menampik tapi apa yang Mondy katakan tidak sepenuhnya salah.

"Aku emang baru berani masuk buat liat kamu sekarang, itu emang karena alasan yang sama dengan alasan aku gak mau ceritain tentang amnesia itu. Tapi kamu salah, aku gak pernah berpikiran untuk gak mau ketemu kamu. Aku cuma takut. Takut kamu marah sama aku, takut kamu benci sama aku. Aku gak siap untuk dapetin kemarahan kamu apalagi kebencian kamu ke aku. Aku gak siap, Mon." Raya menggenggam tangan Mondy yang tidak ada infusnya.

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Where stories live. Discover now